Wanita yang Datang Menjemput

355 8 3
                                    

"Ayo kita panggil Ghosah!"

AKU menoleh kaget pada Raju yang duduk manis di sebelah ranjangku. "Maksudmu permainan memanggil hantu perempuan itu? Tidak mau!" tolakku langsung.

"Ayolah! Kita harus main sesuatu agar tidak bosan. Memangnya kamu tidak capek apa, duduk di atas kasur seharian tanpa TV dan game?" Raju mengeluh. "Teman sekelas kita ada yang main dan mereka bilang mereka melihat perempuan bergaun merah muncul dari jendela!" tambahnya bersemangat. Aku hanya diam merengut.

Sudah seminggu aku tidak masuk sekolah akibat cacar air. Tidak ada teman atau hiburan selama ini, hanya ada beberapa buku cerita dan suara bising dari jendela yang menemaniku. Bohong jika aku tidak bosan, tapi bermain Ghosa juga jelas bukan pilihan yang tepat.

Ghosa di desa kami, berarti hantu yang datang saat kamu memanggilnya dengan mantra. Mane Pasanda! dan ia akan ada di sana untuk menjemputmu ke alam baka. Dulu, Ibu selalu menceritakan kisah ini sebelum tidur. Katanya, jika ada orang yang melemparkan seekor kucing dan berteriak mane pasanda, wanita itu akan datang setelahnya, merintih-rintih bertanya apakah ada yang memanggilnya. Mane pasanda berati jemput kami dalam bahasa Bengali. Ibu sering memelesetkannya menjadi 'jemput anak kami' setiap kali aku melakukan kesalahan. Membuatku takut dan tidak lagi pernah berani mengadukan kesalahanku padanya.

Aku percaya pada Ghosah hingga umurku genap dua belas. Lebih dari itu aku hanya menganggap Ghosa sebagai dongeng desa yang keberadaannya tidak lagi masuk akal. Kendati begitu, aku tetap tidak mau di ajak Raju memainkan permainan tersebut. Itu kekanak-kanakan.

"Bilang saja kau takut." Raju mencibir.

"Aku cuma tidak suka permainan anak kecil."

"Penakut."

"Terserah."

"Jangan jadi anak laki-laki jika pengecut!" Raju masih meprovokasi.

"Aku bukan pengecut!" kataku tidak terima.

"Buktikan kalau begitu. Ayo kita panggil Ghosa sekali, dan jika dia tidak muncul, aku akan langsung pulang," tawar Raju.

Jujur saja, aku memang sedikit takut pada Ghosa. Sekalipun itu cuma tahayul, hantu tetap saja hantu. Dan aku benci itu. Hantu, setan, mahluk halus, vampir, serigala, semuanya aku tidak suka. Hal-hal yang mistis jelas bukan gayaku, tapi menolak Raju hanya akan membuatku terlihat lemah. Maka aku menerima ajakanya.

"Tunggu aku cari kucingnya dulu!" Raju berlari keluar kamar dengan terburu-buru. Dia terlihat begitu bersemangat dan antusias. Berbeda 180 derajat denganku yang malah merasa gugup. Apakah pilihanku ini sudah benar?

"Aku mendapatkan kucing hitam!"

Raju kembali lima belas menit kemudian dengan seekor kucing berwarna hitam dipelukannya. Kucing itu bermata hijau terang dan berbulu halus saat aku pegang. Dan saat aku tanya dari mana ia mendapatkannya, Raju hanya berkata bahwa ini kucing yang ia temukan secara acak di jalan besar.

"Jarang ada kucing hitam di daerah ini ...." gumamku aneh sendiri.

"Mungkin ke sasar." Raju menaikan bahunya sekali. "Ayo kita main!"

Aku bangkit dari tempat tidur dan berdiri di samping Raju. Kucing ada di pelukannya, mengeong tidak jelas.

"Siapa yang menyebutkan mantranya?" Raju bertanya.

"Siapapun asal bukan aku."

"Pengecut."

"Terserah."

Lalu raju mengambil ancang-ancang. Dengan gerakan lambat diayunkannya si kucing ke depan dan ke belakang beberapa kali. Bibirnya ia basahi dengan lidahnya sendiri, melapal mantra dalam hati. Aku menelan ludah, menahan gugup. Kenapa jadi semakin tidak enak hawanya?

"Mani pasanda!" teriakan Raju terdengar seiringan dengan ngeongan kucing yang melompat kaget saat di lemparkan. Aku menahan napasku dan melihat ke sekeliling. Raju juga. Sudut kamar kami geledah, jendela dan lemari pakaian juga. Jantungku berdegup kencang menanti-nanti apa yang akan terjadi setelah ini...

Tapi nihil. Tidak ada apa-apa. Ghosah tidak datang seperti rumornya.

Aku menghela napas.

"Sudah aku duga Rahul berbohong! Anak sialan!" Raju mengumpat kesal.

"Percuma, kan?"

"Terserah. Aku mau pulang saja," pamitmya sambil mengepak kembali tas sekolahnya. Aku mengiyakan saja.

Ghosah ternyata hanya gosip desa. Mana perempuan yang katanya akan datang untuk menjemput?

*****

"Ada yang memanggilku...."

Suara itu entah sudah keberapa kalinya aku dengar malam ini. Angin masuk perhelai, tipis-tipis membelai tengkuk dan punggungku yang menegak tegang. Malam datang lebih cepat dari biasanya, dan lebih lama pula. Rasanya seperti setahun, dan aku tidak bisa melakukan apapun selain memandang sesuatu yang menunggu di balik pintu.

Tadi sore, aku terbangun dengan sebuah berita mengejutkan soal Raju. Temanku itu, sahabat yang tadi siang mengajakku bermain Ghosa, baru saja mengalami kecelakaan besar dan meninggal dunia. Mayatnya, ibu bilang, utuh dengan sepasang mata yang melotot lebar; seperti sedang melihat sesuatu yang mengejutkan.

Awalnya, aku mengira itu hanyalah kebetulan yang memang sudah menjadi takdirnya. Kematian, seperti yang kita tahu, memang sebuah misteri tak terpecahkan bagi siapapun. Tetapi malam ini, rasa-rasanya aku tahu mengapa Raju bisa sebegitu kaget dengan apa yang ia lihat, lantas mati tertabrak truk yang klaksonnya tidak lagi ia dengar.

"Ada yang memanggilku...."

Suara itu kembali menggema seperti mimpi buruk. Keringat dingin perlahan muncul bercucuran di dahiku. Sungguh, jika bisa, aku ingin pergi saja dan berteriak pada Ibu untuk memelukku sekarang. Tapi aku tidak bisa.

Ghosah membuatku tidak bisa kemana-mana.

"Ada yang memanggilku...."

Ghosah rupanya bukan dongeng desa. Dia benar-benar ada. Aku melihatnya. Di depan mataku. Langsung. Dia wanita dengan gaun merah yang gelap bagai darah, berambut panjang dan berkulit pucat. Entah bagaimana wajahnya, aku tidak kuat menatap. Aku gemetar bukan main. Dia mendekat perlahan-lahan, lamat-lamat menyalakan ketakutan yang tiada tara. Baunya yang mirip dengan kucing basah sangat mencolok. Ghosa menyeringai.

"Ada yang memanggilku...."

Aku bisa merasakan tangannya yang dingin di leherku, kukunya yang tajam di kulitku. Aku tahu ia tertawa. Aku tahu dia akan melakukan sesuatu padaku yang memanggilnya tadi siang. Aku dapat tahu semuanya, kecuali satu hal...

... selesaikah hidupku setelah ini?

Omong-omong, mata Ghosa ternyata berwarna hijau terang. Sama seperti kucing yang tadi siang kami lempar ke luar.

*****


Tentang Teror Dari Negeri Di Seberang LautanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang