Bab Empat (Lupa umur)

1.9K 81 0
                                    

BAB EMPAT

Lupa Umur

DAUN Eucalyptus berguguran hingga sedikit memenuhi halaman depannya. Menutupi warna jalan yang kontras dengan warna daun itu. Ranting-ranting kecil patah menjatuhi bagian bawah hingga mengeluarkan suara KRAKK.. yang berbunyi cukup keras. Beberapa burung yang sejak tadi berada di atas pohon, memunguti ranting itu menggunakan paruh kerasnya untuk membangun sebuah sangkar.

Lyssa sempat tertahan sejenak karena matanya terpikat dengan siluet burung yang sedang bertengger di balik cabang pohon. Sepasang burung itu seperti tanpa beban mengarungi dunia yang penuh dengan cobaan berat. Tanpa sadar dia terus mengamati salah satu mata burung itu. Tatapan wanita ini berubah menjadi kosong. Hingga tidak tersentuh titik sudut penglihatannya. Semuanya serba gelap dan rabun. Sekilat sudut matanya mulai muncul kilatan bening.

Dia selalu mengingat kenangan itu. Dia benci untuk mengingat itu kembali. Mata abu-abu yang mirip dengan seseorang. Mata yang selalu menatapnya dengan tajam seakan ingin menghangus bersihkan orang yang berada di depannya. Kilatan mata yang penuh dengan rasa benci. Lyssa selalu berusaha bersembunyi di balik pintu lemari ketika orang itu datang. Tangan mungilnya memegang dengan erat balok kayu tipis yang mulai kusam itu. Mata merah Lyssa selalu ketakutan meski dirinya tahu dia lebih kuat daripada orang itu.

Matanya mengerjap tidak beraturan. Lehernya berkali-kali bergerak kekanan maupun kekiri untuk memastikan sesuatu yang tidak diinginkannya sejak dulu tidak ada. Tanpa sadar lensa matanya semakin merah merekah akibat ketidaksadarannya tadi. Lyssa mencoba menetralkan detak jantungnya. Warna merah tadi sedikit memudar, kembali tersamarkan dengar warna gelap lainnya.

Apa yang terjadi tadi?

Dia kembali menatap cabang pohon tadi dan tidak menemukan sepasang burung itu disana. Ternyata sejak tadi hujan sudah mengguyur halaman depannya hingga semuanya basah penuh air. Hewan-hewan saat ini terutama burung pasti lebih suka melindungi diri dan kepakan sayapnya agar tidak lecek.

Jemari lentik Lyssa menempel erat di jendela. Menggambar sesuatu yang abstrak disana. Bayangan dirinya sedikit terlihat samar-samar. Sudah beribu kali dia melihat fenomena ini. Menatap hujan dari jauh, ataupun merasakannya langsung ditangan dengan menadahkan wajah. Dia memang bosan setiap menatap hujan. Hujan baginya hanya sesuatu yang sama, tidak beraturan, selalu datang kapanpun dan dimanapun. Dia semakin bosan lagi ketika menatap wajahnya melalui jendela. Wajah yang setiap waktu tidak pernah berubah. Tanpa adanya kerutan sedikitpun di setiap sudutnya. Mata lebar dan rambut hitam yang setiap waktu selalu seperti itu. Membosankan..

Dia mencoba mengingat sesuatu yang telah lama dia lupakan. Umurnya. Dia bahkan lupa sudah sejak kapan dirinya terakhir kali merayakan apapun yang bernama ulang tahun. Yang jelas dia sudah tidak dapat dikatakan muda lagi sekarang.

Berbagai pertanyaan berkecamuk dalam pikirannya.

Dia selalu bertanya-tanya kapan saatnya dia untuk mati?

Dan untuk apa selama ini dia hidup?

(***)

 "Kuharap para kru wartawan  tidak membesar-besarkan masalah sepele itu.."

"Untuk kau mungkin sepele. Bagi mereka berita itu adalah sebuah informasi emas yang berharga bagi mereka. Mungkin karena kau tidak pernah menunjukkan teman wanitamu di tempat umum."

Rio membenarkan dasi hitamnya lebih rapi sebelum membalas perkataan Managernya. Dia bahkan melirik Cakka sinis. "Apa maksudmu? Kumpulan wanita itu saja yang tidak ada menarik-menariknya sama sekali bagiku."

Ngomong-ngomong tentang wanita, lelaki ini kembali mengingat pertemuannya dengan wanita aneh itu. Dia susah payah menunggu hingga akhirnya wanita aneh itu hanya mengatakan beberapa macam kalimat yang sedikit membuatnya tersinggung, lalu melanjutkan dengan mengatakan bahwa semua persiapan dan dokumen-dokumen persetujuan akan dikirim melalui e-mail. Hanya itu saja dan wanita itu kembali berlalu pergi. Bahkan tanpa permisi dengannya. Tanpa sadar Rio merengut kesal dan Cakka meliriknya bingung.

SECREDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang