Bab III || Don't Touch Me!

76.6K 904 7
                                    

  ₪₪₪⓿₪₪₪  

"Aku minta maaf, Shen," ucap Bram lirih. 

Shenna menghembuskan nafasnya dengan perlahan, berusaha untuk tetap tenang walau matannya tak dapat membohongi siapapun. Gadis itu menyeka air matanya lalu berlalu tanpa meninggalkan kata sedikitpun.

  ₪₪₪⓿₪₪₪  

Bram menusuk siomay didepannya tanpa minat. Pandangannya kosong bersamaan dengan pikirannya kian hari kian kacau. Seminggu sudah setelah kelakuan bejatnya itu kepada Shenna, kini gadis itu berhasil menjauhinya setelah sempat berbicara berdua di rooftop sekolah. Sederet kalimat yang keluar dari mulut gadis itu hingga kini masih menghantuinya.

"Anggap aja semua itu gak pernah terjadi, termasuk aku mengenalmu sebagai sahabat terbaikku."

"Bangsat!"

Kantin sejenak mendadak hening mendengar ucapan Bram yang cukup keras. Lelaki itu menghembuskan nafasnya dengan kasar lalu mengusap wajahnya. Frustasi. Ia mengeluarkan ponselnya, lalu mengetik sesuatu pada benda pipih itu sebelum berlalu meninggalkan kantin yang kini mulai ramai kembali dengan bisik-bisik tentangnya. Sementara itu di seberang sana, Rama tersenyum puas. Ia tampaknya tidak ingin berhenti sampai disini untuk membalaskan dendamnya. Dendamnya pada Bram, lupakan dendamnya pada gadis malang itu.

  ₪₪₪⓿₪₪₪  

Shenna sudah tenggelam pada buku novel di tangannya itu tanpa memperdulikan sekitarnya. Istirahat telah berjalan setengah jam yang lalu. Dan gadis itu masih memiliki waktu lima belas menit lagi sebelum kembali ke kelas dan menyelesaikan pelajaran terakhir. Hari ini masih lama cukup lama berlalu, meski pulang cepat gadis itu masih harus mengikuti les disalah satu bimbingan belajar dekat sekolahnya, baru setelahnya ia dapat pulang ke rumah.

Seminggu sudah gadis itu menjalani rutinitas tanpa Bram. Biasanya mereka akan belajar bersama mengerjakan soal-soal latihan yang mereka dapat di internet ataupun buku-buku pinjaman. Maklum, ujian nasional akan mereka lalui dua minggu lagi.

' "Lo bakal ngambil jurusan apa?" tanya Gama yang sedang sibuk berkutat dengan  laptopnya. Nge-game.

Gladis menolehkan pandangannya, menatap Gama sejenak sebelum kembali melihat pemandangan diatas cafe rooftop itu. "Psikolog kalau gak ya sastra," jawabnya.

"Sastra jawa?" tanya Gama asal sontak membuat Gladis melempar gumpalan kertas buram yang telah terisi penuh coretan kepada Gama. Lelaki itu terkekeh menyadari temannya itu memang sangat payah dengan pelajaran bahasa jawa saat mereka di sekolah dasar dulu.

"Aku gak mau kita pisah," ucap Gladis akhirnya. Pundaknya ikut menurun seraya pandangannya menerawang.

"Aku juga." '

Shenna sontak menutup buku novel yang baru dibelinya kemarin. Pikirannya langsung tertuju pada kejadian di perpustakaan kota sore itu saat hujan lebat. Ketika dirinya dan Bram masih dekat dan memilih menghabiskan waktu minggu sore di perpustakaan kota. Mengerjakan latian soal bersama atau sekedar membaca materi hingga Bram bertanya akan kemana Shenna melanjutkan sekolahnya, tanpa terasa hingga malam tiba.

Shenna menghela nafas. Sebentar lagi, ia tak perlu repot-repot menjauhi Bram karena setelahnya ujian ia akan langsung pindah ke rumah tantenya di Jogja. Sementara, Bram mungkin akan tetap di Jakarta atau ke Bandung untuk melanjutkan sekolah di universitas impiannya sejak dulu. Dan dia akan bebas dari bayang-bayang kejadian itu.

"Hallo, manis."

Shenna mendongak, terkejut dengan kehadiran lelaki di depannya itu sembari tersenyum. Yang ia tau, ini bukan pertanda baik. 

"Kamu ngapain di sini?" tanya Shenna sedikit memelankan suaranya mengingat dirinya sedang berada di perpustakaan. Matanya sesekali melirik sekitar, memastikan tidak ada yang melihatnya dengan Rama disini.

"Semua murid disini bebas dong keluar masuk di perpustakaan. Emang ada larangan?" tanya Rama balik sambil menggigit apel, lalu melipat tangannya, memperhatikan Shenna dengan seksama. "Apa kabar?"

Shenna mengerutkan keningnya bingung. Tak ingin berurusan lebih lama dengan lelaki dihadapannya itu, ia memutuskan untuk membereskan buku-bukunya dan beranjak pergi. Namun belum sempat gadis itu sampai di pintu keluar perpustakaan, Rama mencengkram tangannya kuat-kuat. "Gue tunggu lo di gudang lantai atas, pulang sekolah. Jangan kabur atau lo bakal dapet masalah lebih buruk," ucap Rama dengan menekan setiap katanya membuat Shenna menelan ludahnya susah payah.

Pasalnya, setelah nyaris cukup lama lelaki itu tidak mengganggunya karena adanya Bram disisinya, kini Rama kembali mendekatinya, memaksanya, dan mungkin akan melakukan hal-hal buruk lainnya lagi seperti dulu. Jika dulu ia masih dapat berlindung pada Bram, kini gadis itu tidak memiliki tameng siapa-siapa lagi. Ia harus kembali menghadapi Rama sendiri.

"Gue tau apa yang terjadi antara lo dan Bram seminggu yang lalu, Shenna."

Dan tepat setelahnya Shenna merasa lututnya begitu lemas.

Don't Touch Me!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang