Part. 13 - Apart

504 29 1
                                    

Warning: There will be much of Yarry (Alya-Harry) moments so beware of sweetness overload hahahaha XD At your right in the mutimedia there's a pic of Yarry on the night street.

Please leave vote and comment xx

HAPPY READING!!! :) x

______________________________

Niall’s POV

“Tidak bisa lagi ya? Oh baiklah, aku mengerti. Ya, sampai bertemu.”

Aku menatap kosong pada benda persegi empat panjang yang tadi kugunakan untuk menghubungi Alya. Sudah hampir duapuluh kali aku mengajaknya keluar atau sekedar menjahili anak kecil di Gregora Central Park, dan ia selalu menolaknya dengan jadwal The Al Infinite yang memadat akhir-akhir ini. Aku paham, karena paman Tom juga mengatakan mereka harus bekerja giat untuk debut album pertama mereka. Namun, secara pribadi aku merasa Alya menjauhiku.

Kau tau, aku merindukannya.

Apa salahku sampai Alya bersikeras untuk tak menatap bola mata biruku saat kami berselisih jalan di koridor? Ia seakan menganggap aku adalah sebuah sampah yang hanya diliriknya sekilas lalu ia berlalu. Sekali lagi, Tuhan, AKU SALAH APA?!

“Bagaimana?” Tanya gadis di sebelahku yang baru kukenal beberapa hari terakhir. Oh, mari kuperkenalkan. Vivian Sky, kelas sepuluh C.  Tak suka dengan cuaca dingin terlebih lagi panas, namun memiliki candu aneh terhadap kopi dan pantai. Sky termasuk gadis yang pintar, dengan warna rambut hitam dan bola mata dengan warna senada.

Hello, big guy? I asked you about Alya not about to stare at me weirdly like that.” Ia mengibaskan tangannya di depan mataku berulang-ulang, lalu mengalihkan pandangannya ke arah lain seakan ia tersipu. Tapi harus kuakui, bola mata hitam itu terasa istimewa bagiku. Entahlah.

“Ada kotoran di sudut matamu.” Jawabku terkekeh. Ia tampak tidak percaya, namun aku tau diam-diam ia mengeceknya lalu tersenyum lega saat ucapanku tak terbukti.

Di samping laboratorium bahasa, aku menangkap sesosok perempuan yang sangat mirip dengan Alya yang sedang duduk dengan beberapa temannya sambil sesekali menatap layar ponselnya. Alma terlihat gusar, seperti baru saja menghilangkan sesuatu hal yang penting. Aku segera pamit sebentar pada Vivian yang sekarang sibuk dengan kebabnya, dan langkahku bergerak menuju Alma.

“Niall?” Ia menatapku seperti aku ini makhluk jadi-jadian, “Kau... Kok di sini?”

“Aku sedang menemani temanku. Mana Alya?”

Alma tampak diam sebentar. Ia bertukar tatap dengan salah satu temannya yang duduk di sebelahnya; mengenakan bando kain berwarna putih tulang dengan rambut agak bergelombang. Perempuan itu tampak memberikan suatu isyarat pada Alma, “Entahlah, kukira ia bersamamu. Ngomong-ngomong, kau sedang menemani siapa?”

Aku hanya mengarahkan tanganku ke arah sebuah tempat duduk yang diisi oleh Vivian, tepat di depan kelasnya. Rhodes besar menatapku dan Vivian yang nun jauh di sana bergantian dengan tatapan menyelidik, sedikit mengangguk-anggukan kepalanya lalu tersenyum padaku. Ia segera memohon diri untuk pergi, lalu menarik paksa temannya tadi dan berjalan menuju gerbang.

Alma juga sangat terlihat aneh. Alya tak mungkin tak melapor pada Alma kemana dan dengan siapa ia akan pergi. Aku mencium sesuatu yang janggal di sini.

“Berhasil?” Tanya Vivian begitu aku duduk di sampingnya. Aku menggeleng pelan, “Mana mungkin Almantha nggak tau di mana adiknya.”

“Aku juga tadinya berpikir begitu. Seakan Alma dan Alya sama-sama merencanakan untuk memisahkan aku dari Alya. Aku salah apa sampai Alya menjauhiku begini? Aku bahkan hampir tak nafsu makan begitu mengingat bahwa minggu semalam adalah kali terakhir aku bercanda dengannya.”

Unsaid WordsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang