SIXTH

644 79 4
                                    

"Akankah kesedihan hatiku ini berakhir?? Jika memang benar maka aku akan sanagt bersyukur telah terlahir didunia ini"

Aku terbangun saat cahaya sinar matahari menerpa wajahku. Siapa yang membuka gordeng dan jendela di kamar inapku ini? Apakah ibu barusan datang kemari? Aku mulai berusaha mendudukan tubuh besarku ini. cukup sulit memang. Tapi akhirnya aku bisa terduduk manis diatas ranjag pasien ini.

Mungkin nyawaku belum sepenuhnya terkumpulkan. Aku sedikit menguap saat sebuah angin masuk kedalam ruanganku melalui jendela yang terbuka itu. Aku menengok kearah pintu kamar inapku yang terbuka. Menampakan seorang Levin. Dirinya berjalan kearah ranjangku dengan membawa setangkai buga mawar.

"Pagi Evelyn.." Ucapnya ketika dia sudah berada dipingir ranjangku. Bunga mawar yang dipegangnya kini dia taruh diatas meja yang berada di sampingku.

"Pagi juga.." Jawabku sambil tersenyum kearahnya.

"Bagaimana tidurmu?" Levin kembali bertanya saat dirinya sudah duduk dikursi. Wangi tubuhnya tercium oleh hidungku. Ini adalah parfum kesukaanku. Papermint. Yap! Ini bau papermint.

"Cukup nyenyak."

Levinpun terseyum. Aku sangat suka senyumannya itu. sepertinya Levin baru saja selesai mandi. Kulihat rambutnya sedikit basah. Wajahnya juga sangat terlihat segar. Berbeda denganku yang sudah satu bula lebih tidak merasakan air ditubuhku. Oh tidak, mungkin aku sangat kotor saaat ini.

"Kau bermimpi apa semalam? Kulihat begitu damai saat kau tidur tadi malam."

Tunggu. Apakah levin benar- benar menememaniku semalaman? Apakah dia serius dengan ucapannya itu? Kukira dia hanya pura-pura saja untuk menenangkanku. Jadi, apakah Levin semalam itu menjagaku?

"Apa semalam kau ada disini?" Tanyaku dengan tampang tololnya mungkin. Hingga membuat levin tertawa. Sepertinya mahluk disampingku ini sanagt menyukai tertawa.

"Tentu! Kan sudah kubilang aku akan menemanimu. Lihat, bahkan aku harus meminjam kemeja ayah untuk baju gantiku saat aku mandi tadi."

Dia benar. Kemeja yang dipakainya itu kemeja untuk orang bekerja. Dia memakai kemeja putih dengan balutan switternya yang berwarna coklat.

"Maaf telah banyak merepotkanmu"

"Tidak tidak. sungguh ini tidak merepotkanku sama sekali"

Levin pun menyakinkanku dengan cara berdiri sambil memutarkan badanya. Menunjukan bahwa dia itu senang melakukan semuanya itu.

Tapi.. apa benar Levin ini senang berada didekatku? Manusia seperti Levin tidak mungkin jika tidak mempunyai banyak aktivitas yang menyenangkan. Lantas kenapa Levin justru malah mau menjagaku dan berada didekatku terus-menerus? Ini memang membahagiakan untukku. Tapi aku tidak tau apakah ini juga membahagiakan untuk dirinya juga.

Aku masih memikirkan siapa Levin sebenarnya. Menagapa aku merasa bahwa Levin itu adalah orang yag dekat denganku. Tapi siapa?

"Hei!" Levin menepuk pelan tanganku. Mungkin aku seperti mengabaikannya.

Akupun tersenyum kepadanya dan begitu juga dengan dia. Kami tersenyum bersama.

"Levin kau tidak sekolah?"

"Aku?"

"Iya"

"Kuliahku dimulai jam 09.00 jadi masih bisa nyantai dipagi hari"

"Oh iya aku lupa bahwa kau ini anak kuliahan.. berarti kau lebih tua dibanding aku. Apa aku harus memanggilmu kakak?"

Aku tertawa saat mengatakan itu. Aku lupa bahwa Levin ini anak kuliahan. Pantas saja selama dua tahun aku menjadi pengagum rahasianya di sebuah taman, belum pernah aku melihatnya menggunakan seragam sekolah, dan ternyata dia memang anak kuliahan. Sama seperti Fera.

98 kgTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang