Perasaanku membuncah. Aku tak tahu mengapa semua kisah ini dimulai bahkan aku tak tahu mengapa semua kisah ini mengalir bagai air bah, membuatku tak mampu menghalangi decak-decak kata sakti. Cinta.
Keping-keping kertas yang terukir diatasnya baris-baris kalimat yang tertanam dan kemudian merimbun seseorang tiba-tiba memetik paksa dan menggunakan rasa pada tanaman ku. Rasa sakit dan rindu. Semua membuatku ingin kabur. Tapi aku hanya tanaman gulma yang tak mampu menjalar. Tak pernah kuingin kesempatan untuk membalas dendam atas rasa sakit dan rindu itu. Ingatlah, aku hanya ilalang.
Luka dan diam kulampiaskan dalam kebohongan, melampiaskan dalam derak-derak kata dusta. Namun ingatlah bagaimanapun perbuatanku, Itu tetap aku. Wahai penuai rasa sakit, kau bagai kumbang yang liar namun dalam saat yang bersamaan kau bagai candu bagiku. Bersamamu aku bahagia walau bergelimang dusta.
Namun berapa lama dusta mampu bertahan? Waktu mampu membukanya. Kau tahu aku tak menunggu saraf-saraf yang tak mampu kupenuhi. Aku bukan ilalang yang kuat. Aku hanya tanaman yang buruk lagi merindukan keindahan. Kurang bersyukur bukan? Jangan mendecih.
Tangisku bersambut dengan serangga yang aku tak tahu darimana asalnya. Serangga yang selalu membuatku terlihat buruk. Serangga yang tidak pernah baik padaku. Tak pernah menganggapku. Lebah.
Aku hanya ilalang. Ilalang yang buruk, kerdil dan tak sedap dipandang mata. Aku menghilang namun lebah itu mampu menemukanku. Lebah... Lebah... Aku sepertinya bercerita terlalu banyak padamu. Aku bahkan tak berniat membuatmu menemukanku. Aku hanya ingin menumpahkan kesahku padamu tentang sang kumbang.
Lebah, kau membuatku takut. Tapi kau sahabatku. Kau makin menutup dirimu dalam pertemuan kita dikemudian harinya, sebagaimana aku berusaha menutup diri akan kumbang. Aku hanya perlu menjadi berbeda, ilalang yang seperti seharusnya. Tak perlu berusaha terlihat cantik ataupun ingin dikenal. Aku mesti bangga jadi ilalang. Lebah manis. Lebah manis. Lebah manis.
Ilalangku tak berbunga wahai lebah. Jangan dekat-dekat padaku. Walaupun kau mengatakan padaku jangan berbalik menyukaimu, namun aku telah menggantungkan separuh kebenaran tentang hidupku padamu. Lebahku, aku bingung. Aku bahkan selalu menceritakan tentang kumbang padamu. Mengapa kau pelan-pelan membuatku mulai mengikhlaskan kepergian sang kumbang. Mengapa kau membuat perhatianku beralih padamu?
Lagi-lagi aku ingat janji itu, jangan berbalik menyukaimu. Sadar diri, aku hanya Ilalang. Aku sadar aku hanya ilalang. Aku tak bisa bersamamu karena kita berbeda. Aku yang berbeda sejak dulu, ilalang yang memiliki banyak rahasia dalam hidup dan kau sang lebah, kau telah mengetahui banyak bagian yang aku sembunyikan.
Seperti yang pernah kukatakan pada kumbang, aku adalah tanaman yang begitu serangga mendekat dan mengenalku lebih jauh maka serangga-serangga itu akan pergi. Kumbang mundur dan memang semestinya. Aku yakin lebah, kau pun akan mundur. Menjauh dariku. Kau tentunya akan memilih salah satu kembang di luar sana dan yang pasti bukan aku.
Selanjutnya, sebuah permintaan yang membuatku sakit muncul. Kau ingin menjauh dariku. Kau tak ingin dekat-dekat dengan ilalang aneh sepertiku. Biarkan aku tertawa terbahak-bahak. Apa perlu aku lemparkan kepalaku ke dinding sebagai hukuman karena aku tak menuruti firasatku tentangmu, wahai lebah maduku?
Sedang setengah akar telah kutitip padamu, begitu pula daun-daunku. Bagaimana ilalang ini akan menjauh dari lebah? Semakin kupikir semakin pusing.
Memang seharusnya sejak awal aku tak usah mengungkapkan rasa rindu tentang kumbang pada lebah jika begini jadinya. Biar saja aku tersiksa sendiri.
Aku tak bisa berpindah. Ingat aku hanya ilalang. Namun aku bisa menyapa orang yang lalu lalang. Aku ingin mengalihkan perhatianku darimu. Melepaskan sisi-sisi yang berbeda dari sebatang ilalang. Mana tahu ilalang bisa berubah menjadi anggrek atau melati. Omong kosong memang. Setidaknya aku ingin berubah.
Bercanda tawa tanpa perlu mengeluarkan kesedihan. Semua orang yang lalu sama saja. Ilalang sepertiku telah morat marit. Tak apa. Tak apa. Selama aku bisa memenuhi permintaan sang lebah agar aku tak lagi ingin mendekatinya itu cukup. Karena dia tak ingin dekat-dekat denganku.
Aku tak mengharapkan hubungan merah muda, namun persahabatan pun tak bisa diharapkan. Aku cukup sadar kita berbeda dan aku tak memaksakan kau berubah menjadi ilalang. Sama sepertiku.
Disatu sisi aku berfikir, untuk apa aku seperti ini? Identitasku sebagai ilalang telah lari. Pergilah serangga-serangga dariku. Jangan dekat-dekat aku. Daun dan akarku telah luka. Walau aku yang membiarkan diri ini lumpuh, biarlah. Aku hanya menanti seseorang mencabut atau memotongku. Memberikan daun dan batang semuku jadi makanan kambing. Setidaknya aku berguna bukan?
KAMU SEDANG MEMBACA
Sepucuk Surat
RomanceApakah aku? Aku hanyalah sebatang ilalang yang mencoba menerjang angin.