SECOND

903 80 8
                                    

"Cahaya pagi mampu memberi sebuah semangat tinggi untuk diri ini. hari yang yang sangat berarti untuk kehidupan ini."

Aku terbangun dari tidurku. Ah, cukup indah mimpi yang aku alami tadi malam. Aku menggeliatkan tubuhku dan mulai terduduk disofa yang selaman menjadi tempat tidur lelapku. Saat melirik kearah kasurku, keadaannya sudah kosong. Mungkin Fera sudah berangkat kuliah. Mataku pun langsung tertuju pada jam dinding di kamar ini. Jam 07.45

07.45

Apa?? Tunggu! Bukankah aku harus pergi ketaman? Oh my god! Aku tidak boleh telat mengunjungi taman itu. Aku harus datang sebelum dirinya datang. Spontan saja aku langsung berdiri dan mulai mengambil handuk. Tapi naas kakiku menyandung sesuatu hingga membuatku tersungkur mengenaskan.

"AWW!!" pekikku menahan yang rasa nyeri.

Dengan sedikit tertatih aku pun berdiri kembali dan berjalan menuju kamar mandi. Untung saja ayah memberiku kamar mandi khusus untukku, jadi aku tak perlu repot keluar kamar untuk mandi.

Aku mulai memukuli kepalaku pelan.

Mengapa aku bisa melupakan misiku kali ini? Apa mungkin ini efek pengaruh dari mimpi indah semalam. Tapi aku semalam mimpi apa yah?

BUG!!

"Ahhhh!! Kepalaku.."

Tuhan, pertanda buruk kah hari ini? Mengapa aku selalu mendapat hambatan.

Barusan kepalaku membentur pintu kamar mandi saat aku akan memasukinya. Mungkin aku terlalu banyak gelisah sehingga tidak melihat pintu kamar mandi yang masih tertutup.

Dengan perasaan dongkol, akhirnya aku membuka pintu tersebut dan memasukinya. Aku harus segera bergegas agar tidak terlambat

Tiga menit cukup untukku hanya untuk membasuh muka dan menggosok gigi. Masalah membasahi badan mungkin bisa kulakukan sore hari nanti. Aku mulai membuka lemari dan memilih baju berlengan panjang dan celana training, serta tak lupa juga sepatu olahraga.

Setidaknya aku harus memakai pakaian yang nyaman agar leluasa mengawasi gerak geriknya. Bukankah aku ini sudah terlihat seperti seorang detektif?

Baiklah dengan polesan make-up secukupnya aku mulai mengambil tas ranselku dan mulai pergi menuruni anak tangga. Aku harus membawa bekal juga agar tidak mati kelaparan disana.

Kulihat di dapur ada ibu yang sedang mencuci piring. Bahkan ibuku saja tidak perlu repot-repot membangunkanku tidur hanya untuk ikut sarapan bersamanya dan juga ayah. Aku yakin mereka pasti baru saja selesai sarapan pagi tanpa adanya diriku.

Yang mereka kwatirkan hanyalah Fera, Fera dan Fera. Mereka bilang gawat jika Fera kehabisan energi disaat aktivitasnya. Lalu bagaimana dengan aku yang jika nanti jatuh sakit? Apa Ibu dan Ayah akan kwatir juga?

Aku mulai berjalan menuju kulkas dan membukanya untuk mengambil beberapa buah Apel dan juga satu botol air mineral. Kulihat dimeja makan masih ada sepotong roti.

Kakiku pun berjalan menuju meja makan dan mengambil roti tersebut, Lalu melahapnya sambil memasukan dua buah apel ini kedalam tas ranselku.

"Ibu aku pergi dulu," pamitku sebelum pergi. Ya setidaknya aku harus tetap menjaga suasana di dalam rumah ini. Tapi aku sempat tersinggung ketika ibu tidak menjawab pamitanku tadi. Dia hanya melirikku sesaat lalu kembali dengan aktivitasnya tadi.

Memang apa yang aku ingin harapankan? Sebuah pelukan? Sebuah ciuman kasih sayang dari seorang ibu? Tidak. Aku tidak membutuhkannya. Yang aku butukan hanyalah senyum diwajahnya ketika melihatku. Kurasa itu itu sudah lebih dari cukup.

98 kgTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang