(Selamat siang lagi hehe
Tangan gatel juga pengen nulis part yang ke-3 .__.
semoga part 3 ini menghibur yaa :D)
Carissa
Aku tahu tadi aku sudah bertekad bahwa aku akan berusaha akur dengan sepupuku yang cantik ini. Tapi melihat seringaiannya yang mengejek itu aku sudah tidak tahan lagi. Amarahku rasanya kembali muncul. Untung saja aku masih punya tata krama. Mengingat disini ada keluarga besar kami, niatku untuk menjambak rambutnya kuurungkan. Aku tahu, aku terdengar sangat jahat bukan? Aku tidak perduli, Riana lah yang membuatku seperti ini. Dia yang memulai semuanya. Lihat, dia tersenyum sinis padaku. Aku menarik nafasku dan menghembuskannya dengan pelan. Lalu memandang bayi mungil yang ada dalam dekapanku. Dan dengan ajaibnya Alika bisa menenangkan hatiku, rasa marah dan kesal yang tadi ada dalam benakku hilang seketika. Ya, aku yang harus memulainya. Berbaikan dengan Riana. Setidaknya aku sudah berusaha, iya kan?
"Baik Riana, selamat ya atas kelahiran Alika." Riana mendekatiku dan suamiku. Aku bisa lihat dia menyeringai licik padaku. Heh, perempuan ini sudah menjadi ibu tapi sikapnya tidak berubah. Tidak, Caca jangan seperti ini! Kamu harus mulai akur sama Riana. Demi semuanya.
"Terimakasih ya Mba Caca. Mba aku pengen gendong Alika ya." Riana mengambil Alika dari dekapanku. Ada perasaan sedih yang aku rasakan, sedih karena Alika diambil dari dekapanku. Raka cepat-cepat melingkarkan tangannya di pinggangku, dia tersenyum lembut ke arahku.
"Kalian ngga apa-apa nih keduluan sama aku dan frans? Mba Caca harus cepet-cepet nyusul dong Mba. Mba ngga malu disusul sama adiknya punya anak duluan?" Riana menyunggingkan senyum sinisnya. Frans melotot ke arah Riana,
"Kamu kok bicaranya gitu sih? Kamu ngga boleh gitu Riana!" Frans terlihat agak marah. Aku hanya diam. Lihat kan, mulut berbisanya sudah mulai beraksi. Meladeni Riana sama saja dengan membuang-buang tenaga dan energi positif yang ada di tubuhmu. Lagipula aku cukup baik hari ini karena tidak meladeni Riana. Aku tidak ingin membuatnya malu di acaranya hari ini.
"Kita ngga buru-buru kok, let it flow aja. Lagian kan kita baru nikah 2 minggu Na. Tenang aja, Alika pasti kita kasih sepupu kok." Raka tersenyum dengan percaya diri. Raina cuma manggut-manggut dengan masih menyunggingkan senyum sinisnya.
"Oh iya, kalian inget kan sama sahabat-sahabat aku? Pingkan dan Amara?" Dan tiba-tiba udah ada 2 orang perempuan yang berdiri di samping Riana. Ya tentu saja, mana mungkin aku lupa sama dua orang SAHABAT Riana ini yang juga merangkap sebagai mantan-mantannya Raka.
"Selamat ketemu mantan ya. Kamu pasti seneng kan? Dua lagi mantannya." Bisikku pada Raka. Raka cuma melotot, sedetik kemudian wajahnya berubah lagi. Sekarang dia malah tersenyum jahil.
"Kamu cemburu ya Ca? Tenang aja Sayang, cuma ada kamu aja kok di hati aku." Aku memeletkan lidahku, mengejek Raka.
"Permisi," kataku singkat. Raka menahan tanganku yang sudah mulai berjalan.
"Kamu mau kemana?" Katanya
"Mau cari udara seger, kamu disini aja reuni sama temen-temen kamu." Lalu aku pergi tanpa memperdulikan apakah Raka mengikutiku dari belakang atau tidak.
* * *
Dan kenyataannya Raka tidak mengejarku. Agak sakit juga sebenarnya karena aku berharap Raka akan datang kesini dan menenangkanku, seperti yang biasa dia lakukan. Aku merasa tidak nyaman berada di satu lingkungan dengan Riana dan teman-temannya. Berada diantara mereka membuatku mengingat kembali kejadian waktu itu. Air mata menetes dari mataku, sial mereka tiba-tiba datang dan datangnya juga keroyokan. Aku terus mengusap mataku. Air mataku tidak mau berhenti.
"Sayang, kamu ngga apa-apa?" Kata Raka terdengar sangat khawatir.
"Jangan kesini." Kataku berusaha menahan suaraku agar tidak terdengar habis menangis oleh Raka
"Sayang.." Raka mengusap bahuku.
"Raka, please tinggalin aku sendiri." Raka memelukku dari belakang. Dia membenamkan wajahnya di bahuku. Menciumnya dengan lembut dan dalam.
"Jangan di inget-inget lagi Sayang. Ada aku disini. Mereka gak akan pernah nyakitin kamu kaya dulu lagi. Aku bakal selalu lindungin kamu." Raka mempererat pelukannya. Aku pun menangis sejadi-jadinya. Aku membalikkan tubuhku dan memeluk Raka dengan erat. Aku ngga mau ngelepasin Raka. Aku juga ngga mau ditinggal Raka.
"Riana ngga harus ngomong kaya gitu tau! Apa coba maksudnya ngomong kaya tadi. Dia itu udah jadi Ibu! Seharuanya dia itu jaga sikap. Dan itu lagi, kenapa sih mantan-mantan kamu harus dateng keroyokan kaya gitu? Aku yakin kok di dalem bukan cuma ada Pingkan sama Amara. Pasti masih banyak kan mantan-mantan kamu yang lain disana! Aku ngga suka sama mereka semua. Gara-gara mereka aku di judge cewek gak bener, gara-gara mereka aku hampir di DO dari kampus, gara-gara mereka juga aku kehilangan sahabat-sahabat aku. Hidup aku menderita gara-gara Riana dan temen-temennya." Semuanya aku tumpahkan di hadapan Raka, apa yang ada dalam otakku saat itu langsung aku keluarkan. Raka hanya diam, dia mendengarkan keluh kesahku dan terus mengusap puncak kepalaku dengan lembut.
"Aku tau kamu perempuan yang baik Sayang. Aku yakin kamu juga gak mau kan gini terus sama Riana? Aku yakin dalem hati kamu, kamu pengen baikkan sama dia. Bagaimanapun juga kalian kan saudara." Aku diam, masih belum mengerti arah pembicaraan Raka saat ini.
"Kamu harus percaya aku bakal lindungi kamu Sayang. Kamu sayang kan sama Alika? Kalian harus akur ya, demi Alika Yang, kamu ngga mau kan ngasih contoh gak baik buat ponakan kita?" Aku terdiam. Ya, aku ngga mau Alika tumbuh dan mewarisi sifat ibunya. Dan apa yang Raka bilang tadi benar, aku juga harus memberi contoh yang baik pada Alika. Seenggaknya kalo aku mengalah Riana dan berusaha akur dengan Riana dia ngga akan berlaku macem-macem juga kan? Aku mengangguk lalu kembali memeluk suamiku dengan erat.
* * *
Raka
Aku tahu apa yang Caca alami selama ini sangat berat. Riana selalu mempersulit hidupnya. Aku sendiri ngga suka sama Riana. Kuliah satu kelas sama dia membuat aku kurang-lebih tahu wataknya. Dia memang tidak suka pada Caca. Terbukti dengan ulah-ulahnya yang selalu memojokkan Caca saat kuliah dulu. Aku kira setelah 4 tahun berlalu sikapnya akan sedikit berubah. Tapi nyatanya dia malah makin berulah, kali ini keluarga besarpun selalu jadi medianya saat menyebar gosip-gosip tidak baik tentang Caca. Kalau aku jadi Caca mungkin aku juga akan melakukan hal yang sama, tidak. Aku akan melakukan lebih. Mungkin aku sudah mendorongnya dari tangga kalau aku jadi Caca. Keterlaluan? Memang. Tapi aku rasa Riana pantas mendapat hal itu. Sudah kubilang Caca terlalu baik, dia hanya bisa memendam rasa kesal dan marahnya dan menyimpannya sendiri. Dia selalu mengeluh padaku ingin menjambak rambut Riana, tapi nyatanya? Dia tidak pernah melakukan hal itu. Sedangkan Riana? Dia telah melakukan banyak hal tidak baik pada Caca. Mulai dari mereka TK sampai sekarang Riana selalu berulah.
Kejadian yang paling parah terjadi saat kami kuliah. Dia menyebarkan gosip bahwa Caca adalah perempuan bayaran dan selalu menghabiskan malam dengan para om-om. Tidak jelas alasan Riana kenapa dia menyebarkan gosip murahan macam itu. Alhasil semua teman-teman kampusku mencomooh Caca, semua sahabatnya menjauh darinya dan karena hal itu pihak kampus hampir men-DO Caca, tapi gosip itu terbantahkan karena kebenaran terungkap. Justru Riana-lah yang dikeluarkan dari kampus. Belum cukup sampai disana, Riana lalu merebut pacar Caca. Ya, si brengsek Frans yang saat ini telah menjadi suaminya adalah mantan Caca. Mereka telah bertunangan tapi saat itu Frans meninggalkan Caca untuk menikah dengan Riana. Dan masih banyak lagi ulah Riana yang sangat menjengkelkan. Wajar saja kan kenapa Caca sangat kesal dan marah pada Riana?
Aku mengedarkan pandanganku ke sekeliling Ruang Keluarga ini. Lalu berhenti di satu titik.
Si brengsek Frans sedang mengamati istriku dengan.. tatapan sendu? Dia terus mengamati istriku dan tersenyum melihatnya. Aku sudah memandanginya dengan tatapanku yang tajam tapi hal itu tidak juga membuatnya kembali ke alam sadarnya. Aku mempererat rangkulanku di pinggang Caca. Caca yang dari tadi sedang mengobrol dengan seluruh keluarga langsung memandangku bingung
"Ada apa kehmpffh..." Belum sempat Caca melanjutkan kata-katanya aku lalu membungkam bibir Caca dengan bibirku. Di depan seluruh keluarga. Ya, seluruh keluarga. Aku tahu perbuatanku saat ini sangat tidak sopan dan memalukan. Tapi aku benar-benar kesal dengan si brengsek Frans. Hah, berhasil kan? Sekarang si Frans itu langsung mengerjap dan menghampiri istri dan anaknya. Memang itulah yang seharusnya kau lakukan dari tadi. Ujarku dalam hati.
Caca meronta-ronta minta di lepaskan. Aku lalu mundur, wajah Caca memerah. Dia memukul dadaku dan menunduk. Semua keluarga yang tadi melihat aksiku langsung bersorak dan bertepuk tangan, seolah-olah melihat suatu kejadian yang sudah ditunggu-tunggu. Sekali ini saja istriku, aku tidak mau laki-laki itu datang kembali dan merebutmu dari sisiku.
* * *
Part 3 selesai :D
Lagi-lagi mau mengucapkan terimakasih banyaaak buat teman-teman yang udah mau meluangkan waktunya buat baca cerita aku yang ngga bagus ini .__.
Masih banyak banget kesalahannya, jadi maaf yaa teman-teman kalo misalnya kurang rame atau feelnya ngga dapet atau gimanaa gitu hehe
Mohon kritik dan sarannya juga yaa hehe, terimakasih :D
KAMU SEDANG MEMBACA
My Husband and Minyak Telon (TAMAT)
القصة القصيرةCerita tentang Raka yang ngga suka minyak telon dan istrinya Carissa yang suka banget minyak telon .__. Apakah perbedaan kecil ini bisa membuat mereka berpisah?