Part. 24 - One Sweet Day

306 26 7
                                    

Alya's POV

I'll spread my wings
And I'll learn how to fly
Though it's not easy to say goodbye
I gotta take a risk
Take a chance
Make a chance
And breakaway
Out of the darkness into the sun
But I won't forget the place I come from
I gotta take a risk
Take a chance
Make a change
And breakaway, breakaway, breakaway

Alunan halus gitar akustik milik Alma berhenti seiring dengan teriakan yang menggema ke seluruh ruangan. Aku dan Alma sudah melewati malam ini dengan sangat luar biasa. Keseruan, kegembiraan dan semangat menyeruak menjadi satu menciptakan atmosfir yang menghangatkan. Satu lagi momen indah tercetak tebal di sejarah hidupku. Semuanya terasa sangat sempurna; well, hampir.

"Jadi, kudengar lagu terakhir malam ini diciptakan oleh Alya sendiri?"

Aku yang sedari tadi memandang nestapa pada bangku tak bertuan di sebelah kanan dan kiri Zayn malah gelagapan karena topik pembicaraan tiba-tiba diarahkan padaku.

"Oh, errr.. well, yeah."

Suara teriakan gaduh kembali memenuhi ruangan. Aku tersenyum seadanya sembari mencoba menenangkan mereka.

"Lagu itu memiliki arti yang sangat dalam, kan? Mungkin kamu ingin berbagi mengenai lagu itu pada kami."

Aku menahan napas. Mengalihkan tatapanku pada Alma yang sedang tersenyum bersahaja ke arahku sembari mulai memetik halus benda tersayangnya itu. Mataku kembali melirik ke deretan pertama bangku penonton; dua orang yang kuharapkan sedang duduk disana tersenyum bangga ke arahku entah berada di mana sekarang.

"As the title called Oxygen, lagu ini mewakili senandung hati saat mencintai seseorang. Lagu ini seperti perasaan dimana kau selalu merasa sesak nafas dan jantungmu berpacu lebih kencang, dan kau tak bisa mengatur dirimu sendiri karena…"

Aku menggigit bibir bawahku, tak kuasa melanjutkan penjelasan berikutnya.

"… karena kau mencintai pria tersebut dengan sepenuh hatimu. Namun sayangnya karena itu kau bahkan tak memiliki kesempatan serta keberanian untuk mengutarakan isi hatimu yang sebenar-benarnya pada pria ini. Dengan kata lain, ini seperti cinta diam-diam pada orang yang sudah kau kenal sangat lama."

Tempat ini tiba-tiba seperti tertelan kabut tebal peredam suara. Senyap. Sampai tiba-tiba Finna ─ host yang mengajukan pertanyaan tadi ─ menyodorkan sehelai tisu padaku ditambah dengan tatapan iba.

Aku… menangis?!

"Duh. Aku selalu kelepasan saat berbicara tentang lagu ini." Akuku malu-malu.

"Kami sudah memakluminya, sayang." Jawab Alma yang seakan meng-koor seluruh ruangan untuk tertawa pada lelucon garingnya.

"Kapan kau membuat lagu ini?"

"Aku membuat reffnya pada suatu kejadian beberapa bulan lalu. Awalnya itu hanya seperti curahan hati pada halaman terakhir buku catatan; para remaja sering kan melakukan itu? Akhirnya aku menyempurnakan sepenggal kalimat itu saat paman Tom menawarkan kami untuk membuat dan mengaransemen lagu kami sendiri."

"Kau pasti bekerja sangat keras untuk yang satu ini."

"Tidak, Finn. Menuangkan perasaanmu dalam berbaris-baris kalimat-kalimat indah adalah hal termudah yang pernah kulakukan."

Kembali teriakan nyaring yang lebih seakan mencemburuiku terdengar, membuat pipiku memanas dan aku merasa ujung kelopak mataku mulai basah. Alma menyenggol sikuku dan menaikkan alis kanannya ketika aku memandang kesal ke arahnya.

"Uh, oh. Jadi maksudmu ini adalah kisah nyata? Pasti iya, kan? Kau tadi berkata reff Oxygen terinspirasi dari salah satu peristiwa waktu lalu." Finna melanjutkan. "Apa kau punya 'teman lelaki istimewa'?"

Unsaid WordsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang