Lagi-lagi aku disuruh untuk tepekur dalam gelap malam; diantara deru suara bising mobil-mobil dan denyut-denyut keras saraf yang menyakitkan kepala.
Iringan-iringan kata mengalir membentuk irama-irama menyayat kalbu. Bahkan aku tak terlalu mengerti arti persahabatanku dengan jangkrik.
Jangkrik senang lompat-lompat; irama hidupnya ceria dan penuh keceriaan. Bagaimana aku bisa mengiringi langkah-langkah besarnya. Hidup bagai tiada masalah baginya.
Tentu aku tahu teman tidak ada hidup yang tanpa masalah tapi caranya membawakan hidup sangat membuatku kagum.
Live is easy.
Pernah aku merutuk, mengapa warna hidupku seakan polos. Lalu aku tersadar akan gelombang pasang yang kemudian datang silih berganti. Aku tak tinggal di laut tapi aku mabuk dengan semua keterombang-ambingan ini.
Gerakku seakan kaku. Nuansa biru tua tak ada pada jangkrik tapi warna hijau. Aku bahkan tak menyukai kedua warna itu. Namun ada sebuah daya yang menbuatku tertarik. Sering aku berusaha untuk menolak namun nihil. Percuma.
Sahabat-sahabat seranggaku membuatku takut. Takut akan ditinggalkan, takut akan kehilangan. Ketika aku akan berpegang padanya mereka meninggalkan aku. Mereka membuatku nyaman disisi mereka sehingga aku terpaku lalu aku ditinggalkan dalam keadaan tergantung.
Apa sih yang aku harapkan? Aku nyaris tak mengharapkan apa-apa. Aku hanya ingin ditemani. Aku hanya ingin ada yang menemani saat suka dan sedihku. Tempat aku berbagi cerita. Sebagai gantinya aku akan melakukan hal yang sama untuk mereka. Bahkan lebih.
Gerakan sayu membuatku tak bisa berpikir. Seenak saja aku mengiyakan dan menganggukkan kepala sembari melepas kata kaku.
Walau aku akhirnya dibohongi lagi. Sama sekali aku tak menginginkan ini. biarkan aku melebur dengan angin dan melupakan jangkrik.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sepucuk Surat
RomanceApakah aku? Aku hanyalah sebatang ilalang yang mencoba menerjang angin.