Dia adalah Aziz. Entah kenapa pandangan Aziz kepada mereka seperti padangan terluka, dan tatapan tak suka. Padahal Aziz dan Delisia tidak memiliki ikatan yang serius, dan Aziz pun tidak memiliki perasaan apa-apa terhadap Delisia. Lalu apa arti pandangan itu?
Setelah puas melihat wajah Delisia yang bahagia, Rafly pun pamit pulang. Delisia masih setia duduk ditempat itu sambil memandangi kotak yang diberikan Rafly, hingga kedatangan seorang laki-laki itu membuat dahinya berkerut. Apalagi yang dia inginkan? Belum cukupkah dia menyakiti hatinya secara tidak langsung? Atau malah ingin menanyakan alamat Lailil?
"Ngapain kesini? Mau tanya alamat Lailil? Maaf aku tidak punya." ucap Delisia datar. Akan saja Delisia berdiri dan meninggalkan Aziz, namun tangannya sudah dicekal oleh Aziz sehingga dia terpaksa duduk kembali. Dia berusaha untuk tetap tenang, meskipun sebenarnya hatinya sedang tidak karuan. Mati-matian dia menahan rasa gugup yang dia alami.
"Ini tempat umum, siapa saja bisa datang kesini. Termasuk aku, dan aku kesini bukan untuk menanyakan alamat Lailil." jawab Aziz tak kalah dingin. Pandangannya lurus kedepan.
"Kotak apa itu? Tadi kulihat Rafly memberikannya dan kamu kelihatan bahagia." lanjutnya masih dengan dinginnya.
"Bukan urusanmu," jawab Delisia dan pergi meninggalkan Aziz sendirian ditaman. Kalian tahu bagaimana perasaan Aziz sekarang? Sakit? Itu mungkin yang dirasakan Delisia dulu. Ditempat yang sama, Delisia juga pernah merasakan rasa sakit itu.
"Kenapa Delisia seperti itu? Apa aku punya salah, kenapa dia cuek? Tapi ada apa juga denganku, kenapa aku seperti tidak suka kalau Delisia deket sama Rafly. Ah sudahlah, lupakan." batin Aziz.
Aziz bangkit dari duduknya dan kembali masuk kedalam rumah. Sebenarnya tadi dia ingin keluar untuk membeli sesuatu di toko yang tak jauh dari rumahnya, namun karena tidak sengaja melihat Delisia sedang duduk berdua bersama Rafly di taman, diurungkan niatnya dan memilih untuk melihat apa yang mereka berdua kerjakan.
***
Dengan langkah terburu-buru seorang gadis berjalan melalui koridor sekolah sambil membawa beberapa tumpukan buku paket ditangan sehingga menutupi bagian wajah dan membuatnya tidak dapat melihat orang yang ada didepannya yang mengakibatkan dia menabrak seseorang hingga semua buku-buku itu terjatuh.
"Eh maaf-maaf aku nggak sengaja, nggak kelihatan juga. Aku buru-buru, maaf ya." ucap gadis itu sambil membereskan buku-buku yang terjatuh dan dia tidak memandang siapa seseorang yang ia tabrak.
"Nggak papa, aku juga salah. Jalan nggak lihat-lihat, malah fokus sama ponsel." lelaki itu membantu gadis tadi.
"Mau dibawa kemana bukunya? Biar aku bantu, terlalu banyak dan berat jika kamu membawanya sendirian."
"Oh tidak usah, biar aku sendiri saja. Aku tidak mau ngrepotin kamu." jawab gadis itu dengan keukehnya.
"Sudahlah, sini berikan sebagian buku itu. Biar aku membantumu, sebagai tanda permintaan maaf ku"
Dengan senang hati gadis itu memberikan sebagian bukunya, dan dia membawa sebagiannya lagi.
"Mau dibawa kemana?" tanya lelaki itu.
"Ke perpustakaan"
Lelaki itu hanya menganggukkan kepala dan berjalan mendahuluinya. Mereka terlibat saling diam disepanjang koridor sekolah hingga mereka sampai diruang Perpustakaan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dream
Teen FictionKisah seorang gadis yang mengejar cintanya kepada pria yang dingin, cuek, acuh masalah cinta. Seorang gadis yang hanya mampu melihat orang yang ia suka dari kejauhan. Menyukainya dalam diam. Tidak berani mengukapkannya. Dia hanya bisa bermimpi un...