(Selamat pagi, semoga part 2 ini bisa menghibur yaa, selamat membaca :D)
Carissa
Aku terus memandangi Alika, tenggelam dalam lamunanku.
"Kamu mau punya anak juga ya Yang?" Raka tersenyum padaku. Dia juga terus memandangi Alika. Aku diam, tidak menjawab pertanyaannya.
"Kalau nanti anak kita lahir dan dia perempuan, dia pasti bakal cantik banget kaya kamu. Kalo laki-laki pasti ganteng lah kaya Ayahnya." Kata Raka lagi, kali ini dia menatapku lekat sambil tersenyum memamerkan deretan giginya yang putih. Aku tersenyum miring mengejeknya.
"Yakin nih udah mau punya anak? Sama bau minyak telon aja ngga tahan. Gimana nanti kamu urus anak kita?" Kataku menggodanya. Aku tahu, aku pasti terdengar seperti orang jahat. Tapi aku suka sekali menjahili suamiku ini. Raut wajahnya kali ini berubah, dia cemberut. Tapi dia malah kelihatan seperti anak kecil yang marah karena tidak diberi permen.
"Kamu jangan bahas-bahas minyak telon deh. Aku bakalan berubah kok buat kamu sama anak kita, beneran. Tapi pelan-pelan ya sayang." Katanya sambil menggenggam tanganku erat. Aku terkesima, ngga nyangka juga jawaban yang aku dapet seserius ini.
"Nah gini dong Yang pake aku-kamu. Kan enak dengernya. Kita kan bukan temen lagi kan Yang, kita udah jadi suami-istri." Katanya sambil senyum jahil, aku melotot dan memukul bahunya pelan.
"Ish, lo ngeselin deh Raka." Raka buru-buru membungkam mulutku sambil tertawa, aku cuma berusaha meronta-ronta sambil ikut ketawa.
" Raka, Caca sini sebentar nak." Tante Elisa menggenggam kedua tangan kami dan menarik kami menuju tempat Alika. Aku bisa melihat wajah Raka kali ini berubah pucat. Sangat pucat. Pasti karena bau minyak telon yang sangat menyengat ini, meskipun jarak kami masih jauh dari Alika aku sudah bisa mencium bau minyak telon yang sangat kusukai. Oh ya, tidak dengan Raka. Aku menggenggam erat tangan Raka. Hey, aku tahu aku selalu kasar padanya. Tapi sebenarnya aku sangat mencintainya.
3 langkah lagi dan kami akan sampai ke tempat Alika, tapi Raka lalu menutup mulutnya dan melepas tangan Tante Elisa. Dia mengeluarkan suara "hoeeek". Lalu pergi ke kamar mandi. Aku melotot kaget memandang kepergian Raka. Aku lalu berputar memandang Tante Elisa.
"Tante maaf, Raka kan gak suka minyak telon Tante. Dia jadi kaya begitu kalo cium minyak telon, maaf ya Tante. Aku susul Raka dulu ya Tante." Tante cuma mengangguk dan melepas tanganku. Aku bisa melihat raut wajah Tante Elisa terlihat merasa bersalah. Tapi kan ini bukan salah Tante, aku langsung menyusul suamiku ke toilet.
* * *
Raka
Aku membenci diriku sendiri. Ya, mana ada laki-laki selemah aku seperti ini. Mencium minyak telon saja sudah berhasil membuatku ingin memuntahkan semua isi perutku. Aku membasuh wajahku di wastafel, mengamati pantulan diriku di cermin. Aku jadi teringat kejadian tadi, saat Caca istriku muntah. Kenapa dia tiba-tiba muntah? Apa mungkin saat ini dia sedang mengandung anakku? Memikirkannya saja sudah membuat hatiku bahagia setengah mati.
"Raka, sayang buka pintunya. Lo.. Eh maaf, kamu baik-baik aja sayang?" Kata Caca sambil mengetuk-ngetuk pintu toilet dengan tidak sabaran. Aku tersenyum mendengar suara istriku. Dia sangat manis sekali, bahkan sekarang dia sudah mulai memanggilku dengan aku-kamu. Karena kami sudah kenal dari zaman kuliah dulu kebiasaan manggil lo-gue terus terbawa sampai menikah. Tapi sekarang dia sudah mulai terbiasa dengan panggilan baru kami. Oke, aku terlalu mempermasalahkan masalah kecil ini. Aku membuka pintu toilet dan bersandar di tembok menatapnya. Wajahnya terlihat sangat cemas.
"Sayang kamu mau pulang aja?" Tanyanya. Aku menggeleng dan tersenyum. Aku mendekat ke arahnya tapi dia memajukan tangannya. Menahanku untuk tidak dekat dengannya.
"Gu-aku baru pake minyak telon Raka." Katanya sambil mundur selangkah. Aku tidak peduli, aku mendekati istriku dan menciumi lehernya dengan lembut. Ciumanku beralih ke bibirnya yang lembut. Caca melepaskan ciumanku dengan cepat, wajahnya memerah.
"Apaan sih Raka. Jangan disini dong, kamu keterlaluan banget deh." Aku kembali mengecup bibir istriku, kali ini dengan cepat.
"Oke, kalo gitu kita lanjutin nanti di rumah ya Ca. Karena kamu yang minta, nanti bakal aku kasih lebih dari ini." Pipi Caca makin merona, rasanya aku ingin cepat-cepat pulang agar bisa berduaan dengan istriku ini. Tiba-tiba aku teringat sesuatu
"Sayang, kamu pusing?" Tanyaku. Caca mengernyit lalu mengangguk
"Kok kamu tahu sih? Iya, kepala aku pusing banget. Udah dari tadi pagi sebenernya, kirain bakal sembuh sendiri tapi ternyata masih kerasa sampe sekarang." Katanya sambil sedikit manyun, sebelum aku sempat menjawab dia langsung membungkam mulutku dan kembali bicara, "jangan marah dulu. Kamu ngga usah khawatir, besok juga pasti sembuh. Maaf aku ngga cerita, aku ngga mau bikin kamu khawatir." Aku diam, agak kesal sebenarnya karena dia ngga cerita kalo dia sakit dari tadi pagi.
"Kamu mual juga?" Kataku lagi. Caca kembali mengernyit, lalu mengangguk dengan ragu.
"Emang kenapa sih Raka?" Aku tersenyum, lalu mengelus perut istriku yang masih rata. Ya, saat ini masih rata. Tapi tunggu 5 bulan lagi. Istriku pasti akan berubah makin cantik dan seksi dengan perut buncitnya.
"Mungkin dia udah ada di dalem, di rahim kamu." Aku terus mengelus perutnya. Wajahnya kembali merona.
"Kamu ngaco deh, Raka kita baru nikah 2 minggu. Ngga mungkin secepet ini tau Ka. Aku ngga mau ngasih kamu sama keluarga kita harapan palsu. Aku ngga mau ngecewain kamu." Wajahnya berubah menjadi sedih. Aku ikut sedih melihat istriku saat ini, dia terlihat sangat terbebani dengan hal ini. Aku mengelus pipinya dengan ibu jariku
"Aku membebani kamu ya Sayang?" Caca membelalak kaget lalu menggeleng
"Ngga sama sekali, membebani apa sih Raka? Yang ada justru aku yang membebani kamu. Maaf sayang."
"Tapi kamu harus percaya ya Yang, ngga ada yang ngga mungkin loh. Toh dalam 2 minggu ini kita intens juga kan ngelakuin itu? Besok periksa ke dokter ya Yang?" Kataku sambil menyeringai jahil, Caca cuma ketawa-ketawa sambil memukul dadaku.
"Nggak. Aku cuma masuk angin aja." jawabnya singkat, padat dan jelas. Aku menariknya ke dalam pelukanku. Berusaha mendaratkan bibirku di bibirnya. Tapi ketukan pintu itu menggagalkan semuanya.
"Om Rakaaa, Tante Cacaaa lagi pada ngapain sih? Betah banget di toiletnya. Ara pengen pipis Ooom, Tanteee." Dan teriakan Ara, keponakan kami berhasil mengganggu waktu berdua kami. Oh dan aku baru menyadari sesuatu, sepertinya aku sudah mulai bisa berdamai dengan bau minyak telon :)
* * *
Saat ini kami sedang berkumpul di Ruang Keluarga. Acara syukuran Alika sudah selesai dan semua tamu sudah pulang. Sekarang yang tersisa di ruangan ini adalah keluarga besar kami. Perbincangan pun berputar di sekitar masalah keluarga.
Tante Elisa memanggil Raka dan Caca ke tempatnya. Saat ini Tante Elisa sedang menggendong Alika.
"Kamu yakin tahan Yang? Ngga usah maksain juga Ka. Tunggu aja disana ngobrol sama Ibu, Om, Tante" kata Caca sambil menggenggam tangan Raka. Raka tersenyum
"Ngga deh, aku kan pengen liat Alika juga. Sekalian latihan juga kan Yang." Raka dan Caca sudah ada dihadapan Tante Elisa dan Alika sekarang.
"Halo Om, Tante. Ini Alika keponakan baru Om dan Tante." Tante Elisa menirukan suaranya seperti anak kecil. Caca memandang Raka dan mereka berdua saling tersenyum.
"Kamu kuat?" Kata Caca berbisik di hadapan Raka. Raka mengernyit kesal lalu mencubit hidung istrinya
"Kuat laah, emang aku selemah itu apa? Bau minyak telon ngga bisa menahan aku untuk liat little princess yang manis ini. Nanti kita juga harus punya satu ya, biar Alika ada temen mainnya." Caca mencubit perut suaminya sambil tertawa kecil. Raka cuma bisa meringis sambil ikut tertawa juga. Tante Elisa juga ngga mau kalah, ikutan ketawa liat tingkah ponakannya dan suaminya.
"Tante tunggu ya."
"Siap Tante." Jawab Raka, yang berdua ini malah ketawa cekikikan.
"Kamu mau gendong Alika Ca?" Kata Tante Elisa sambil memajukan Alika dari dekapannya. Caca melotot kaget. Dia terlihat ragu.
"Emangnya boleh ya Tante?" Jawab Caca polos. Raka malah langsung nyamber aja,
"Biar Raka aja Tante. Raka mau gendong Alika." Gitu katanya. Caca juga gak mau kalah, langsung nyamber juga
"Jangan Tante, daripada di gendong Raka mending aku aja yang gendong. Entar kalo penyakitnya kumat lagi kan nyusahin juga yaa Tante." Kata Caca sambil memeletkan lidahnya ke arah Raka.
"Yaelah Yang, ini bukan penyakit juga kali." Kata Raka sambil manyun.
"Sana deh jauh-jauh Raka, nanti kamu muntah lagi kaya tadi. Aku sama Alika kan team minyak telon hahaha." Kata Caca sambil tertawa dengan renyah. Sekarang Alika sudah ada dalam dekapannya. Caca mengagumi wajah keponakannya yang bulat dan putih. Alika ini mewarisi wajah Ayahnya, pikir Caca.
"Cantik banget ya Alika." Raka menyandarkan kepalanya di bahu Caca. Caca memandang wajah suaminya, yaelah dia pake masker ternyata, sedikit pengaruh juga mungkin ya -__-
Raka berbisik di telinga Caca, " pulang rumah nanti kita harus langsung bikin ya Sayang." Caca melotot, tapi wajahnya memerah. Raka cuma cengengesan liat wajah istrinya yang memerah.
"Mba Caca, Raka. Apa kabar? Maaf aku baru bisa ketemu sekarang." Riana datang bersama Frans, suaminya. Caca menghembuskan nafasnya dengan berat. Yaa, masalah mungkin akan segera datang, pikirnya.
* * *
Yaaa part 2 selesai :D
Terimakasih untuk teman-teman yang udah mau baca cerita ini, maaf juga yaa kayanya part ini kurang rame dan memuaskan yaa karena saya sebagai penulis juga merasa ada sesuatu yang kurang .__.
Ya tapi semoga senang yaa setelah baca cerita ini hehe :3
KAMU SEDANG MEMBACA
My Husband and Minyak Telon (TAMAT)
Historia CortaCerita tentang Raka yang ngga suka minyak telon dan istrinya Carissa yang suka banget minyak telon .__. Apakah perbedaan kecil ini bisa membuat mereka berpisah?