02.00PM, Saechon

301 22 6
                                    

Sudah lewat dua minggu setelah kejadian di restoran Dongryong. Akhirnya malam itu seorang laki-laki, yang mengaku sebagai kakaknya Niseul, menjemputnya dan temannya yang bernama Sungkyung. Sejujurnya lelaki itu terlihat lumayan menakutkan, mengingatkanku pada senior saat di SMA. Ya, walaupun waktu itu aku menonjoknya karena tidak tahan dengan perlakuannya terhadap Sunwoo. Ternyata aku cukup pemberani ya?

Walaupun begitu aku tidak berhubungan lagi dengan Niseul dan aku sudah harus kembali ke Saechon. Aku juga tidak bilang apa-apa mengenai cincin itu, sepertinya aku akan membiarkan dia memilikinya. Ada sedikit penyesalan yang kurasakan karena aku tidak menghubungi perempuan itu. Aku malah menghabiskan waktu di kamar bertanya-tanya apakah dia akan muncul di restoran Dongryong lagi atau tidak.

Sekarang sepertinya sudah terlambat, toh aku tidak akan kembali sampai liburan mendatang. Mungkin ia malah sudah lupa denganku.

"Junghwan-ah, ada orang yang mencarimu di gerbang." ujar Jisoo.

Tiba-tiba jantungku berdebar-debar. Oke, mungkin berlebihan. Tapi rasanya memang begitu. Sepertinya aku terlalu berharap tapi.. mungkin sajakan? Ah, tidak tidak. Mana mungkin itu dia. Tapi...

"Siapa?" tanyaku.

"Entahlah.. namanya sedikit aneh. Dorongrong? Ryongdrong?"

Ah, sial. Pupus harapanku.

"Dongryong?"

"Nah, itu! Pokoknya dia pria berkacamata dengan gaya rambut yang kuno." ujar Jisoo.

Sudah pasti itu Dongryong. Ah, kenapa rasanya aku kecewa ya? Padahal berharap Niseul yang datang saja sudah tidak mungkin. Untuk apa dia datang jauh-jauh ke Saechon untuk menemuiku? Dan lagipula dia juga tidak tahu kalau aku ada di sini.

Bodoh sekali.

"Oiii! Jungpal-aaah!" Dongryong melambai-lambaikan tangan menyapaku. "Woah, kau terlihat seperti jagoan saat berjalan ke arah sini. Apalagi pakai balas-balas hormat segala."

"Ck, apa sih. Kau ngapain ke sini?" ujarku pura-pura cuek. Namun bibirku menyunggingkan senyum.

"Sebenarnya bukan aku yang ingin ke sini, tapi ya sekalian jalan-jalan sih." Dongryong lalu menoleh dan bicara pada seseorang. "Nih orangnya sudah datang! Katanya mau bilang terima kasih?!"

"Aku mau minta maaf bukan bilang terima kasih!!!" seru orang tersebut.

Sepertinya aku kenal dengan pemilik suara ini. Aku melangkah keluar gerbang dan mengikuti arah pandang Dongryong. Itu Niseul, di tangannya ada bingkisan berwarna biru seukuran kotak makan Sunwoo. Melihatnya di depanku tiba-tiba aku kehilangan kata-kata.

"Eh, anu.. Jungpal-ssi.."

"Ya! Hanya anak gang Ssamundong yang boleh memanggilnya Jungpal!" komentar Dongryong.

Tapi komentar itu dihiraukan Niseul. "..maaf karena aku sudah merepotkanmu berkali-kali. Aku bahkan baru sadar kemarin kalau aku belum bayar minumanku yang di cafe! Dan waktu aku mabuk juga.. pokoknya untuk semuanya, aku minta maaf-"

"Tidak apa-apa kok." ujarku dengan cepat. Bahkan terlalu cepat. Aish, aku jadi malu sendiri.

"Eng, kalau begitu.." Ia lalu menyodorkan bingkisan biru itu padaku. "Ini sebagai permintaan maafku. Aku tidak enak karena tidak membayar minumanku, jadi terimalah."

"Waenyol, karena segelas green latte kau membelikannya komik seri?! ACK!!!" Dongryong mengusap rusuknya yang kena sikut oleh Niseul. "Aish, kau ini tidak bisa tidak kasar ya? Jungpal-ah, walaupun ini bukan komik dewasa, kau tidak akan kecewa dengan isinya. Aku secara pribadi memilihkannya untuk-"

"Pokoknya!" potong Niseul, ia menyodorkan bingkisan itu ke dadaku. "Ini untukmu, aku.. pamit dulu. Annyeong!"

"Ya! Kau mau kemana? Hey, tunggu!!!"

Dongryong mencoba mengejar Niseul yang melangkah dengan cepat setelah memberikan bingkisan itu padaku. Aku hanya berdiri mematung memandangi mereka berdua. Di saat seperti ini.. kenapa aku selalu tidak bisa bergerak? Kenapa keraguanku selalu menghambatku untuk bertindak?

Tiba-tiba aku memikirkan beberapa kemungkinan.. bagaimana jika aku diam saja, Dongryonglah yang akan naksir Niseul? Bagaimana kalau mereka jadi dekat dan...

Aku tidak boleh membiarkan hal itu terjadi lagi kan?

Karena itu aku mengejar Niseul dan menepuk pundaknya.

"Niseul-ssi," ujarku, suaraku terdengar lebih lantang dari yang aku harapkan. "Sepertinya sebentar lagi jam makan siang, mau makan bersama?"

Sides (Reply 1988)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang