Die Harfe

366 10 0
                                    

Wexford, 1989
(Negara Irlandia bagian Tenggara)

Terdengar derungan harpa yang memekakkan telinga di tengah langit dengan cahaya temaramnya. 'terus berlari dan jangan menoleh ke belakang' Bathinku mengingatkan. Aku meringkuk ketakutan dengan memeluk erat kedua lututku begitu mendengar derap langkah kaki yang terdengar semakin mendekat. Segera kusenderkan tubuhku pada pohon besar yang berada di balik tubuhku ketika samar-samar indera pendengaranku menangkap suara lantang seseorang, "Cepat menyebar! Cari anak perempuan itu sampai dapat! Kali ini jangan biarkan dia kembali lolos!" geram seseorang seraya memegang erat senapan laras panjangnya menyuruh anak buahnya untuk berpencar membelah hutan.

Dentuman tembakan terdengar saling bersahutan seakan siap melabuhkan pelurunya tepat di jantung seseorang. Jantungku berdegup kencang seolah ingin memberontak keluar dan nafasku terlihat tidak beraturan dengan peluh keringat yang terlihat keluar dari pori-pori kulit pucatku. Indera pendengaranku kembali menangkap derungan harpa dengan melodi yang terdengar memilukan dan menyedihkan. Aku segera bangkit dari posisiku dan berjalan mendekati suara tersebut.

Saat ini aku berdiri tepat di hadapan sebuah harpa keemasan dengan ukiran pola rumit yang menghiasi sekitarnya. Namun anehnya tidak ada melodi memilukan, dan tidak ada siapa-siapa di sini. Sebuah cahaya berwarna kebiruan tampak menyilaukan pandangan mataku dengan gerakan refleks aku membentuk huruf "X" dengan kedua pergelangan tanganku.

Tubuhku terasa kaku tidak bisa digerakkan dan secara perlahan tertarik masuk ke dalam harpa. Seketika kepalaku diliputi rasa sakit yang mencekam. Aku segera mengarahkan kedua tanganku untuk memegang erat kepalaku. Ah tidak! Ini terasa sakit sekali! Bathinku terus berteriak. Tiba-tiba aku melihat sesosok bayangan remaja laki-laki dengan luka lebam di sekujur tubuhnya, dan darah yang terlihat masih segar mengalir keluar dari setiap pori-pori kulitnya tengah menatapku dengan pandangan sayu meminta pertolongan.

Aku segera menggelengkan kepalaku kuat namun dia semakin mendekat ke arahku. Rasa sakit yang mendera kepalaku seketika hilang berganti keringat dingin yang membasahi seluruh wajahku dengan tubuh yang bergetar ketakutan. Dia menjulurkan tangannya ke arahku seolah ingin menyentuh wajahku. Aku langsung menjerit histeris seiring langkahnya yang semakin mendekat. Dia berhasil menyentuh wajahku dan kesadaranku perlahan-lahan mulai menghilang.

"Hey bangun!" guncangan seseorang di di tubuhku membuatku tersadar.

Sinar matahari langsung menyambut kedua mataku. Aku segera terduduk setelah menyadari kehadiran sosok asing yang tengah berdiri di hadapanku menatap aneh ke arahku. Aku segera menolehkan pandangan mataku ke arah sekitar. Tunggu dulu? Aku berada di mana? Kenapa aku berada di halaman sebuah pondok tua yang terlihat menyeramkan seperti ini? Aku langsung tersentak begitu tersadar dari keterkejutanku. Sontak aku berdiri di hadapannya, "Tolong katakan padaku tempat apa ini?" desakku penuh keingintahuan.

Dia mengernyitkan keningnya bingung. "Kau bercanda? Tentu saja ini di Midgard. Memang menurutmu di mana? Apa yang kau lakukan di depan pondok yang menjadi kutukan di daerah ini?" tanyanya penuh selidik.

"Midgard? Tempat apa ini? Maaf tuan sepertinya saya bukan penduduk asli daerah ini. Saya tersesat," jawabku penuh tanya meskipun perasaan cemas dan takut menyelimuti hatiku.

"Kerajaan Skandinavia, dan ini wilayah Midgard. Memang tidak banyak yang tau mengenai daerah ini karena wilayahnya tidak terlalu banyak penduduk. Sebaiknya kau jangan berada di pondok yang menjadi kutukan di daerah ini," jawabnya sedikit menjelaskan lalu segera pergi berlalu.

Aku mengernyitkan kening mendengar penuturannya. Sesaat aku menolehkan pandangan mataku ke arah pondok tua yang berada di balik tubuhku. Jika aku pergi meninggalkan tempat ini, maka ke mana aku harus berlindung? Sedangkan aku sendiri tidak mengenal siapapun di tempat antah-berantah ini. Aku sendiri tidak tahu apakah aku masih berada di bumi atau berada di dimensi lain. Setidaknya aku bersyukur karena berhasil terhindar dari orang-orang yang ingin membunuhku dan menjadikan diriku persembahan. Memangnya mereka pikir mereka siapa sehingga berhak menentukan hidupku hanya karena aku yatim piatu! Untung saja aku berhasil melarikan diri.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 05, 2016 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Tentang Teror Dari Negeri Di Seberang LautanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang