Raka
Dan sekarang Caca membalikkan keadaan. Sekarang malah Caca yang cuek padaku, dia tidak berbicara sedikitpun padaku semenjak kejadian di taman tadi. Memang malam ini Caca tidak banyak bicara, tapi aku bisa merasakan perubahan aura Caca. Caca sepertinya-dan memang benar-marah padaku.
"Kamu marah ya sama aku Sayang?" Tanyaku sambil menunduk memandangi wajahnya. Caca mendongak lalu menggeleng, setelah itu dia kembali tertunduk. Sibuk dengan makanan yang ada di hadapannya.
"Kalau ngga marah kenapa jadi gini sih? Jangan gini dong Sayang." Kataku frustasi sambil mengacak-acak rambutku. Aku benar-benar tidak ingin Caca marah padaku. Lihat kan, tadinya aku yang berniat marah pada Caca dan aku ingin Caca membujukku, tapi sekarang yang ada malah terbalik. Aku benar-benar frustasi saat ini.
Tidak ada respon, oke. Aku tahu benar saat itu Caca sedang bete. Dan ini gara-gara sikapku yang kekanak-kanakan.
"Caca.."
"Shhhh" kata Caca menyelaku dengan cepat, dia menempelkan telunjuknya di bibirnya dan melotot padaku. Aku menggumamkan istighfar berkali-kali dalam hati, bukannya takut aku malah merasa gemas ingin melahap bibir merah Caca saat itu juga. Aku bersumpah setiap gerak-gerik Caca selalu membuatku, emm.. bergairah. Ya, aku sudah gila kan. Otakku dipenuhi dengan Caca.* * *
Caca
Kami sudah ada di perjalanan pulang sekarang. Aku terdiam memandangi jalanan yang ada di depan kami.
"Kita terlalu cepet ga sih Raka?" Tanyaku setengah melamun, aku bersumpah aku tidak benar-benar menyadari apa yang aku katakan saat itu, kata-kata itu keluar begitu saja. Aku terus mengelus lembut perutku sambil menunggu jawaban Raka.
"Mau aku lambatin mobilnya Yang?" Tanya Raka, aku mengernyit lalu menggeleng. Maksud aku kan bukan mobilnya.
"Bukan mobilnya. Tapi kita." Jawabku gemas.
"Gimana Yang? Maksud kamu apa?" Aku memandangi Raka dari samping. Lalu aku mengambil nafas dan menghembuskannya dengan keras, Raka tampan sekali. Cepat atau lambat Aku harus melepaskan suamiku ini sesegera mungkin, melepaskannya dari semua beban dan kesedihan yang selama ini dia rasakan.
"Apa kita terlalu cepat? Aku, kamu pacaran. Terus kita nikah. Apa itu ngga terlalu cepet? Apa kita udah bener-bener mengenal satu sama lain? Untuk pertanyaan itu kayaknya aku bener-bener gak masuk kriteria istri yang baik. Kenapa kamu ngga suka minyak telon aja aku baru tahu baru-baru ini, dan selama ini aku selalu nyiksa kamu dengan terus-terusan pake minyak telon tiap hari. Aku terlalu egois. Dan, aku hamil, kita akan punya anak. Apa itu ngga terlalu cepet?" Raka langsung menghentikan mobilnya dan membalikkan tubuhnya menghadapku. Aku tahu dari mata Raka saat ini dia sedang merasa marah, kesal, dan sedih. Lihat kan, aku memang bukan istri yang baik untuknya.
"Kamu nyesel dengan semua yang udah kita lakuin Carissa?" Aku terperanjat kaget. Raka tidak pernah menyebut nama lengkapku, pernah sebenarnya tapi itu saat kita baru kenal. Kalau Raka menyebutku dengan 'Carissa' pasti dia sangat sangat marah saat ini.
"Aku ngga masalah dengan kamu yang nyesel udah nikah sama aku, tapi kamu menyesal karena kamu hamil, kamu mengandung anak aku, aku bener-bener gak nyangka Carissa." Mulutku sukses menganga saat itu, mataku juga ikut membelalak. Bingung dengan kejadian ini.
"Aku ngga nyesel, tunggu kamu salah ngerti Raka. Aku cuma tanya apa ini ngga terlalu cepat? Mungkin seharusnya dulu kita lebih mengenal satu sama lain dulu, mungkin kita terlalu cepat.."
"Iya itu berarti kamu nyesel kan Carissa." Sela Raka cepat membentakku. Aku menunduk memandang kedua tanganku yang sekarang sudah terkepal. Aku sangat takut, dan sedih. Seingatku Raka tidak pernah membentakku seperti tadi, dia tidak pernah semarah ini. Aku terus menunduk, tidak berani melihat wajah Raka saat itu. Tiba-tiba aku merasa ada sebuah tangan hangat yang menyentuh pipiku yang sudah basah karena air mata. Raka mengangkat wajahku hingga sekarang aku bisa dengan jelas memandangnya, memandang wajahnya yang saat ini terlihat sedih dan juga khawatir.
"Maafin aku Sayang, aku gak bermaksud kasar. Maaf aku keterlaluan." Aku menggeleng dan melepaskan tangannya dari pipiku.
"Ngga apa-apa. Aku mau turun disini aja, aku naik taksi dari sini. Makasih atas tumpangannya Raka." Aku hendak melepas sabuk pengamanku tapi Raka buru-buru menahan tanganku
"Jangan pergi. Kamu jangan aneh-aneh deh Sayang, kamu gak boleh kemana-mana. Aku mohon, jangan pergi lagi. Aku mau kamu di samping aku."
"Aku mau sendiri Raka. Tolong biarin aku pergi, aku cuma butuh waktu buat sendiri dulu." Perlahan Raka melepas tangannya dari tanganku, aku menangkap rasa tidak rela dari matanya, tapi aku memang butuh udara segar sekarang. Aku butuh sendiri. Kalian tahu, mencintai lelaki ini membuatku bahagia dan sedih di waktu yang bersamaan.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Husband and Minyak Telon (TAMAT)
Historia CortaCerita tentang Raka yang ngga suka minyak telon dan istrinya Carissa yang suka banget minyak telon .__. Apakah perbedaan kecil ini bisa membuat mereka berpisah?