TENTH

641 77 16
                                    

Evelyn POV

Levin membawaku kesebuah pantai. Pasir yang lembut nampak terasa ditelapak kakiku ini. Udara yang segar, pemandangan yang indah, laut yang jernih, dan.. Suasana yang romantis.

Aku berjalan beberapa langkah mendekati permukaan air. Sedikit memainkan ombak air yang datang menerjang kakiku. Dingin, terasa sangat dingin menusuk namun sangat indah dirasakan.

Ini adalah kedua kalinya aku berada disebuah pantai. Sudah sejak lama aku tidak berada disini. Aku tersenyum saat melihat ada sebuah sekop kecil berwarna merah. Kurasa itu milik sesorang anak kecil yang tertinggal mungkin.

Tunggu, aku seperti melupakan sesuatu. Akupun segera menoleh kearah Levin yang kini sedang menatapku. Dia sedang berada dibawah pohon kelapa. Akupun berlari menghampirinya hingga membuat pria itu mengangkat alisnya.

"Kenapa tidak dilanjut-" Ucapan Levin terhenti saat aku tiba-tiba memeluknya. Aku sangat beruntung bertemu pria yang tak memandang sebelah mata terhadapku. Aku merasa bahagia karena bisa bertemu dengannya. Aku merasa menjadi wanita yang paling beruntung sedunia.

"Terimakasih.. Aku benar-benar terimakasih.." Aku mendongakan kepalaku untuk melihat wajahnya yang tampan itu. Pria didepanku ini masih terdiam. Aku langsung melepaskan pelukanku itu kasar. Sial, aku sangat memalukan sekali.

"Maaf.." Ujarku pelan.

"Tersenyumlah.." Aku kembali menatapnya yang kini sedang mengelus puncak kepalaku. Sungguh, ini sangat membuatku bahagia.

Akupun kembali berlari menjauhinya untuk bermain pasir. Kulihat Levin hanya duduk mengawasiku dari sana. Tak apa dia tak ikut bermain pasir denganku. Melihatnya menatapku saja sudah lebih dari cukup untukku.

Author POV

Levin tersenyum melihat tingkah kekanakan Evelyn yang kini sedang memarahi ombak laut yang menerjang istana pasirnya. Bahkan gadis itu berkomat-kamit mendumel karena istana pasir hasil kerja kerasnya harus runtuh dengan cepat ketika ombak laut datang.

Penampilan gadis itu sangat jauh dari kata baik-baik saja. Bahkan butiran pasir kini sudah menempel diseluruh tubuh Evelyn.

Sudah sekitar tiga jam mereka disini. Evelyn yang sedari tadi sibuk membikin istana pasir membuat gadis itu sedikit melupakan sesosok pria yang kini masih setia menatapnya. Dilihatnya pria itu yang sedang menatapnya sambil tersenyum.

"Sudah puas bermainnya?" Tanya Levin saat melihat Evelyn yang sudah berada didepannya. Gadis itu mengangguk mengiyakan sambil tersenyum lebar.

"Ini. gantilah bajumu. Setelah itu aku akan mengajakmu makan, kau pasti merasa kelaparan bukan?" Levin berujar sambil menyerahkan paper bag yang berisikan satu setel baju untuk Evelyn.

"Kapan kau membeli ini?" Tanya gadis itu bingung. Sedari tadi Levin perasaan hanya duduk disini memperhatikannya. Lantas kapan pria itu berbelanja baju untuknya.

"Aku menyuruh seseorang untuk membelinya." Jawab Levin sambil menyedot air kelapa yang berada disampingnya. "Cepatlah berganti pakaian. Kau akan kedinginan jika tak cepat mengganti bajumu itu."

"Levin?" Panggil Evelyn membuat pria itu menatap gadis yang kini tersenyum kepadanya.

"Terimakasih.." Ujar Evelyn sebelum berlalu kesebuah toilet. Levin hanya tersenyum melihat punggung Evelyn yang menjauh.

Drtt drtt

Pria itu menatap handphone yang kini sedang bergetar. Pria itu melihat nama seseorang dilayar ponselnya. Diambilnya ponsel tersebut lalu menolak panggilan tadi dengan cara mencabut baterai ponselnya.

98 kgTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang