2 - First Meeting

136 19 0
                                    

-Author's POV-

"Saya yakin saya tidak akan mengecewakan anda. Mr. Bridgeman, anda selalu bisa mengandalkan saya." ujar seorang pria berambut blonde kepada seorang pria lainnya yang duduk di atas kursi balutan kulit mahal hitam. Pria bernama Mr. Bridgeman itu tersenyum. "Baiklah Justin. Mulai detik ini, aku mengangkatmu menjadi manager baru di cafe itu." ujar pria itu.

Pria bernama Justin itu tersenyum. "Thank you Mr. Charles Bridgeman."

"Emm tapi Justin. Ada satu syarat," ujar tiba tiba Mr. Charles yang membuat Justin mengernyit. "Sebelum kau menjadi manager, aku ingin kau berpura-pura menjadi karyawan disana. Dan aku akan mengangkatmu menjadi manager tetap saat usiamu menginjak 22 tahun." ujar Bridgeman.

Justin mendesah berat. "Kau tau kan kalau paman tidak akan pernah memberikanmu posisi yang bagus, tanpa sedikitpun kau merasakan apa itu tanggung jawab dalam sebuah pekerjaan. Dan aku yakin kedua orangtuamu yang berada di surga juga pasti setuju akan keputusanku." ujar Bridgeman. Justin tersenyum setelah mendengar penjelasan Mr. Bridgeman, yang merupakan satu-satunya kerabat Justin, walaupun Bridgeman adalah kerabat jauh dari mendiang ayahnya. "Tentu saja. Aku akan berusaha semampuku Paman, emm maksudku Mr. Bridgeman."

"Baiklah. Kau boleh pergi Justin." ujar Mr. Bridgeman. Pria bernama Justin Bieber itu beringsut mengambil tas ranselnya yang berada di atas sofa, lalu melangkah keluar, dan menutup kembali pintu ruangan kerja Bridgeman yang begitu mewah. Justin menyelampirkan tas ransel dibahunya sembari berjalan melewati koridor gedung di lantai 40 gedung pencakar langit itu, menuju lift yang tak jauh dari ruangan. Justin memasuki lift dan di saat dia hanya berada sendirian di dalam lift itu, Justin melepas kemeja putihnya, dan memakai hoodie berwarna merah hati yang sebelumnya ia simpan di dalam ranselnya. Memasukkan kembali kemeja putih ke dalam ranselnya, kemudian setelah layar digital menunjukkan huruf 'G', Justin melangkah keluar gedung dan menuju motor hitam-merahnya yang sudah terparkir gagah di bawah pohon rindang.

Sampai saat Justin duduk di atas motornya, ponselnya berdering panggilan masuk. Justin meraih ponsel di sakunya dan melihat layar ponsel itu dan kemudian tanpa berpikir lagi Justin langsung mengangkat teleponnya. "Hello?"

"What?" suara Justin meninggi.

"Chase. Are you crazy man? That's stupid." kali ini dengan senyuman geli yang tergambar jelas di paras tampannya. "Alright, whatever. Okay, tomorrow, I'll be there." ujar Justin lalu menutup teleponnya, dan memasukkan kembali ponsel ke dalam sakunya. Lalu pria berhoodie merah itu menyalakan mesin motornya, dan meninggalkan lapangan parkir gedung pencakar langit itu dengan cepat.


***
"Kenapa kau terlihat pucat seperti orang yang habis melihat hantu? Apa kau melihat hantu di siang bolong seperti ini?" tanya seorang pria berambut blonde ikal kepada Claire yang baru saja tiba di locker ganti karyawan. Claire mengernyit dan detik berikutnya tersenyum pasi menatap pria bermata biru langit itu. "Ya Niall. Bisa dibilang begitu. Aku baru saja bertemu dengan seseorang dari masa laluku yang sungguh aku berharap untuk tidak bertemu dengannya lagi." ujar Claire.

Niall nyaris menautkan kedua alisnya. "Kenapa? Apa dia menyakitimu? Siapa dia?" tanya Niall penasaran. Claire menggeleng sembari memasukkan tasnya kedalam loker. "Tidak Niall. Dia tidak menyakitiku hanya saja, hatiku yang sakit karena semua memori yang sudah hampir kulupakan kembali begitu saja ke kepalaku. Dan untuk pertanyaanmu yang terakhir, dia adalah mantan kekasihku. Logan."

"Dan kau tahu Niall apa yang membuatku tidak fokus?! Itu karena dia memintaku untuk menemuinya besok." ujar Claire sembari menutup loker besinya, dengan wajah frustasi yang begitu kentara. Niall mengernyit melihat sahabat yang sudah dikenalnya semenjak satu tahun terakhir itu mengerut frustasi. Hanya dengan melihat Claire seperti ini, Niall benar benar tahu apa yang Claire katakan mengenai pertanyaan mantan kekasihnya. "Dan kau bilang iya?" ujar Niall sembari kemudian mendesah berat. "Kau bodoh Claire. Jika dia pernah menyakitimu untuk apa kau mengiyakan permintaannya." desis Niall sembari beringsut mengambil rompi hitamnya.

DandelionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang