3 - Bad Dream

110 15 0
                                    

-Claire View-

Aku membantu Justin mengeringkan gelas-gelas yang berada di bar. Aku melihat jam yang melingkar di pergelangan tangan kiriku. "Kita akan buka tiga puluh menit lagi, kau harus terbiasa seperti ini. Hei anak baru." ujarku saat melihat pria bernama Justin itu hanya mengelap gelas ditangannya dengan tidak fokus. Aku melambaikan tangan kananku di depan wajahnya. "Hei? Hello?"

Dia mengerjap dan menatapku dengan tatapan dinginnya. "Apa?!" ujarnya ketus. Aku menahan amarahku, seandainya saja aku sedang tidak berada di cafe ini, jika saja Mr. Lin tidak berada di balik pintu ruangannya, mungkin aku sudah melempar gelas cocktail di tanganku ke kepala batunya itu.

"Kau harus lebih fokus dalam bekerja dasar payah. Apa kau akan terus melamun seperti itu?" ujarku datar sembari menatap tangannya yang masih mengelap gelas dengan gerakan lemah yang tidak fokus. Dia hanya diam dan tidak berkomentar.

"Jam berapa tempat ini buka?" tanya Justin yang membuatku memutar kedua mataku lagi. Mungkin jika aku bertemu dengannya setiap hari, dia akan membuatku gila. Aku beruntung aku hanya bekerja part time di cafe ini. "Kita buka pukul sepuluh. Dan sekarang," aku melihat jam tanganku. "Pukul sembilan tigapuluh, kita buka setengah jam dari sekarang. Kau mengerti Mr. Bieber?" sambungku.

Dia mengangguk, masih dengan wajah datar tanpa ekspresi. Oh baiklah mungkin dia memang zombie, atau mayat hidup, atau apalah mahluk yang hidup tanpa jiwa. Justin Bieber benar benar tidak memiliki ekspresi..

Walaupun aku tahu, wajahnya yang tampan itu, tanpa tersenyum pun sudah mampu membuat beberapa temanku seperti Jenifer dan Samantha meringis kagum.

"Kau ada pengalaman kerja sebelumnya bukan?" aku tidak tahu apa yang aku katakan. Apa aku baru saja memulai pembicaraan dengan cowok super dingin ketus dan juga ekspresi datarnya itu yang membuatku kesal. Ya ampun Claire, kau tidak pernah mampu untuk mengontrol perkataanmu, tidak bisakah kau mencoba untuk menjadi gadis yang lebih sedikit menjaga imej, lebih tenang. Oh sial aku tidak pernah bisa, aku tahu sifat ramah dan baik hati itu benar benar dambaan. Tapi terkadang saat orang sudah terlalu ramah, kadang sikap itu malah menjadi mirip tebar pesona. Huh. "No. Not yet. This is the first time." ujar Justin dengan ekspresi datarnya, sembari mengelap gelas terakhir. Aku melihat gelas yang di letakkannya di dalam lemari bar tidak ada satupun yang rapih. Aku tertawa kecil. "Emm ya. I can see that."

"Selanjutnya apa? Ini sudah jam sepuluh bukan?" ujar Justin sembari melihat ke sekeliling cafe belum ada satu pelanggan pun yang masuk. Aku mengangguk dan melihat David memasang penanda 'open' di depan pintu kaca cafe. "Tidak usah terlalu terburu-buru. Memangnya kau mau kemana?" tanyaku. 'Holly shit Claire, apa yang sedang mulutmu itu katakan. Berhenti bersikap ramah pada siapapun, kau terlihat seperti gadis gampangan.' hatiku berkata sinis, lagi dan lagi.

Justin tersenyum mengejek, lihat bukan. Keramahanku padanya hanyalah sebuah lelucon yang tidak lucu sama sekali. Aku melihatnya tersenyum, aku melihat Justin tersenyum, tapi senyuman itu adalah senyuman yang mengejek dan merendahkan. "Apa itu urusanmu?" ujarnya ketus. Ya Tuhan baru kali ini aku bertemu dengan spesies manusia seperti dirinya. Aku muak.

-Author's View-

"Niall?" Claire memanggil Niall yang sedang membersihkan meja. Niall tersenyum saat gadis yang dicintainya selama beberapa bulan terakhir ini memanggilnya. "Ya Claire?" Niall menghampiri Claire yang masih berada di dalam bar bersama Justin. "Bisa tolong kau ajarkan anak baru ini hal yang lain? Aku harus berbicara pada David sebentar." ujar Claire lalu beringsut keluar dari bar itu. Niall mengangguk mengerti.

Claire hanya beralasan saja bicara pada David karena yang sebenarnya adalah Claire muak bersama anak baru yang super dingin dan tidak memiliki ekspresi itu. Gadis itu benar benar muak, disaat dia sudah berusaha baik pada Justin, pria itu malah memberikan 180 derajat hal yang berbeda. Claire tidak habis pikir kenapa Mr. Lin yang biasanya merekrut anak buah terbaik mampu memasukkan seorang seperti Justin yang bahkan tidak tahu caranya berpakaian dengan baik, atau bahkan tersenyum. Claire menoleh ke belakang dan melihat Samantha juga Jenifer mendekati si pria dingin itu. "Hei gadis gadis, lihat para tamu sudah datang. Cepat layani mereka." Niall bersuara sinis kepada Jenifer dan juga Samantha.

DandelionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang