"Aku tidak mengerti kenapa kita bertemu di tempat seperti ini." ujarku, bukan, teriakku pada Sunwoo yang sedang mencoba mengambil rokok yang ada di tangan Bora.
"Walaupun ini di klub, larangan merokokmu masih berlaku!" seru Sunwoo, membuat istrinya mengeluarkan sumpah serapah. Tapi setidaknya ia menurut. "Apa?! Oh, entahlah.. ini kan kerjaan Dongryong. Ia bilang kita harus ganti suasana dan kebetulan punya voucher di tempat ini."
Tak lama kemudian si pemilik voucher itu datang bersama Dukseon dan Taek. Mereka masih terlihat sama saja. Ya, kita semua sama saja. Perbedaannya hanya Dukseon dan Taek sekarang lebih terlihat seperti orang.. pacaran.
Anehnya itu tidak menggangguku sama sekali.
"Ya Sung Bora! Kau tidak merokok? Waenyol, kukira kau tidak akan berhenti." ujar Dukseon pada kakaknya.
"Kau bilang apa? Sung Bora? Memangnya aku temanmu?!"
"Eissss, geumanhaja! Kita semua sudah lama tidak bertemu masa mau berantem?" ujar Sunwoo.
"Lama tidak bertemu apanya. Akukan selalu bertemu dia kalau sedang pulang ke Bangyo." ujar Bora.
"Kau memang sengaja pulang di hari aku sedang tidak bertugas biar bertemu denganku kan?" ujar Dukseon dengan pede, tapi dilihat dari ekspresi Bora sepertinya itu benar. "Huh, sudah kuduga kau kangen denganku. Ya Jungpal-ah! Kau bagaimana? Kudengar kau akan pergi keluar?"
"Benarkah? Kau akan berperang?.." tanya Taek tiba-tiba terdengar khawatir.
"Ani, aku hanya dapat tawaran untuk belajar saja." jelasku.
"Tapi itu tidak menutup kemungkinan tiba-tiba kau dipilih untuk maju ke medankan?.." tanya Sunwoo. "Jungpal-ah.."
"Eisss, apa sih kalian." Melihat dari ekspresinya, aku mengerti apa yang sedang mereka bayangkan. Ini persis seperti ketika aku bercerita pada eomma, bahkan lebih parah. "Aku hanya akan menerima pelatihan itu saja."
"Ya, tentu saja. Kau tidak boleh pergi berperang tanpa memberitahu kami." ujar Dongryong. "Jadi aku bisa siap-siap membuatkan katering untuk pemakaman kalau saja tiba-tiba ada surat tentang-"
"YA!!! JANGAN ASAL BICARA!!" seru Dukseon.
Aku tertawa mendengarnya, tapi yang lain tidak. Astaga, sepertinya mereka benar-benar berpikir aku akan pergi ke medan perang. "Aku tidak akan mati karena pelatihan terbang kok."
"Ya, sebaiknya sih tidak." ujar Sunwoo. "Kalau itu terjadi kau akan mati dengan status lajang seumur hidup."
"Ya! Jangan mentang-mentang kau sudah menikah- aish."
"Hmm, kalian belum tahukan." ujar Dongryong dengan nada misterius. Ia lalu menyisir poni depannya yang terbelah dua dengan telunjuk. "Membalas apa yang kau dan Bora lakukan padaku waktu itu, jadi aku tidak akan menceritakannya."
"Memangnya.. ada apa?" tanya Taek polos.
"Jungpal.. punya pacar?" tanya Bora.
"Eisss, seolma." Sunwoo tertawa, tapi sepertinya ia melihat perubahan ekspresi di wajahku. "Hah, serius?"
"Nugu???????" tanya Dukseon antusias. "Waenyol, kau benar jadian? Kau sudah mulai kencan buta?!"
"Tidak." jelasku, "Dongryong hanya masih dendam karena kalian menyimpan rahasia tentang Sunwoo dan Bora darinya."
Terdengar ucapan 'ooooh' yang kompak diikuti tatapan Dongryong yang hanya kubalas dengan pelototan. Toh, memang dia bukan pacarku. Ya walaupun kami lumayan rutin telponan. Bahkan sepertinya aku lebih sering menelponnya dibanding Jungbong. Tapi akhir-akhir ini ia sedang sibuk latihan dan tampil di acara musik mingguan. Sesekali aku menontonnya di tv di camp, Jisoo selalu menangkap basah saat aku senyum-senyum sendiri.
"Omong-omong mana minuman yang kau bilang enak itu?" tanya Bora pada Dongryong.
"Ah, iya. Aku hampir lupa." Ia mengeluarkan lima lembar kertas dan menaruhnya di atas meja. "Terima kasih atas vouchernya? Sama-sama."
"Kukira kau yang akan pesankan." ujar Sunwoo. Ia lalu beralih padaku. "Jungpal, kau yang jalan dong."
"Shireo, aku mau ke toilet dulu. Minggir."
"Sini biar aku saja." ujar Taek sambil mengambil kertas voucher tersebut.
Tapi Dongryong menahannya. "Eisss, jangan. Nanti yang ada kau malah salah pesan atau dibodohi bartendernya."
"Aniyo, aku tahu jenis-jenisnya kok." ujar Taek dengan bangga, bibirnya membentuk senyuman khas anak baik-baiknya. "Dukseon memberitahuku."
"Ya! Dulu kau bilang padaku untuk tidak mengotori kepolosan Taek tapi kau membuatnya menghafal jenis minuman keras?!" seru Bora pada Dukseon yang hanya cengir-cengir tidak bersalah.
"Bukan salahku kalau dia yang ingin tahu!"
"Eisss, Dukseon dasar pembawa pengaruh buruk." ujar Sunwoo.
Pembicaraan tentang kepolosan Taek masih berlanjut tapi aku sudah harus pergi ke toilet. Ah, kenapa redup sekali sih. Bagaimana caranya aku mencari tanda toilet?
KAMU SEDANG MEMBACA
Sides (Reply 1988)
Fiksi PenggemarAfter effect dari ending drama Reply 1988. Bahasa Indonesia. Jungpal focused. Sama OC. Read at your own risk WKWKW