Eleventh : Begin

35 5 1
                                    

[Selina Dwi Handayani]

"Hi Putih." Suara anak kecil yang terdengar sangat ceria menghamburkan pikiranku bagaikan istana pasir yang runtuh.

Aku hanya diam seribu bahasa. Aku menolak menengok kearah asal suara itu. Apa maksudnya ini? apakah bocah itu baru saja mengatakan putih? Apakah maksud dia adalah aku, si pemilik warna putih? Memikirkan itu membuatku sedikit mual.

"Selina Dwi Handayani alias putih." Suara itu keluar menusuk dadaku. Mana mungkin identitasku diketahui secepat ini. Ya Tuhan, aku tidak ingin mati sekarang. Ini terlalu cepat.

"Jangan takut ka Seli, aku dan kakakku sudah tahu identitas kakak." Dengan perlahan, aku akhirnya menengok kearah suara anak tersebut. Seorang anak kecil perempuan berumur sekitar 8 tahun dengan rambut hitamnya yang dikuncir dua tersenyum ramah kepadaku. "kata kakakku untuk sekarang aku, kakak putih, dan kakak laki-lakiku, kita sementara harus bekerja sama. Kita dapat memenangkan permainan dengan mudah dengan adanya kerja sama antara sang Putih dan Sang Hitam."

"Sang Hitam?" kata ku singkat. Aku menyadari bahwa suaraku tadi bergetar. Apa mungkin anak kecil ini adalah pemilik warna Hitam? Dan bagaimana ia mengetahui aku adalah pemilik warna putih?

"Iya!" kata anak itu. "kakak laki-lakiku adalah pemilik warna Hitam. Kakak kan pemilik warna Putih tuh, berarti ada yang pemilik warna hitam kan. Itu kakakku."

"Maksudmu apa sih anak kecil." Aku berpura-pura tidak mengetahui apa yang dibicarakan si kecil ini. Aku akan berusaha untuk menutupi identitasku. Yang jadi masalahya sekarang adalah : Apakah aku dapat mempercayainya? "Kamu imajinasinya tinggi juga ya. Kakak gak ngerti apa yang kamu bicarain."

"Kakak gak usah pura-pura deh. Aku sama kakakku udah yakin banget seyakin-yakinnya kalo kakak itu pemilik warna putih. Gini deh, biar kakak percaya, aku mau ngasih tau sesuatu. Kakak tadi malam bermimpi menjadi kakak dari seorang anak yang namanya Lukas kan. K-A-R-E-N."

Astaga. Bagaimana ia bisa tahu tentang itu. Aku tidak dapat lagi memendam wajah panikku ini. "Kamu aneh banget sih dek. Lucu deh ihh gemes banget kalo aku punya adek kayak kamu. Imajinasinya tinggi banget. Ceritanya udah dulu ya, Angkot kakak udah datang."

Pas banget angkot untuk ke sekolahku sudah sampai. "Bang." Kataku sambil melambaikan tangan kearah sopir angkot.

Aku berlari buru-buru masuk ke dalam angkot dan aku mendengar kalimat terakhir dari anak itu. "Dan satu lagi, Lukas Konnings dalam mimpi kakak sebenarnya bukanlah pemilik warna hijau seperti yang kakak kira. Dia adalah kakek buyut dari kakek kakak. Itulah mengapa sekarang kakak tidak punya orang tua."

Aku duduk di bangku angkot sambil memikirkan kata anak tadi. Orang tua? Orang tuaku sudah tidak ada sejak aku terlahir. Tunggu, orang tua? Aku jadi teringat sedikit gambaran Ayah dan Ibu. Tapi ingatan itu terasa seperti mimpi. Ingatan saat kami makan sarapan bersama, wisuda smp ku, dan lain-lain.

Oh tidak. Anak itu mungkin benar. Aku pernah memiliki orang tua. Tapi aku telah membuatKakek buyutku (Lukas Konnings) mati. Itu artinya mereka tidak ada.

Dan Astaga, Masa lalu telah berubah. Jika Lukas Konnings bukan pemilik warna hijau, maka siapa pemilik warna hijau yang asli? Dan siapa yang telah membunuhnya?

Aku dijebak.



Update Rabu depan terus depannya lagi ya. MUDIK

Little Girl With Her GunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang