1 - Broken

194 18 0
                                    

Seorang gadis berambut blonde, menarikan jemarinya di atas laptop keluaran terbaru hadiah ulang tahunnya yang ke sembilan belas. Gadis itu adalah Claire, Claire Morgan. Dia gadis yang periang, mudah bergaul, memiliki sangat banyak teman, dia senang membuat orang lain tertawa, Claire benar benar memiliki sisi humoris yang sangat bagus. Tapi disisi lain, semua senyumnya itu seakan mudah terhapuskan saat gadis itu mulai memikirkan sebuah rasa yang membingungkan bernama cinta.

"Claire... Hey pemalas, cepat bangun. Ini adalah Jum'at Malam, kau tidak pergi keluar berpesta Claire??" seseorang memekik dari balik pintu kamar Claire.

Claire berdecak dan beringsut bangkit dari meja belajarnya. Dia meraih knop pintu dan detik berikutnya senyuman lebar seseorang menyapanya. "Chase?!! Untuk apa kau kemari kalau kau hanya meledekku" Claire memekik di depan wajah kakaknya, Chase Morgan.

"Aku tidak meledek, aku hanya ingin lihat, apa yang dilakukan adikku satu-satunya disaat semua orang berpesta" Chase beringsut masuk setelah tangan besarnya mendarat di ujung kepala Claire dan membuat gadis itu menyingkir dari pintu. Membiarkan Chase yang memiliki postur tubuh tinggi, seperti layaknya model, lengkap dengan setelan terbaru untuk menemaninya berpesta malam ini, Chase beringsut memasukki kamar Claire. "Oh astaga kau sedang stalking facebook Logan Lerman? Mantan kekasihmu dari kelompok Rughby itu?"

Claire kesal dengan Chase, sangat. Seakan gadis itu mampu meledak saat ini juga. "Keluar dari kamarku Chase!! Sekarang!!" Claire memekik. Chase hanya membelalakkan matanya dan detik berikutnya dia mengernyit sembari melangkah mundur, Chase merasa takut saat adik perempuannya itu marah. Karena gadis itu benar benar bisa meledak.

Claire beranjak naik ke atas ranjangnya, dan melemparkan sebuah bantal besar bulat tepat di wajah Chase saat pria itu ingin menutup pintu. "Rasakan itu Chase. Hahahaha" Claire tertawa terbahak-bahak, yang tentu saja membuat Chase geram. Chase mengurungkan niatnya untuk keluar dari kamar Claire, dia justru berlari menghampiri Claire dan memberikan kelitikan di pinggang gadis itu, yang makin membuat tawa Claire memecah ruangan.

"Hahahahaha stop, hahaha Chase berhenti. Kau akan terlambat pesta" ujar Claire masih dengan tawanya, lalu Chase berhenti menggelitik adiknya itu. "Oh iya, kau benar. Baiklah selamat tinggal, gadis manisss" goda Chase.

"Bersenang-senanglah."

"Kau tidak ikut?" Chase bertanya.

"Tidak."

"Kau yakin?"

Claire mengangguk cepat. "Baiklah, suatu hari nanti aku akan mengenalkan beberapa temanku padamu" ujar Chase sebelum menutup pintu.

"Itu tidak per-" Claire belum selesai menjawab ucapan Chase, kakaknya itu sudah menutup pintu kamarnya lagi.

Keesokan harinya, hari Sabtu, hari ini Claire libur berkuliah, namun dia harus bekerja part time di sebuah Cafe di salah satu sudut kota di New York. Gadis itu mengenakan T-shirt putih polos dan jeans hitam, lengkap dengan sneakers abu-abu. Setelah memasukkan beberapa perlengkapan make upnya ke dalam tas, gadis itu beringsut keluar dari kamarnya.

"Tetap pada pendirianmu untuk bekerja, sayang?" ujar wanita paruh baya yang sedang menyiapkan sarapan di atas meja makan. Claire tersenyum dan menghampiri wanita itu, lalu memberikan kecupan di pipinya. "Tentu saja Bu, untuk mengisi waktu yang kosong di akhir minggu."

"Baiklah kalau begitu, makan dulu sayang. Kau ingin berangkat menggunakan mobil Chase atau mobil ibu?" tanya Mrs. Morgan. Claire menggeleng, sembari memotong pancakenya. "Aku naik bus saja" ujar gadis itu sembari memakan Pancake dengan siraman sirup mapple.

Setelah lima belas menit, Claire meraih tas di sampingnya kemudian melampirkan di bahunya. "Aku berangkat dulu Bu." ujar Claire sembari kemudian mengecup pipi Mrs. Morgan. "Berhati hatilah."

-Claire POV-

Aku melangkah keluar, menuju halte bus yang mengarah ke pusat kota New York. Menyumpalkan kedua telingaku dengan headset untuk sedikit mengusir suara-suara peganggu mesin mobil, menggantinya dengan playlist lagu favoriteku dari I-Pod limited edition hadiah dari Logan. Entah kenapa aku masih menyimpan bahkan memakai benda ini.

Jika saja aku tidak menemukan foto Logan bersama seorang gadis jalang itu, aku yakin kami masih bersama sampai saat ini. Aku tahu Logan sudah berkali-kali meminta maaf padaku dan bersumpah foto itu adalah rekayasa. Namun tetap saja aku tidak bisa hanya berdiam diri saja, karena kebenaran selalu akan terungkap.

Aku berdiri menunggu bus yang akan datang sekitar dua menit lagi. Sembari menunggu bus, aku menikmati pemandangan pagi kota New York yang begitu hangat. 'Rise and Shine' dua kata yang selalu membuat pagiku jauh lebih bersemangat. Tidak lama kemudian, bus yang kutunggu datang aku melangkah menaiki bus itu, bersamaan dengan orang lain yang juga memulai aktivitas mereka di hari sabtu ini. Aku duduk di samping jendela, dan saat bus mulai berjalan aku merasakan seseorang menepuk pundakku. Aku menoleh, seorang pria duduk di sampingku dengan senyumannya. "Claire?" ujarnya.

Aku mengerutkan keningku. "Em maaf anda siapa ya?" tanyaku tidak yakin kenapa pria berambut hitam ini bisa tahu namaku. "Astaga. Apakah kau sebenci itu padaku, Claire. Sampai kau lupa padaku?" tanyanya. Astaga. Aku menyadari sesuatu yang aneh padanya. Kenapa suaranya terdengar begitu familiar saat ini. Aku menatap mata kebiruannya, menatapnya lebih dalam. Sampai hatiku bersuara yang cukup membuatku tercengang. Logan. Tidak mungkin.

"Logan?" ujarku hampir tidak terdengar.

Dia tersenyum, astaga aku baru menyadari senyumannya tidak berubah sama sekali. Ada apa dengannya kenapa dia terlihat begitu berbeda? "Claire. Kau semakin terlihat cantik," pujinya yang sukses membuat perutku serasa mengejang dan di saat yang bersamaan pipiku terasa memanas. Aku masih tidak tahu apa yang harus aku katakan, Logan sudah menatap kedua mataku lamat-lamat. "Bisakah kita berbicara serius Claire?"
Sontak saja, semua memori saat aku menggenggam foto Logan dengan seorang gadis nakal itu kembali menyeruak. Membuat rasa sakit yang sudah lama hilang itu kembali mengusik lagi. Rasanya begitu sulit bernafas, aku menghirup nafas dalam dan kembali menatap kedua mata Logan yang kebiruan itu. Melihat rambutnya yang kini dipotong pendek, aku masih ingat saat dimana dulu aku membelai manja rambutnya yang saat itu ikal panjang. "Bicara saja."

"Tidak bisakah kita cari tempat lain untuk bicara? Berdua saja." ujarnya dengan serius. Aku mengerutkan keningku. "Entahlah. A-aku masih tidak percaya atas apa yang kau lakukan 2 tahun yang lalu." ujarku sembari mengalihkan pandangan dari kedua mata birunya, beralih memandang keluar jendela melihat kota New York yang sangat indah di pagi hari.

Sampai detik berikutnya aku merasakan sebuah tangan besar menggenggam tangan kiriku yang berada di atas pangkuanku. Aku menoleh dan kembali melihat mata biru itu yang menatapku dengan tatapan sedih. "Harus berapa kali kubilang, bahwa itu jebakan Claire. Aku bersumpah. Aku tidak pernah sekalipun berpikir untuk bermain dibelakangmu." ujarnya.

Aku tersenyum kecut, dan melepaskan genggaman tangannya dariku. "Bagus sekali Logan." ujarku tidak tertarik. Dia kembali memaksaku untuk menatapnya, semula aku mengalihkan pandanganku dari kedua matanya. Tidak ingin menatap kedua mata kebiruan itu yang sudah cukup membuat hatiku sakit. "Tatap mataku Claire," ujarnya. Aku menoleh dan melihat kedua matanya yang berwarna langit cerah, hanya dengan menatap mata Logan semua kenangan indah dengannya juga mulai menguak di kepalaku.

Saat dimana aku berciuman dengannya di pinggir pantai sepi, saat kami berlibur di Hawaii. Langit cerah seperti kedua mata Logan, betapa indahnya saat saat itu. "Aku sudah berubah, bahkan aku sudah tidak pernah lagi pergi ke Club malam, atau merokok atau meminum minuman keras. Aku sudah berubah Claire. Jadi kumohon, izinkan aku untuk menjelaskan semuanya." ujar Logan dengan serius.

Aku mengerjap dan meneguk ludahku. "Emh, baiklah. Besok pukul 3 sore, di City Park." ujarku menatap Logan yang jujur saja dari penampilannya dia memang sudah berbeda semenjak dua tahun yang lalu. Dia terlihat tampan. Oh Claire apa lagi yang sedang kau pikirkan?... jangan terlalu berharap banyak. Kau ingin jatuh lagi? Tapi Logan memang terlihat berbeda, rambutnya sudah lebih rapi tidak seperti dulu yang berandal. Dia telah berubah menjadi pria yang baik. Logan tersenyum lebar, senyum yang sudah tidak pernah kulihat lagi semenjak dua tahun yang lalu. "Great. Thank you Claire. I will be there." ujar Logan. Aku tersenyum dan melihat keluar jendela yang ternyata aku sudah sampai.

"Baiklah, jangan terlambat. Aku harus pergi. Bye Logan." ujarku sembari bangkit dan melewati Logan, lalu beringsut keluar dari bus. Logan tersenyum sembari melambaikan tangannya saat bus mulai meninggalkan aku. Aku membalas senyumannya dengan senyuman tipis. Entahlah, tetap saja kepercayaan tidak pernah bisa kembali seratus persen saat kepercayaan itu sudah pernah terusik.

Tbc

DandelionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang