SEVENTH

653 80 9
                                    

"Aku sebut ini kesepian. Nama lain dari rindu yang mendalam"

"Ibu aku berangkat"

Aku berpamitan kepada ibu yang sedang mencuci piring. Seperti biasa Tidak ada jawaban apa-apa dari ibu. Aku pun memutuskan segera berangkat kesekolah.

Aku mengelap motorku yang berdebu. Aku lupa tidak sekalian menyuruh pembantu kemarin untuk membersihkan motorku. Kulihat ayah bersama Fera akan berangkat juga. Sepertinya mereka akan berangkat bersama. Apa mungkin mobil Fera masih ada dibengkel pasca kecelakaan kemarin yang menimpanya?

"Ayah?" Aku memanggil ayah ketika ia hendak membuka pintu mobilnya.
"Boleh aku ikut?"

"Masuklah"

Asyik! Aku kali ini diantar oleh ayah. Sungguh, sangat jarang aku diperbolehkan berangkat bareng dengannya. Ayah bilang arah sekolahku dan juga arah kantor ayah itu berbeda, jadi akan memakan waktu untuk mengantarku.

Aku duduk dikursi belakang, sedangkan Fera duduk disamping ayah. Kamipun mulai meninggalkan rumah. Meninggalkan ibu sendiri didalam sana. Aku mulai memasangkan headset untuk mendengarkan musik-musik favoritku.

kulihat pemandangan yang sering aku lihat saat mengendarai motor menuju sekolahku. Jujur, aku bahagia saat ini. Sudah sejak lama aku tidak diantar oleh ayah ke sekolah.

Sebentar lagi aku akan sampai disekolahku. Ayah segera menghentikan mobilnya saat sudah berada didepan pintu gerbang. Akupun membuka pintu mobil ini dengan perasaan bahagia.

"Terimakasih ayah.." Ucapku sambil melambaikan tangan melihat mobil ayah yang mulai melaju kembali menuju kampus Fera.

Akupun membalikan badan melihat bangunan megah didepanku ini. Tidak ada yang berubah, semuanya masih tampak sama. Aku melangkahkan kakiku menuju kelasku yang berada di ujung bangunan ini.

Orang-orang disekitarku ini mulai berbisik-bisik saat aku berjalan melewati koridor. Inilah kebiasaan yang selalu kuterima saat aku melewati koridor sekolahku. Banyak sekali mulut-mulut kotor berserakan yang membicarakanku.

Tak kuhiraukan mereka semua itu. Dan akhirnya aku sudah sampai didepan kelasku. Perlahan kugeser pintu dan mulai memasukinya. Semua pasang mata mulai tertuju kepadaku. Akupun kembali berjalan kearah bangku paling belakang yang ada dikelas ini.

"Eh manusia balon! Kapan situ kurus?!!"

"Hahahaa.."

Gelak tawa itu memang sudah biasa untukku. Lalu aku bisa apa? Melawan mereka? itu sama saja aku bunuh diri. Satu banding 29 orang itu cukup menyusahkan. Tak kuhiraukan cacian-cacian mereka semua.

"Aku ingin bertanya padamu"

Tiba-tiba vicka datang menghampiriku sambil mengambil buku novel yang sedang kubaca. Mau tak mau kini akupun mulai menatapnya. Vicka membuang bukuku itu dengan sangat kasar.

"Aku tidak ingin membuat masalah dulu." Ucapku yang berusaha mengambil bukuku kembali. Namun sial, Vicka lebih dulu menendang buku itu hingga letaknya semakin jauh dari jangkauanku.

"bagaimana keadaan kak Fera?"
Sudah kubilang Vicka adalah salah satu penggemar berat Fera.

"Kenapa tidak kau tanya saja pada orangnya langsung?"

"Oh begitu. Kau mulai bersikap angkuh sekarang."

Entahlah aku mendapatkan keberanian darimana. Tetapi sungguh aku mulai lelah jika harus meladeni mereka semua. Mereka menurutku bukanlah seorang pelajar, namun seorang berandalan yang dengan tega menyiksa temannya sendiri.

98 kgTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang