Twelfth : Batu

32 6 0
                                    

[Selina Dwi Handayani]

[Senin, 20 Juni 2016] (Pagi Hari)

                  

Angkutan umum yang kutumpangi ini berhenti tepat di depan halte dekat sekolah ku. Jantungku masih berdebar-debar akan apa yang barusan terjadi. Hampir saja terjatuh saat turun dari angkutan umum. Langkahku goyah. Dengan susah payah aku mencari uang 4000 untuk membayar angkutan umum. Kubuka dompetku mengambil selembar uang 5000 dan langsung kuberikan kepada abang supir angkot. Aku mengatakan kepada abang itu untuk mengambil kembalian 1000-nya.

            Aku berjalan dengan kaki bergetar menuju gerbang sekolah. Sebuah mobil sport mewah melaju perlahan masuk ke dalam gerbang sekolah. Entah apa yang dipikirkan supirnya yang menyebabkan mobil itu berhenti mendadak tepat di depanku. Kaca mobil diturunkan perlahan menampilkan seorang laki-laki tampan dengan senyumannya yang diarahkan kepadaku. Ali, pacarku.

            "Sel, lu gak apa apa kan?" katanya berbicara lewat jendela mobil.

            "Anterin gua ke kelas Li. Gua pusing." Kataku kepada Ali.

            "Alay lu emang dasar."

            Ali langsung berbicara sesuatu dengan sopirnya dan langsung keluar dari mobil. Aku dan Ali walaupun berpacaran tetap menggunakan panggilan Gua Elu. Karena males kalo diganti-ganti dengan kata sayang, beb, aku, kamu, dan sebagainya. Ali mendekatiku dan memberi isyarat untuk membawakan tasku.

            "Gamau ah." Kataku menolak tawarannya.

            "Lah kenapa siih." Katanya dengan nada dibuat-buat seperti anak kecil.

            "Maunya gua yang digendong bukan tasnya doang." Kataku sambil tersenyum dengan sedikit tawa.

            "Ogah gua mah. Lu kan gendut." Katanya yang rasanya langsung menusuk perut. "Just Kidding sayang. Jangan Baper ya."

            Dia langsung jongkok di depanku dan sontak aku langsung merangkul lehernya dan dia berdiri membuat badanku terangkat.

            "Uhh berat banget. Bisa-bisa abis gendong lu, langsung sixpack perut gua." Katanya.

            "Mana bisa sixpack bego." Kataku sambil mengacak-ngacak rambutnya. "Badan gua kan langsing masa berat."

            "Masa?" katanya. "Kapan-kapan boleh tuh lihat."

            "Jangan mesum ah." Kataku sambil tertawa. Kami melewati beberapa kerumunan anak-anak lainnya. Beberapa dari mereka melihat kami dengan tatapan terheran dan beberapa lainnya tertawa melihat kami.

            Lalu tiba-tiba kami memasukki cahaya putih yang sangat cepat yang langsung mengaburkan penglihatanku. Warna pertawa kali yang kulihat adalah putih dan disusul oleh warna-warna lainnya. Aku kembali duduk dalam kapsul berwarna putih menatap kearah  seseorang dalam kapsul lainnya yang memiliki warna yang berbeda.

            ***

            "Selamat Datang para pemilik warna." Terdengar suara seseorang yang kukenal. Myra. "Semua warna kecuali hijau pastinya hahahaha."

            Aku melihat sekeliling. Kami berada dalam kapsul yang entah bagaimana melayang mengelilingi Mira. Ruangan disekitar kami seperti di dalam kubah Masjid yang berwarna keemasan dengan lampu Kristal megah menggantung ditengahnya. Bukan lampu Kristal itu sebenarnya yang menjadi sumber utama cahaya di ruangan ini. melainkan jendela-jendela yang berjejer dengan jarak sekitar 2 meter mengelilingi kubah yang luarnya hanya terlihat warna putih. Dan lantainya sepertinya terbuat oleh keramik dengan motif yang diisi oleh emas yang menghasilkan cahaya halus. Aku melihat kapsul yang berada tepat di depanku adalah kapsul berwarna Hitam. Tapi aku tidak dapat melihat seseorang yang berada dalam kapsul.

            "Ini kedua kalinya bukan?" kata Myra dengan suara penuh antusias. Tapi ruangan sunyi senyap tanpa suara sedikitpun kecuali gema suara Myra yang memenatul diantara dinding-dinding kubah. Aku tau maksudnya adalah ini kedua kalinya kami berkumpul dalam kapsul seperti ini. "Dapat dikatakan sekarang dunia fana yang kalian tinggali sedang dihentikan sementara. Karena saya harus memberi tahu hal yang penting kepada kalian.

            "Aku akan memberikan sebuah alat kepada Sang Putih dan Sang Hitam." Aku langsung memusatkan seluruh perhatianku kepada Myra. Myra tersenyum kearahku dan kepada Sang Hitam. "Ini adalah Batu Jiwa."

            "Ini adalah kekuatan sekaligus kelemahan kalian." Kelemahan? "Kita tahu bahwa Sang Putih dan Sang Hitam tidak dapat dibunuh begitu saja oleh pemilk warna lainnya." Aku baru tahu, aku kira kami dapat dibunuh oleh pemilik warna lainnya kapanpun. "Tapi ini, jika batu ini sampai hancur maka hancur juga jiwa pemilik warnanya."

            Myra memperlihatkan kedua batu tersebut. Batu itu berebentuk kubus berwarna abu-abu dengan bola menonjol ditengah kubus itu dengan warna putih dan satu lagi berwarna hitam. Membuatku tahu siapa pemiliknya.

            "Sekarang sesi tanya jawab hanya untuk satu penanya." Kata Myra.

            "Myra." Kata seseorang didalam kapsul berwarna biru.

            "Oh hi biru." Kata Myra tersenyum dan menghadapkan wajahnya kearah kapsul berwarna biru.

            "JIka warna hijau telah tereliminasi dan seluruh benda berwarna hijau di alam semesta ini akan tergantikan dengan hitam putih, bagaimana jika Sang Putih dan Sang Hitam mati?"

            Aku memang belum memikirkan hal ini. Ini memang hal yang harus diketahui.

            "Pertanyaan yang bagus." Kata Myra. "Jika warna lain mati maka benda yang memiliki warna yang dimiliki warna yang mati maka akan digantikan dengan warna hitam dan putih. Jika sang Putih dan sang Hitam mati maka benda yang memiliki warna hitam putih entah karena memang warnanya begitu atau berubah karena warna aslinya mati, benda itu tetap berwarna hitam dan putih. Tapi, kehilangan warna aslinya. Jika Sang Hitam mati maka kalian masih dapat melihat warna hitam putih, tapi kalian tidak dapat melihat warna hitam yang solid."

            "Tapi.." kata seseorang di dalam kapsul merah.

            "Cukup untuk hari ini. Simpan pertanyaanmu untuk lain kali merah."

            Padahal aku ingin bertanya tentang kekuatan yang dimiliki warna lainnya.

            Cahaya putih dengan cepat langsung menyilaukan mataku. Saat aku membuka mataku aku masih berada dalam gendongan Ali dan aku menggenggam sesuatu.

            Sesampainya dikelas aku tidak mengatakan apapun ke Ali dan langsung duduk sambil memperhatikan benda yang ada di tanganku. Terllihat benda berbentuk kubus dengan bola yang menonjol ditengahnya mengeluarkan cahaya halus berwarna putih. Batu Jiwa.

Di kelas hanya ada aku dan Tian. Ali sudah kembali ke kelasnya, kami berdua berbeda kelas. Tian adalah seorang laki-laki yang entah bagaimana tampan tapi sangat tertutup sekali. Ia jarang bergaul dengan teman-teman lainnya. Dia terlalu cuek untuk menyadari wajah tampannya sehingga tak ia gunakan untuk menarik perempuan. Ia sedang memainkan handphone dibawah mejanya.

Ia menunduk memperhatikan handphonenya yang berada di bawah meja. Lalu ia menaikan kepalanya dan melirik kearahku. Lalu dia tersenyum ganjil. Dia seperti ingin menunjukan Handphonenya yang ada dibawah meja. Ia akhirnya menunjukannya. Aku salah. Itu bukan handphonenya.

Ia menunjukkan batu berbentuk kubus berwarna abu-abu dengan bola yang menonjol ditengahnya yang berwarna hitam.


Slow Update mulai sekarang

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 22, 2016 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Little Girl With Her GunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang