7 - Fools

100 13 0
                                    

-Claire POV-

Aku tidak tahu apa yang harus dilakukan, atau apa yang harus aku katakan. Dia, Justin Bieber. Benar benar dingin padaku, mungkin tidak seharusnya aku datang menemui teman Chase yang tidak lain adalah Justin. Aku akan lebih memilih untuk tetap bersama dengan Logan dibandingkan harus menerima perlakuan seperti ini. Apa ini salahku? Hanya karena menanyakan tentang kehidupan pribadinya? Mungkin aku terlalu lancang. Tapi apa dia harus berbicara dingin padaku dengan setiap penekanan saat dia mengucapkan kata-kata itu 'Listen. Claire. That is not your business'. Sudah cukup dengan perlakuan dinginnya padaku, aku tidak akan pernah ingin berbicara dengannya lagi.

Bahkan aku tidak yakin kenapa aku masih duduk di depannya, dan memakan Chese Cake Blueberry dengan sangat tidak berselera. Padahal aku sangat menyukai Chese Cake, tapi saat ini aku hanya memotong motongnya dengan sendok kecil, dan memakannya sedikit di ujung sendok. Sampai kemudian aku mendengar Justin berbicara kecil. "Claire. I'm a killer." Aku langsung mengangkat kepalaku untuk menatapnya, Justin menatapku masih dengan tatapannya yang sangat dingin. Aku mengernyit, tidak yakin dengan apa yang diucapkannya. Apa dia baru saja mengatakan bahwa dia seorang pembunuh?

"I'm a killer." Dia mengulangi ucapannya lagi.

"Aa-apa maksudmu?" tanyaku dengan menatap Justin yang masih menatap kedua mataku. Dia mengerjap, kemudian mendesah berat. Matanya kembali menatapku dengan dingin, seakan dia mampu mengeluarkan laser dari matanya. Benar benar tatapan mata dingin yang membuat lututku seakan lunglai. "Just go away."

Aku meletakkan sendok kecil dari tanganku, menatap Justin dengan tatapan sedih. Chase bilang kedua orangtua Justin meninggal, apa mungkin semua ini yang membuat Justin bersikap begitu dingin. "Aku akan pergi," ujarku dengan nada kecil yang membuat Justin menatapku dengan tatapan sarkastik. "Tapi satu hal, apa kau suka bersikap seperti ini? Dingin, tidak berperasaan, begitu kasar pada siapapun. Itu tidak akan mengubah apapun dimasa lalu, kau pikir orangtuamu di surga akan senang melihatmu seperti ini?" ujarku menatap kedua mata hazelnya dengan dalam, yang membuat Justin sedikit tersentak.

"Dari mana kau tahu?" tanyanya dengan tatapan tajam yang membuat aku meneguk ludahku. "Chase adalah kakakku. Tapi aku harap kau tidak akan marah padanya." ujarku yang membuat Justin berdecak dan memutar kedua matanya. "Aku mengerti, aku tidak akan berbuat buruk padanya." ujar Justin dengan dingin.

Lupakan saja, ini tidak akan berhasil. Justin bukanlah seseorang yang mau menjalani kencan buta, terlebih terhadapku, dia terlihat tidak suka padaku, dia benar benar benci padaku. Aku tidak akan mendekatinya lagi, walaupun kuakui sulit untuk menahan pesona wajahnya itu. Tapi apa boleh buat, sifatnya sangat dingin sangat cocok dengan rahang kokohnya itu juga tatapan matanya yang dingin. "Aku akan pergi." ujarku sembari bangkit dan menuju kasir cafe itu. Aku menyiapkan dompetku. "Semuanya sepuluh dollar nona." ujar kasir itu. Aku membuka dompetku dan sialnya aku hanya melihat selembar pecahan lima dollar di dompet dan beberapa koin sen. Astaga aku tidak punya uang. Sial. "Emm maaf, apa saja yang saya pesan?" tanyaku.

"Dua cheese cake blueberry, satu Milkshake Chocolate dan," dia menunjuk meja tempat Justin duduk. "Pria disana meminum segelas ice capucinno." Aku meneguk ludahku, bagaimana ini aku tidak punya uang. Tiba tiba aku merasakan seseorang berdiri di sampingku. "Berapa semuanya?" tanya orang itu. Aku menoleh dan melihat jacket kulit hitam, aku mendongak untuk melihat wajahnya, dan aku melihat dia adalah Justin yang sedang mengeluarkan beberapa lembaran dollar. "Ini. Ambil saja sisanya." ujar Justin sembari memberikan beberapa lembar dollar yang kulihat sejumlah lima belas dollar. Lalu aku merasakan, sebuah tangan besar menarik lenganku. Justin menggenggam erat lengan kananku, sembari menarikku keluar dari cafe itu.

"Hei hei apa yang kau lakukan, lepaskan!" Aku menarik lenganku dengan keras agar Justin melepaskannya, namun pria itu hanya berekspresi datar dengan tetap berjalan menarikku. Setelah berada di luar cafe dia melepaskan tanganku. "Apa kau mencoba membayar tagihanku?" tanyanya dengan nada dingin penuh penekanan.

"Kalau iya memang kenapa?" tanyaku dengan tangan yang kulipat di depan dada. Dia tertawa masam. "Hah? Ingin membayar tagihanku, tapi kau tidak memiliki uang?" tanyanya dengan senyum mengejek yang terlihat jelas. Aku tertawa sarkastik. "Haha. Baiklah terserah apa pendapatmu. Yang jelas aku akan mengganti uangmu secepatnya."

"Dasar pria dingin." Aku bersuara sinis lalu berjalan meninggalkan pria dingin nan sombong itu sendirian. Aku sempat menoleh dan melihatnya tersenyum mengejek padaku. "Isshh, kapan sih dia bisa tersenyum tulus, bukan tersenyum mengejek dan merendahkan seperti itu." desisku sembari berjalan cepat menelusuri trotoar City Park New York. Aku kesal pada pria itu, Justin Bieber. Sangat dingin, keras kepala, tidak punya hati, seperti bukan manusia saja. Setidaknya aku hanya akan bertemu dengan pria dingin itu di hari sabtu dan minggu. Sikap dinginnya itu, aku yakin pasti ada hubungan dengan masa lalunya. Apa ada seseorang yang bersikap dingin tidak berperasaan sejak lahir, tentu tidak.

DandelionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang