Suara Ketukan di Pintu Malam Hari

553 14 2
                                    

Aku bisa mendengar suara ketukan pada pintu depan rumahku.

Karenanya aku terbangun dari tidurku pada jam aneh ini. Pukul 1 dini hari lebih lima belas menit, kata jam digital di sebelahku.

Siapa yang datang berkunjung tengah malam begini?

Dari posisi tidurku, aku mengangkat tubuhku cukup tinggi hingga aku dapat bersandar pada sandaran punggung tempat tidur berukuran king size yang sekarang sedang ditiduri aku dan suamiku.

Aku pun berusaha membangunkan suamiku, "Howard, bangun," ujarku dengan lembut pada suamiku, sambil menggoncangkan badannya.

Tapi ia tidak bangun. Mungkin dia lelah setelah bekerja seharian.

Ketukan itu terdengar lagi. Kali ini lebih keras.

Perasaan khawatir mulai merasuki pikiranku. Kami hidup di daerah pinggiran kota Los Anggels, di mana tingkat perampokan, pembobolan rumah, maupun penculikan sedang tinggi-tingginya minggu ini. Suasana malam harusnya juga tidak pernah sesunyi ini. Harusnya aku masih bisa mendengar suara kendaraan yang lalu lalang, gelak tawa anak-anak muda yang sedang menikmati malam, suara ledakan petasan, kalau bukan pistol, dan bahkan suara binatang seperti kucing atau anjing.

Malam ini teralu sunyi. Keheningannya memekakan telinga.

Hanya ketukan itu yang terdengar. Dan ketukan itu terdengar semakin keras seiring dengan tiap detik yang terus lewat. Perlahan tapi pasti berubah menjadi gedoran demi gedoran yang seakan ingin menghancurkan pintu depan rumahku.

Aku semakain panik. Jantungku berdegup begitu kencang dibuatnya. Adrenalin mulai masuk kedalam aliran darahku.

"Howard... Bangun!" teriakku pada pada suami tukang tidurku ini.

Tidak, ia masih belum mau bangun.

Tiba-tiba kaca jendela yang ada di sampingku sekarang yang mulai diketuk-ketuk. Terkejut, aku menjadi sesak nafas, seakan tercekik oleh rasa takutku sendiri. Di bawah bayang-bayang cahaya bulan, siluet seorang yang besar dan jangkung dapat terlihat dari balik tirai, meraba-raba tiap sisi jendela, mencari celah sekecil apapun untuk masuk.

Di saat yang sama, telepon rumah yang ada di atas meja kecil di samping tempat tidur berdering. Aku langsung menyambar gagang telepon itu, mungkin aku dapat meminta pertolongan dari sini.

"Lisa? Ini aku Howard, suamimu. Aku tadi tidak bisa tidur, jadi aku mencoba untuk mencari udara segar, tapi aku malah lupa membawa kunci rumah. Aku terkunci di luar. Bisakah kau membukakan kunci depan untukku?"

Itu suamiku. Dia di luar sana.

"Lisa? Kau masih di sana? Apa kau dengar aku?" suamiku kembali memanggilku. Jelas ini suaranya. Logat dan nada bicaranya sama persis dengan apa yang aku kenal selama 30 tahun menikah.

"Cepatlah, aku tidak mau kelihatan seperti maling karena meraba-raba jendela rumah sendiri."

Aku kembali melihat ke arah tempat suamiku harusnya tidur. Di balik selimut, seseorang masih tertidur di sana, tidak bergerak, layaknya seonggok barang.

Siapa yang tadi aku goncang-goncangkan tubuhnya? Siapa yang tidur bersamaku tadi?

Siapa dia?!

"Howard!!!" teriakku, memanggil nama suamiku.

Dengan segala tenaga yang aku miliki, aku segera melemparkan tubuhku ke pintu kamar, membukanya dengan kasar, dan membantingnya di belakangku. Lalu aku berlari di dalam lorong yang masih gelap tanpa peberangan lampu, sekali-dua kali tersandung barang-barang yang tergeletak di lantai.

Jantungku berdetak begitu keras, saking kerasnya sampai aku khawatir jika aku akan membuat diriku sendiri terkena serangan jantung. Keringat bercucuran dari keningku, mengalir turun dengan deras. Dan aku bisa merasakan bulir-bulir air mata keluar sedikit demi sedikit dari kedua mataku.

Aku begitu ketakutan.

Aku menggapai handle pintu rumah, dengan tergesa-gesa memutar kunci pada lubangnya. Dan setelah pintu depan rumahku terbuka. Aku langsung keluar. Udara angin malam yang dinginnya menusuk langsung menyerang tubuhku yang hanya ditutupi baju tidur berupa daster tipis.

Tiba-tiba dari belakang, seseorang menangkapku dari belakang, memeluk perutku dan menutup mulutku agar tidak berteriak.

"Sssst, ini aku Lisa." kata seseorang yang sedang menahanku.

Suaranya persis seperti Howard. Tapi dia bukan Howard. Sama sekali bukan.

Wajahnya mengenakan topeng badut yang menyeramkan. Dan mereka lebih dari satu.

Selanjutnya, mereka menutupi kepalaku dengan sesuatu, mengikat tanganku dengan tali, lalu mengangkat tubuhku. Semuanya terjadi teralu cepat. Aku masih terlalu syok dan kaget untuk melawan.

Dengan kasar diriku di lempar ke atas suatu lantai besi. Aku bisa merasakan pintu di tutup di depan tubuhku. Lalu deru mesin mulai terdengar, menggetarkan tubuhku yang ada di dasar suatu pick up, dan kemudian melaju.

Aku mulai menangis, awalnya meringis, lama-lama keras menjadi teriakan demi teriakan yang membuat suaraku habis.

Namun tidak ada yang menjawab tangisanku.

Tidak ada yang menjawab teriakanku.

Semua tetap gelap, dan gelap.

Tentang Teror Dari Negeri Di Seberang LautanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang