Bab Tujuh (Si Paras Cantik)

1.5K 60 1
                                    

BAB TUJUH

Si Paras Cantik

INI tidak nyaman.

Aliran udara seakan berhenti di paru-parunya.

Alvince berjalan kelewat pelan ketika hampir mendekati pintu Miss L. Dirinya kali ini benar-benar diluar batas kewajaran. Dia merasa tidak sama setelah dirinya melihat wanita itu dan dia tidak bisa kembali ke dirinya yang sebelumnya. Tidak setelah mereka melakukan pertemuan malam itu.

Enam hari sudah lewat, enam hari Alvince melakukan aktifitas seperti biasa. Hanya di depan komputer dengan tumpukan dokumen-dokumen yang menunggu dirinya untuk segera ditangani. Tapi Alvince belum juga mendapati kebebasan. Dia seperti sedang menunggu sesuatu. Sesuatu yang penting. Dan Alvince detik ini baru sadar, bahwa dia selama ini sedang menunggu Miss L menyapanya. Menemuinya dan mengatakan tentang hal-hal yang berhubungan dengan pertemuan malam itu. Namun seakan bos-nya itu melupakan semuanya dengan bertindak terus meng-Email dia mengenai dokumen dan perusahaan saja.

Alvince kali ini mencoba melirik sedikit keadaan pintu Miss L. Ketukan sepatunya berbunyi hingga menenggelamkan sisi sunyi dari lorong itu.

Bibir lelaki ini sedikit tertekuk karena hanya mendapatkan kekecewaan ketika pintu bercat coklat gelap itu tertutup rapat. Sedikit meremas map berisi kertas-kertas penting, dia berbalik mendekati lift. Berniat kembali ke ruang kerjanya dan menelan kekecewaan sendirian.

Mendengar ketukan dari sepatu lain membuatnya mengurungkan niat untuk masuk ke ruangan balok sempit itu. Dibiarkannya pintu yang terbuat dari logam itu tetap terbuka dan dia mengalihkan pandangan ke arah samping.

Orang yang selama seminggu ini dia tunggu akhirnya dapat Alvince temui. Ada pancaran terkejut di kedua mata wanita itu, namun seketika langsung hilang dan meneruskan dengan berjalan mendekatinya.

"Ada apa?" Tanya Miss L tanpa basa-basi.

"Jadi begini..." Alvince memberikan map coklat yang sedikit lecek yang langsung Miss L terima. "Saya hanya ingin memberikan map ini Miss.."

"Oh.. terima kasih."

Alvince hanya mengangguk. Tanpa permisi dengannya Miss L berjalan menjauhinya dan kembali ke ruangan. Lelaki ini menghela napas pelan. Telunjuknya menekan tombol lift, menunggu pintu itu kembali terbuka dengan sejuta pikiran masih menumpuk di kepalanya.

(***)

Bunyi ketukan dari gesekan jemarinya pada papan keyboard begitu menggema di ruangannya. Dia masih serius melanjutkan sebuah dokumen yang belum selesai di kerjakan. Miss L sudah mengatakan melalui e-mail bahwa beliau nanti siang akan memintanya kembali. Beliau rupanya lupa mengatakan padanya tadi pagi ketika bertemu.

Alvince mulai bisa meregangkan sedikit kedua lengannya sekarang. Sepenuhnya dia bersandar di kursi kebesarannya. Rasanya saat ini otaknya penuh dengan tulisan alphabet yang ada di komputer. Kaca mata kotak yang khusus dipakai untuk bekerja dia lepas dan melanjutkan dengan sedikit memijat daerah dahinya.

Ralat. Jam jam 1 nanti saya tunggu dokumennya.

Pesan itu baru saja muncul di komputer. Sebenarnya semua itu telah selesai dia kerjakan, tinggal mencetaknya saja dan dia saat ini masih malas.

Alvince melihat cangkir kosong yang ada di atas mejanya. Tiba-tiba dia ingin secangkir teh hangat. Tetapi dia tidak ingin hasil buatan office boy. Mungkin sepuluh menit keluar untuk membuat teh tidak masalah.

Lelaki ini berdiri dan kursi kebesarannya sedikit bergerak. Dia berjalan mendekati pintu keluar.

Kebetulan sekali ruangannya berada di samping ruangan Levia dan Deara si ketua penggosip. Dan entah suatu kebetulan yang aneh apalagi yang sedang mengikutinya kali ini ketika dia melihat Deara menggosip 'yang tidak tahu sedang membicarakan apa' dengan sedikitnya empat sampai lima orang di sofa merah. Sedangkan Levia berdiri di sudut ruangan yang sepertinya ingin membuat minuman seperti dirinya di sini.

SECREDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang