Sixth : Pantai

60 7 1
                                    

                  

***     

            Jantungku yang berdetak menandakan waktu yang semakin berlalu. Aku duduk di pasir putih yang memantulkan cahaya matahari. Air laut yang jernih terlihat sejauh mata memandang. Beberapa kelapa telah muncul di pohonnya. Tapi, tak terlihat teman-teman ku yang berusaha mengambilnya. Matahari bersinar cerah dan terasa panas.

            Karen tiduran di sebelah ku dengan mengepalkan tangannya di kepala. dia menggunakan kacamata hitam agar matanya terlindung dari sinar matahari. Salah sendiri tiduran di pantai menghadap ke atas. Dia tak merespon ketika aku menggerak-gerakan tangan di atas wajahnya. Dia sepertinya memejamkan matanya.

            Pantai itu indah. Pantai itu seperti perbatasan daerah antara 2 jenis makhluk yang berbeda. Perbatasan antara kita makhluk yang tinggal di darat dan mereka yang tinggal di laut. Bagaikan celah dimensi yang memisahkan dimensi kita dan mereka.

            Aku tiduran di atas pasir seperti Karen. Aku mengepalkan jari-jariku menjadi satu dan ku jadikan bantalan agar kepalaku tidak langsung mengenai pasir. mataku tak kuat memandang ke atas karena pancaran sinar matahari yang terik langsung menyilaukan mataku. Karen terlihat masih memejamkan matanya. Untuk sejenak aku berpikir bahwa  Karen sedang tidur. Aku mengetahui bahwa aku salah ketika Karen mulai berbicara.

            "Bagaimana sekolahmu?" tanya Karen

            Tak biasanya Karen terlihat peduli dengan sekolahku. Biasanya dia tak mau mengurusi sekolah ku.

            "tak terlalu baik. Aku tak suka kepada salah satu anak sekelas ku." Jawabku

            "Siapa?"

            "Seorang anak perempuan bernama Clara."

            "Hmm... ohh aku tau Clara. Bukankah dia itu cantik? Aku tau kakaknya. Dia itu kakak kelas ku tau. Dan aku pernah bertemu dengan Clara. Dia itu cantik." Lanjutnya. "Kenapa kamu tidak suka dengan dia?"

            "ya aku tidak suka aja."

            "Aneh, masa benci dengan orang tanpa alasan." Dia diam sejenak. "Serius deh kenapa kamu benci dengan dia?" dia memberi jeda sebentar untuk aku menjawab pertanyannya. Tapi aku tak memberi respon apapun. Kurasa pertanyaan itu tidak perlu dijawab. "Aku bisa menebaknya. Kau iri dengan dia ya? Walaupun aku tak tau kau iri dengan Clara kenapa. Tapi aku yakin kau membencinya karena kau iri padanya, kan?"

            Jantungku tiba-tiba saja terasa sakit karena kaget mendengar perkataan Karen barusan. Kenapa dia bisa tau kalau aku iri kepada Clara ya. "Bisa dibilang begitu sih. Tapi kok kamu tau aku iri sama dia?" tanyaku pada Karen.

            "Karena, setauku Clara anak yang baik. Dia sepertinya juga mudah bergaul dengan yang lain. Maksudku, dia itu tipe orang yang disukai banyak orang. Bisa dipastikan jika seseorang membenci orang yang baik karena mereka iri kepada orang itu." Katanya "Dan kau telah iri kepadanya."

            Aku tidak memberikan jawaban apapun selain hanya memejamkan mata menghindari sinar matahari yang menyilaukan mataku. Karen juga sepertinya tidak membutuhkan jawaban dariku. Aku tidak memberikan respon apapun kepada Karen karena aku juga tidak tau harus berbicara apa.

            Terdengar suara anak-anak sedang berkumpul di dekatku. Mereka sedang bermain sesuatu. Aku membuka mataku menaikkan sedikit kepala agar aku dapat melihat anak-anak tadi.

            Benar saja, disitu ada Aris dan beberapa anak lainnya. Mereka ingin berenang ke dalam Laut. Tengah hari seperti ini berenang sepertinya sangat tidak nyaman. Matahari yang bersinar terik akan menyebabkan kulit para anak-anak itu menjadi gelap. Kulitku berbeda, kulitku jika terkenal paparan sinar matahari biasanya akan menjadi merah. Tak menjadi gelap seperti mereka. Kelihatannya mereka tidak peduli akan hal itu. Sepertinya aku sudah berpikir seperti perempuan yang memikirkan kecantikan kulitnya.

Little Girl With Her GunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang