Part. 12 - Distance

538 30 0
                                    

P.S : Disamping ada foto Vivian Sky buat yang penasaran ;)

P.P.S: Kalau ngga ada anyone's POV tertera sebelum paragraf itu berarti author's POV ya soalnya menurut aku kerenan gitu hihihi ;;)

HAPPY READING XX

___________________________________

Niall menatap seorang gadis yang sekarang sedang sibuk membersihkan bajunya akibat kecelakaan kecil dikarenakan oleh kecerobohannya. Dipandangnya lekat-lekat lekukan samar di ujung rambut gadis itu, sementara yang sedang diperhatikan malah mengedarkan pandangannya ke arah lain. Setiap kepingan sel di otaknya seperti mulai merespon akibat dari kejadian tadi, sehingga Niall berusaha menutupi kegugupannya dengan mengelus tengkuknya yang terasa dingin.

“Niall Horan. Sepuluh C.” Niall mengayunkan tangannya pelan, sambil menunggu gadis ini menyambut uluran tangannya. Semula ia tampak terkejut, lalu semua tergantikan oleh sebuah ukiran senyum, “Vivian Sky. Sepuluh E. Senang berkenalan denganmu.”

Sky. Nama belakang yang unik karena si pemilik nama memiliki warna mata hitam pekat yang sangat kontras dengan pengertian nama belakangnya. Jarang sekali bisa menemukan warga Inggris yang memiliki warna rambut asli coklat dengan mata hitam seperti itu; mengingat dominan warna mata murid-murid Midwest adalah biru atau sparkling green.

Mereka masih nyaman dalam diam. Sibuk dengan pikiran mengenai pendapat tentang masing-masing. Keduanya seperti tak sedang berada di Midwest, karena mereka tak terlalu mempedulikan bisikan-bisikan kecurigaan dari murid-murid yang merasa Niall dan Vivian menghalangi jalan mereka. Dan Niall bahkan tak menyadari sorot mata mematikan yang berasal dari belakangnya.

Alya masih di sana, memandang nanar sambil terus mengumpat Niall di dalam hatinya.

Niall bahkan masih terlihat asik berbincang dengan gadis itu saat ia berlari pelan ke ruang musik yang sudah hampir dicapainya.

Dada Alya terasa sesak sekarang. Tentu saja, karena gadis itu telah mencuri seluruh oksigennya.

***

Alya’s POV

For God’s sake, what happened with you today, Miss Rhodes?”

Aku menatap lemah ke arah Mister Franklin yang mulai kehilangan kesabaran.  Tuts-tuts piano tak bersalah itu selalu kutekan dengan sangat emosi ketika aku mendengar suara tertawa Niall atau bahkan suara batuknya, tak peduli meskipun aku tengah memainkan Fur Elise dari Beethoven dan aku menghancurkan reputasiku.

Aku bahkan bisa menyelesaikan Symphony 9 hanya dengan dua putaran latihan ditambah dengan duapuluh menit menghafal not, dan aku SEHARUSNYA bisa dengan menutup mata menyelesaikan Fur Elise. Tapi kejadian yang tertangkap di mataku tadi terus saja membuatku kesal sehingga aku tak bisa berkonsentrasi.

Okay, break time for you, Miss Rhodes. Silahkan kembali ke tempatmu dan selanjutnya Mister Payne.” Mister Franklin segera memanggil nama Liam setelah ia mendengus lembut. Aku tak pernah mengecewakan Mister Franklin sebelumnya, kami adalah tim yang baik. I blame Niall and his new girl-friend for this.

“Apa yang terjadi padamu, Rhodes kecil? Tadi kau berlagak tuli ketika Niall memanggilmu, dan sekarang kau mencemarkan nama sempurnamu langsung di hadapan Mister Franklin?” Lillian menyerangku sesaat setelah bokongku menyentuh lantai yang dingin, “Ini pasti serius. Karirmu, kah?”

Aku meluruskan kaki-kaki tegangku akibat berlari tadi, “Alma sudah mengatur semuanya secara sempurna.”

“Lalu, ada apa?”

Unsaid WordsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang