***
Aku mendongak danmelihat sekitar. Tak ada orang yang terlihat mencurigakan membunuh Nyonya Willemsen. Beberapa orang datang untuk melihat apa yang terjadi. Clara keluar dari rumahnya dengan mata yang berkaca-kaca. Ia menjerit sangat kencang ketika melihat kondisi ibunya.
Aku tak bisa menghadapi situasi ini. Darah Nyonya Willemsen, jeritan Clara dan kerumunan orang yang terlihat kaget. Entah mengapa aku ingin menangis. Aku terlalu shock untuk mencerna pikiran ini. Aku merasakan rasa takut yang kembali datang ke dalam tubuhku. Rasa takut yang kembali datang menusuk dadaku.
Setetes air mata menetes dari mataku. Bukan air mata kehilangan seseorang. Aku hanya terlalu kaget menghadapi situasi ini.
Aku menatap pisang yang digenggam Nyonya Willemsen. Kini pisang itu sudah berlumuran darah Nyonya Willemsen. Aku tak memikirkan pisang itu. Tapi yang kupikirkan, betapa tak terduganya kematian Nyonya Willemsen.
1 menit ? 2 menit? Selama itu hanya kulakukan memandangi jasad Nyonya Willemsen. Kerumunan orang mendorongku hingga menjauhi jasad Nyonya Willemsen. Kemudian Jasad Nyonya Willemsen menghilang dari padanganku tertutup kerumunan orang-orang.
Seseorang menepuk pundakku.
"Ibu!" kataku. Ibu datang bersama Karen.
"Lukas kamu tidak apa-apa?" tanya ibuku panik.
"Ti-tidak." Jawabku tanpa memandang wajah ibu.
"Sebenarnya ini ada apa sih. Kok banyak sekali orang?" tanya Karen yang sepertinya memang tidak tau apa yang sebenarnya terjadi. "Tadi aku mendengar suara tembakan. Jadi, aku mengajak ibu untuk ke sini. Terus, gak taunya aku ngeliat kamu."
Aku hanya diam dengan gigiku yang bergemeretak. Aku tak berani bicara kalau seseorang telah mati. Kupikir, diam adalah pilihan terbaik.
Karen terlihat paham bahwa aku tidak bisa memberitahunya apa yang sebenarnya terjadi. Ibu berjalan untuk melihat apa yang terjadi. Keluargaku memang tidak suka bertanya kepada orang lain. Mereka terlalu gengsi untuk melakukannya. Jadi, ibuku ingin melihatnya secara langsung apa yang sebenarnya terjadi. Ibu menghilang di balik kerumunan orang-orang.
Karen berjongkok di sampingku berusaha menenangkan ku. Ia mengelus punggungku agar aku merasa nyaman. Dia memang kakak yang baik.
"Sebenarnya ada apa?" tanya Karen lagi.
Aku hanya terdiam menatapi tanah. Aku tak sanggup diam jika aku menatap wajahnya.
"Tolong beritahu aku." Karen kali ini bertanya dengan nada memaksa. "Kau tahu sendiri aku orangnya sangat penasaran akan suatu hal. Tolonglah Lukas beritahu."
"Kau akan tau sendiri." Kataku
"Udah kasih tau ajalah. biar aku--" ucapan Karen terhenti.
Ibu akhirnya keluar dari kerumunan. Wajahnya memucat bagaikan mayat. Aku rasa dia sangat tertekan melihat kondisi Nyonya Willemsen. Belum pernah kulihat Ibu memberikan ekspresi wajah seperti itu.
Ibu mendekatiku "Apa kau melihat kejadiannya?" tanya ibu dengan sedikit lirih.
Aku mengangguk mengiyakan. Ibu lalu memelukku dengan erat. Ibu
meneteskan setetes air mata di bajuku.Aku tidak sadar Clara berdiri disampingku. Menatapku penuh kebencian. kebencian yang dalam. Matanya membara bagai api neraka. Alisnnya mengerut penuh amarah
"Clara. kau tak apa?" kata ibu melepaskan pelukannya. Clara masih menatapku dengan tatapann itu.
Dia menodongkan pistol kearahku.
========================
Mulai sekarang update setiap hari Rabu ya ~Dhanis
KAMU SEDANG MEMBACA
Little Girl With Her Gun
FantasyGadis itu biasa bermimpi tentang sesuatu yang bersejarah. Penjajahan Indonesia, Pembangunan piramida Giza di Mesir, dan Jatuhnya Bom Nagasaki ada dalam mimpinya. Semua yang ada di dalam mimpinya benar-benar terjadi di masa lalu. Tapi pada suatu hari...