Prolog

95 4 2
                                    

" Hah? Putus katamu? Hah! Yang benar saja! Ini hari jadi kita ke 2 tahun. Tapi kamu malah mutusin aku? Kenapa? Apa kamu punya gadis lain? Hah!" berontak Claudia di meja caffe yang sangat romantis di penuhi lilin dan bunga warna merah bertebaran.

" Ayolah Claudia. Kita udah 2 tahun berhubungan tapi ini terkesan biasa saja. Aku ga ada rasa sekarang. Lagian aku udah mempersiap keromantisanku yang terakhir untuk kamu. Jadi, kita putus saja." Kata David enteng.

" Heyyyy!!!!" teriak Claudia sembari berdiri dan menudingkan sebuah pisau ke arah David.

" Lalu kenapa kamu mempersiapkan hal seperti ini. Gaun dress yang aku pakai ini. Hah! Kamu parasit!" Claudia makin kesal.

David sedikit ketakutan melihat pisau yang mengarah ke arahnya.

" Kita bicarakan baik – baik. Kamu turunkan pisaumu itu. Cepat turunkan!" kata David yang segera bersembunyi di balik kursi tempatnya duduk.

" Bicarakan baik – baik katamu? Aku akan membunuhmu sekarang! Aku akan mencabik – cabik mulutmu itu!" bentak Claudia sembari melangkah mendekati David.

Pria itu melihat gadis itu melangkah mendekatinya. Ia pun langsung berlari dari sana namun gadis itu tetap mengejarnya seperti psikopat yang memegang sebuah pisau di tangannya.

" Seseorang tolong aku!" teriak David meminta bantuan pada pelayan di caffe itu atau bisa di katakan pegawainya di sana.

David berlarian mengelilingi seisi Caffe. Wajahnya sangat ketakutan pada Claudia yang terlihat menggila dengan pisau dan juga gaun merah serta rambut yang mulai acak-acakkan. David memilih masuk ke ruangannya di dalam caffe. Ia pun langsung menutup pintu itu dan menguncinya rapat. Claudia berada di luar ruangan itu. Ia tak hentinya berusaha mengetuk pintu berulang kali bahkan berusaha mendobrak pintu itu dengan tubuh kecilnya.

" Kau! Cepat keluar sebelum kemarahanku bertambah! Cepat keluar!" teriak Claudia sembari melempar botol satu persatu hingga pecahannya berantakan di sana.

Ia menjadi bahan tontonan para pegawai di sana. Mereka mengintip dan tak bisa berbuat sesuatu untuk menolong bosnya. Sementara David yang berada di dalam ruangan masih merasa takut. Bahkan keringat dingin sudah mulai keluar dari dahinya hingga menetes.

" Gadis itu psikopat! Nyawaku terancam. Aku harus menelfon polisi. " Ucap David sembari mengeluarkan ponsel dari balik jas yang ia kenakan. Ia langsung menghubungi kantor polisi.

" Pak, selamatkan saya. Nyawa saya terancam." Katanya pelan.

Sementara di luar ruangan, Claudia terus melempari botol – botol itu ke pintu.

Di bandara.

Seorang pria keluar dari bandara. Penampilannya sangat memukau beberapa gadis di sana. Padahal ia hanya mengenakan kaos polos warna biru tua, di lapis jaket jins. Bawahan jins biru muda dengan sobek di lututnya. Rambutnya agak gondrong. Ia mengenakan earphone yang di selipkan di lehernya. Ia hanya menenteng sebuah koper agak besar dan tas rensel kecil hitam.

Pria itu mengeluarkan ponselnya dari saku celananya. Ia terlihat menghubungi seseorang.

" Kau mau menjemputku atau tidak? Aku sudah sampai di Jakarta." Kata pria itu pada seseorang di ponselnya.

" Stieve, kau ke caffe naik taxi saja. Nanti ongkosnya aku ganti. Aku ada masalah besar ini. Nyawaku sedang terancam sama gadis psikopat. Dia di luar ruanganku dan membanting botol beling di depan pintu. Aku ga bisa keluar sekarang."

" Gadis itu lagi? Sudah aku bilangkan, cari masalah yang bisa membuatnya lepas darimu. Dasar tolol!" seru Stieve.

" Jangan mengataiku tolol. Cepat tolong aku. Aku bisa mati."

" Kau ajak dia bicara baik – baik dulu. Nanti aku fikirkan jalan keluarnya." Kata Stieve sedikit panik.

" Apapun yang aku katakan, lakukan saja dan jangan membantah. Oke." Ucap David.

Sementara itu Claudia terus saja melempar botol tanpa henti. Ia masih memegang pisau seperti psikopat yang siap membunuh mangsanya.

" Aku akan membuka pintunya. Tapi kau lempar dulu pisaunya." Teriak David dari dalam.

" Baiklah," jawab Claudia sembari menyembunyikan pisaunya di balik punggung dengan tangannya.

Tak lama kemudian pintu pun terbuka perlahan. David menghela nafas dan berusaha bersikap biasa. Ia menghalau rasa takutnya.

" Ada yang mau aku katakan sama kamu. Dan ini adalah alasan kenapa aku minta hubungan kita berakhir." Kata David dengan tenang.

" Katakanlah, aku mau mendengarnya." Kata Claudia dengan menggenggam pisau itu makin kuat di balik punggungnya.

" Sebenernya aku... mmmm. A – ku. Aku – pria LGBT." Kata David sembari menelan ludahnya.

Claudia tertawa terbahak – bahak mendengarnya.

" Aku tahu itu hanya alasan. Aku sudah mengenalmu selama 3 tahun dan pacaran dengan mu selama 2 tahun. Dan sekarang kamu bilang kamu LGBT? Heyyy! Kamu sedang mengerjaiku sekarang? Kau kira aku akan melepaskanmu begitu saja!" Teriak Claudia sembari menudingkan pisau ke arah David dengan kesal.

" Sayang... im back." Teriak Stieve yang tiba – tiba muncul di sana dan berlari menghampiri David lalu berpelukan.

Claudia melongo melihat dua pria itu berpelukan bahkan pria itu tiba – tiba mencium kening David. Pisau yang ada di tangan Claudia tiba – tiba terlepas begitu saja.

" Jadi kalian?" Claudia melongo tak percaya.

" Kami sudah jadian 3,5 tahun. Ah, kamu Claudia ya? David sudah sering cerita tentang pacar perempuannya. Jangan sakit hati ya. Dia memacarimu hanya untuk di anggap pria sejati aja. Tapi sebenarnya kita yang saling mencintai." Kata Stieve enteng sembari memeluk David berulang kali dan bersikap agak bencong.

Claudia makin terkejut dan tak bisa berkata apa pun lagi. Tubuhnya terlemas dan terheran menatap mereka yang mesra di depan matanya.

------------------------bersambung-----------------------------

UNTUK KELANJUTANNYA COMING SOON YA!

Rilis setelah " NOT WEEDING WITH YOU" TAMAT

jangan lupa FOLLOW GUYS

VOMENT JUGA YA.

HAPPY READING.



Help Me, Iam Falling In Love (Slow)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang