6 - I'm a Killer

90 14 0
                                    


-Justin POV-

Sial. Apa yang aku lakukan disini? Menunggu seseorang yang bahkan aku tidak tahu siapa dia? Atau namanya? Ya ampun jika saja bukan Chase sahabatku yang memintanya, aku tidak akan pernah melakukan ini. Chase bilang dia akan menemuiku, tapi mana? Dia tidak juga menunjukkan batang hidungnya setelah aku menunggu hampir satu jam.

Aku sedang meminum segelas Ice Capucinno saat mataku melihat seorang gadis yang begitu familier beringsut masuk ke dalam cafe ini. Aku mengernyit, mengerjap beberapa kali, untuk meyakinkan siapa yang kulihat. Claire? Claire Morgan? Eh tunggu sebentar, kenapa Chase dan Claire memiliki nama belakang yang sama? Apa mereka?...

Claire melihatku, dan dengan cepat dia menghampiriku. "Justin? Apa yang kau lakukan disini?" tanyanya. Aku melihat penampilannya dari ujung kaki hingga kepala, Claire terlihat berbeda. Namun tentu saja aku tidak tersenyum padanya, ataupun menunjukkan ekspresi senang saat melihatnya. "Aku menunggu seseorang." ujarku datar. Claire mengangguk mengerti. "Aku juga menunggu seserorang, boleh aku duduk disini?" tanyanya.

Aku mengangguk lemah tak tertarik. "Tentu saja, ini negara bebas." ujarku sinis, yang membuat gadis itu tersenyum lalu duduk di depanku. "Siapa orang yang kau tunggu? Pacarmu ya?" tanyanya sok akrab. Ada apa dengan gadis itu? Berkali kali aku bersikap dingin padanya, namun dia terlihat biasa saja.

"Bukan. Aku menunggu temanku, Chase." ujarku yang membuat Claire membelalakkan matanya. "Chase???!" ujarnya dengan nada meninggi. Aku menautkan kedua alisku. "Kenapa?" tanyaku. Dia menggeleng. Dasar gadis idiot.

Claire memperhatikanku. Aku tahu itu, dia melihatku dan memperhatikan rambutku. "Apa kau teman Chase?" tanya Claire tiba tiba. Aku mengangguk. "Ya aku bersahabat dengannya sejak JHS. Kenapa?" tanyaku sembari meminum kembali Capucinno-ku. Morgan. Chase Morgan dan Claire Morgan. "Apa kau kenal Chase? Nama belakang kalian sama. Apa kau adiknya?" tanyaku. Dia mengangguk cepat. "Apa kau tidak ingin memesan sesuatu?" lanjutku.

"Oh ya, permisi boleh aku memesan." ujar Claire sembari mengangkat tangan kanannya memanggil salah satu pelayan. Ya ampun, dia benar benar gadis payah. "Aku ingin segelas Chocolate Milkshake dan satu Cheese cake selai Blueberry." ujar gadis itu, aku memperhatikannya. Ternyata dia tidak buruk juga. What the hell you thinking, Justin. hatiku berdesis sinis.

Sebuah memori menyeruak masuk ke dalam pikiranku, seorang wanita paruh baya tengah tersenyum kepadaku, dengan suara blender yang menyeruak disekeliling ruangan. Dia tersenyum, lalu memberikan kepadaku sepotong Chese Cake selai Blueberry. Lalu menuang semua yang berada di blender itu ke sebuah gelas tinggi yang cantik, dia tersenyum sembari membelai rambutku. Dia memberikan sebuah sedotan di minuman itu. "Milkshake Chocolate dan Chese Cake untuk anak ibu yang paling tampan." ujar sebuah suara lembut itu.

"Justin? Justin?!" sebuah suara lembut yang begitu mirip, membuyarkan lamunanku. Aku mengerjap dan melihat Claire sedang menatapku dengan tatapan heran. "Justin apa kau mau Chese Cake?" tanyanya. Aku menelan air liurku, mengingat betapa Claire membuat memori memori yang telah lama hilang kembali datang. Membuat hatiku kembali sakit, membuat aku begitu sedih. "Emh. Ah, ya. Boleh." ujarku tergagap.

"Satu Chese Cake Blueberry lagi." ujar Claire sembari memberikan menu kembali kepada pelayan itu. "Ada pesanan lagi nona?" tanya pelayan itu. Claire menggeleng. "Tidak, terima kasih."

Claire menatapku lamat lamat dengan tatapan ingin tahu. "Kenapa?! Ada yang salang dengan wajahku?" tanyaku sinis. Dia menggeleng. "Tidak hanya saja, tadi kau kenapa?" tanyanya. Aku mendengus. "Bukan urusanmu!" ujarku sinis.

"Apa ada hubungannya dengan masa lalumu?"

"Dan sebenarnya apa yang membuatmu begitu bersikap dingin? Apa ada hubungannya dengan masa lalu?" lanjutnya. Pertanyaannya membuatku muak. "Listen. Claire. That is not your business." ujarku dengan penuh penekanan yang membuat Claire terkejut. Detik berikutnya gadis itu terdiam.

Kenapa aku bersikap dingin? Cihh. Itu sama sekali bukan urusannya. Tapi mungkin aku akan menceritakan pada Claire suatu saat nanti, dan bukan sekarang. Seandainya saja waktu dapat diputar kembali, aku tidak akan berbuat bodoh menutup kedua mata Dad saat dia mengemudi. Huh. Apa yang bisa kulakukan, saat itu aku hanya anak ingusan berumur lima tahun.

Detik berikutnya yang aku ingat adalah Dad berteriak padaku untuk tidak bercanda dengannya saat dia mengemudi, dan selanjutnya yang kuingat adalah sebuah decitan keras dan suara hantaman yang sangat keras, lalu selanjutnya rasa sakit tak tertahankan mulai menyelimuti sekujur tubuhku.

Aku melihat kedua orangtuaku dan kakakku berlumuran darah. Tidak ada lagi pemandangan yang lebih buruk dari itu semua. Aku melihat mereka semua sekarat dan pergi meninggalkan dunia di hadapanku, kakak perempuanku tersenyum padaku. Dia masih berumur dua belas tahun saat itu, tapi aku mengingat dengan sangat jelas. Dia tersenyum, dan mengatakan padaku semuanya akan baik baik saja. Padahal tubuhnya sudah terjepit di antara mobil yang ringsek, sedangkan aku tergeletak di atas aspal, entah bagaimana aku bisa keluar dari mobil itu.

Disaat semua keluargaku berada di dalam dengan tubuh yang terhimpit di mobil yang terbalik. Aku menangis, hanya bisa menangis, dan menangis. Sampai aku melihat kakakku memejamkan matanya, dan tidak pernah terbuka lagi. Dan aku tidak pernah bisa mengingat kejadian selanjutnya. I'm a killer.

Claire masih terdiam seribu bahasa, wajahnya terlihat sedih. Mungkin karena aku sudah berbicara keras padanya. Bahkan setelah Chese Cakenya datang dia hanya memakannya dengan tidak bernafsu, sungguh berbeda dari ekspresinya saat memesan menu itu. Aku sungguh merasa bersalah melihat Claire menjadi murung. Aku memotong chese cake blueberry-ku dan memasukkannya ke dalam mulutku, masih memperhatikan Claire yang makan tanpa bersuara. Aku menatap Claire, menarik nafas dalam lalu berkata dengan pelan."Claire. I'm a killer.."

tbc~

DandelionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang