Kepulangan dari Saechon

2.4K 86 7
                                    

"Ya! Junghwan-ah!" seru Jisoo membangunkanku dari lamunan. Kami sedang dalam perjalanan pulang, terakhir kali liburan Jisoo pergi ke Saechon naik bus jadi sekarang ia menumpang jeepku. Karena ia menumpang jadi sekalian saja kupekerjakan sebagai supir. "Kau mau ikut tidak?"

"Hah? Kemana?" tanyaku.

"Aish.. sudah kuduga kau pasti tidak mendengarkanku."

"Ya! Kau yang tidak selesai-selesai bicara! Aku cuma mendengarkanmu sampai kau bilang kau mau bertemu seseorang-"

"Nah iya!" potong Jisoo, wajahnya tiba-tiba sumringah. "Aku akan ke rumahnya malam ini."

"Terus kau mengajakku pergi ke rumahnya juga?"

"Tidak, bukan itu. Aku mengajakmu untuk pergi kencan buta."

"Ya! Michinsaekki! Kau sudah punya pacar tapi mau pergi kencan buta?!"

"Eisss dengarkan dulu penjelasanku! Lagipula dia bukan pacarku.." Jisoo tidak terlihat bersalah sama sekali. Waenyol, sepertinya dia butuh tonjokan keras di tulang hidungnya. "Ya, belum. Mungkin malam ini akan kuresmikan hehe. Karena itu aku butuh bantuanmu untuk datang ke kencan buta untuk menggantikanku-"

"Ya! Kau mau mati ya?!"

"Ah sudah kuduga kau akan bilang begitu," ujar Jisoo. "Ayolah, mau sampai kapan kau menghindari hal ini terus? Memangnya kau tidak kesepian?"

"Biasa saja." jawabku datar. Toh, memang itu yang kurasakan.

"Cobalah buka hatimu sedikit demi sedikit dan jangan terlalu kaku. Kau ini benar-benar tidak pernah naksir siapa-siapa ya seumur hidup?"

Pernah.

"Kau tidak punya cinta pertama?"

Punya.

Tapi hal tersebut sudah kuakhiri ketika aku memberinya cincin itu. Dan ketika Taek datang menghampiriku ke Saechon. Ketika melihatnya tidak membutuhkanku di hari ia dikhianati pacarnya. Ketika aku.. berhenti menyalahkan waktu atas kekecewaan yang kurasakan sendiri.

Aku menghela nafas berat mengingat masa-masa itu. "Tidak. Aku sudah cukup sibuk dengan pelatihan di camp sehingga kurang memikirkan hal-hal seperti itu."

"Jadi kau mau bilang kalau kau lebih sibuk dibandingkan aku?! Aigoo, mentang-mentang nilaimu bagus di setiap tes.."

Aku hanya tertawa kecil menanggapinya. Jisoo adalah teman pertamaku di akademi hingga sekarang. Dia selalu berusaha mengalahkanku di setiap ujian, entah itu ujian penerbangan atau sekedar tes fisik. Dia sedikit mengingatkanku dengan Sunwoo, tapi versi lebih ambisius. Omong-omong apa kabar ya dia? Dongryong? Taek? Dukseon? Terakhir kali kami bertemu adalah saat pernikahan Sunwoo dan Bora.

Jisoo minta diturunkan di suatu toko kue, katanya ia tidak mau datang ke rumah calon pacarnya dengan tangan kosong. Setelah itu aku langsung pulang ke rumah. Tentu saja bukan rumah di Ssangmundong, kami sudah lama pindah dari sana. Entah bagaimana keadaannya sekarang, sepertinya tidak ada lagi orang yang berniat menempati rumah-rumah itu. Keluarga Dukseonlah yang terakhir pindah, kudengar mereka pergi ke Bangyo.

"Aku pulang." ujarku begitu membuka pintu rumah.

"Aigoo uri adeulll!" eomma berangsur menghampiriku, ia lalu memeluk sambil menepuk punggungku. "Bagaimana perjalanan dari Saechon ke sini? Kau pasti capek ya? Malam ini eomma masak ikan kesukaanmu loh!"

Appa yang sedang menonton TV di sofa juga ikut menoleh dan mengangkat tangannya. Ah, pasti dia akan bilang..

"AIGOOO KIM SAJAAANGGG!!!!"

"YA! GEUMANHE!!!!" teriak eomma.

Mau tak mau aku tertawa melihat hal tersebut. Hah, senang rasanya berada di lingkungan yang sangat familiar. "Eomma, hyung ada di kamar?"

"Oh, hyungmu, akhir-akhir ini dia selalu pulang malam karena warung ramennya. Kau tahu kan? Ia buka warung ramen di dekat pertigaan sana."

"Oh, iya, dia sempat bercerita padaku tentang itu saat ia menelponku."

"Dia masih suka menelponmu? Aigoo, senangnya anak-anakku akur sekali. Jungpal-ah, bagaimana kalau kau bersih-bersih dulu sebelum makan?"

"Ne, eomma."

Tak lama kemudian Jungbong pulang membawa sisa-sisa ramen dagangannya. Ia bilang hari ini Manok dan ayahnya datang ke warung ramen makanya ia pulang sedikit lebih lama. Kami sekeluarga makan bersama diiringi lelucon-lelucon appa yang hanya mengundang tatapan galak dari eomma.

"Eh, anak-anak, kalian tahu tidak? Akhir-akhir ini eommamu sering mengigau ingin punya anak perempuan." ujar appa.

"Ya, kalau begitu adakan saja. Toh, waktu itu aku juga minta ingin punya adik-ACK!!!"

Eomma memukul kepalaku dengan centong nasi. "Ya! Bisa-bisanya kau bilang begitu pada ibumu yang sudah menopouse?!"

Ups? Aku lupa.

Appa terlihat sama speechlessnya denganku, begitu juga Jungbong. Jelas sekali kami semua takut eomma kembali ke masa pra-menopousenya lagi. "A-ahaha jagiya.. ya! Kim Jungpal, cepat minta maaf pada ibumu!!!"

"Ah, taesso. Gwenchana, aku sudah melewati fase itu sepenuhnya. Daripada cuma minta maaf, lebih baik kau bawa pacar ke rumah."

Aku tersedak. "Ne???"

"Loh? Betulkan?! Karena eomma sudah tidak bisa hamil lagi, satu-satunya caraku untuk mendapatkan anak perempuan adalah jika kalian mempunyai istri."

Kulihat wajah Jungbong mulai memerah seperti kepiting rebus. "Ya.. walaupun begitukan.. aku masih sibuk-"

"MAU SAMPAI KAPAN KAMU SIBUK?" suara eomma meninggi, membuat tiga laki-laki di meja makan tersentak. "Aku tidak terlalu khawatir dengan Jungbong karena ia punya Manok, tapi kamu? Aigoo, aku bahkan tidak pernah melihatmu menelpon seorang perempuan di kamar.."

"Aku pernah menelpon Dukseon-"

"Itu tidak dihitung!" potong eomma. "Cobalah pergi berkencan Jungpal-ah. Eomma ingin sekali melihat kalian berdua menikah sebelum eomma semakin tua."

"Ya, Ra Miran! Kenapa kau jadi berlagak seperti nenek-nenek begitu?" ujar appa.

"Diam. Aku lagi bicara serius."

Aku mendengus tertawa karena aku tahu eomma memang sedang serius. Sepertinya durasi lajangku sudah mulai membuat orang-orang di sekitarku bertanya-tanya. "Arasseo. Aku akan pergi kencan buta kok."

"JINJA?????" seru appa dengan penuh semangat. "Akhirnya? Akhirnya kau pergi kencan buta?!?!"

Yang lain terlihat sama terkejutnya, mungkin saking kagetnya sampai tidak bisa bereaksi dengan suara. Eomma dan Jungbong hanya memandangiku seakan-akan aku baru saja menyuap nasi ke telingaku.

"Ne," jawabku pada pertanyaan apa. "Aku ditawari oleh Jisoo tadi. Ya, tidak enak juga kalau ditolak."

"Waenyol? Dongsaeng-ah kau serius?" tanya Jungbong. "Waaah, adik kecilku sudah besar!"

"Aigoo chakhada! Kapan kalian akan bertemu? Dimana??" tanya eomma.

"Eh, aku juga belum tahu kapan. Lagipula ini belum tentu jadi-"

"HARUS JADI!" seru eomma. Appa sampai tidak sengaja melempar sumpitnya.

"Kkamjakiya.. ya Ra Miran! Kenapa kau harus teriak-teriak sih.. aigoo jantungku.." Appa mengusap-usap dadanya sendiri.

"Pokoknya kau harus pergi kencan buta." ujar eomma dengan nada final. "Haah, di umur seperti ini aku sering sekali memikirkan calon menantuku. Apalagi ketika kemarin lihat Sunwoo dan Bora menikah. Aku ingin menantu yang baik, yang pintar masak, yang lemah lembut.."

Namun terjadi sesuatu juga di sisi rumah lain....

Sides (Reply 1988)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang