Bab Lima Belas (Kabut yang Kalut)

1.6K 69 4
                                    

Maaf buat slow update nya.. Saya diharuskan meratapi laptop untuk jurnal-jurnal manja yang tidak bisa ditinggalkan dan shopping buku literature yang masih menunggu untuk dikumpulkan, daripada meminjam novel dan memikirkan jalan lanjut cerita ini barang sedetik-pun. Buat kalian yang waktunya sudah diambang hidup dan mati untuk Skripsi maupun Tugas Akhir dan UNAS, semangat ya!

Selamat membaca!

BAB LIMA BELAS

Kabut yang Kalut

SIAL!

Kemana perginya wanita itu?

Ini sudah dua jam sejak wanita itu menghilang

Apakah dia menghindarinya? Karena ajakannya kemarin?

Terakhir kali dia meng-email, handphone itu masih aktif. Namun karena tidak ada balasan dan dia bosan menunggu, Rio mulai mencoba menghubungi handphone-nya, tetapi dia kalah cepat. Handphone wanita itu sudah tidak aktif.

Katakan saja dia stalker. Untung saja dia sempat menyimpan nomer telepon wanita itu tanpa ketahuan pemiliknya.

Rio mencoba menghubunginya lagi, meski tahu usahanya sia-sia.

Bunyi bip dari seberang menandakan usahanya berakhir disini.

"Sial!" dia melemparkan i-phone nya di sofa. Rio mengusap wajahnya keatas. Bunyi musik the script menggema. Dia langsung buru-buru mengangkatnya. Tanpa melihat siapa yang menelpon, dia sudah tau. Nada dering itu khusus untuk dia sejak dulu yang lupa dia hapus, dan sekarang untungnya masih berguna.

"Ada informasi apa Alvince?"

"Kau ada dimana sekarang?" tanya Alvince tegas.

Rio merasa tersindir, "Jelas saja di apartemen, kau kira aku akan keluyuran seperti tadi, setelah mendegar berita darimu?!"

"Dia ada di Paris. Kuharap kau bisa membawanya kembali... Rio."

Rio tertegun. Ini jelas Alvince yang dia kenal. Alvince tidak akan bergurau dan langsung to the point jika masalahnya serius.

Keadaan menjadi hening. Keduanya sama-sama belum memutuskan panggilan.

"Kenapa.. kau mengatakannya padaku?" Rio mengeluarkan isi pikirannya.

Tidak ada jawaban.

"Alvince?" tanya Rio lagi

Terdengar suara helaan napas di seberang. "Karena aku bertanggung jawab penuh atas perusahaan sekarang. Aku tidak mungkin meninggalkannya begitu saja."

Tanpa sadar sudut bibir Rio tersenyum tipis, "Terima kasih Alv.."

Dari seberang terdengar suara kekehan. "Sudah lama aku tidak mendengar julukan itu."

"Hanya untuk kali ini saja Rio. Untuk selanjutnya.. jangan harap." Ujarnya lagi, dan suara Alvince terputus secara sepihak. Rio berdecak pelan.

"Cakkane-kun!" teriak Rio setelah berlari menuju ruang pribadi Cakka dan membuka pintu lebar-lebar.

"Astaga Rio! Teriakanmu membuat telingaku berdenging." Cakka pura-pura mengusap kedua telinganya.

"Jadwalku selama seminggu."

itu bukan pertanyaan.

Cakka memutar mata dan langsung mengambil tab miliknya, melakukan sesuatu, lalu membacakan padanya.

"Jadwalmu seminggu ini sangat padat, kau hanya punya waktu senggang satu hari di hari Sabtu."

Rio berdiri, mendengarkan penjelasan pria di hadapannya dengan bersandarkan meja Cakka sambil melonggarkan dasi. Entah kenapa hari ini panas sekali hingga kemeja birunya menempel ketat di dadanya. Rio melepas jas hitam itu dan melemparnya sembarangan.

SECREDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang