2 - A Broken Elevator & A Sleepy Boy

16.5K 1.3K 53
                                    

Cahaya tidak terlalu membantu menghapus halusinasi yang sedang kualami.

Tidak peduli berapa kali aku mengerdipkan mata, wajah cowok yang sedang menggenggam kuat pergelangan tanganku tidak juga berubah. 

Ini tidak mungkin. Benar-benar tidak mungkin. Wajah di hadapanku sekarang sama persis dengan sosok yang tercetak jelas di banner raksasa di arena meet and greet tadi.

Wajah itu kini berpaling disertai dengan lepasnya cengkeraman dari tanganku. Aku tidak mungkin salah, kan?

"Kent Andrian?" tanyaku tidak yakin.

Cowok itu kembali berbalik dan memandangku sejenak. Sebuah senyum skeptikal muncul di sudut bibirnya. Jadi ini benar-benar artis yang sedang digandrungi orang banyak di arena tadi itu?

"Lu beneran Kent Adrian?" tanyaku lagi lebih ke arah menyakinkan diriku sendiri.

"Sorry, gue lagi nggak minat foto bareng."

"....."

"Nanti saja kalau kita sudah keluar dari sini. Jadi untuk sementara tolong jangan teriak-teriak kayak anak kecil gitu."

What? Apa katanya barusan? Anak kecil? Foto bareng? Cih. Percaya diri tingkat selangit artis satu ini. Hanya karena namanya sedang naik daun, dia pikir dia bisa bersikap dan berkata seenaknya seperti itu?

Jujur aku malu tertangkap basah melompong di depannya tapi bukan berarti itu semua terjadi karena aku kagum padanya. Jangankan kagum, mendengar apa yang baru saja ia katakan justru membuatku mempertanyakan kembali apa yang membuat orang-orang bisa begitu mengidolakan cowok satu ini.

"Sorry. Gue juga nggak minat foto sama artis FTV kacangan kayak lu. Gue teriak-teriak juga karena seseorang dari kita harus melakukan sesuatu. Bukannya duduk-duduk santai kayak nggak ada yang terjadi."

"Apa kata lu barusan?"

"Melakukan sesuatu bukannya duduk-duduk santai."

"Bukan yang itu. Yang sebelumnya."

Kent sudah kembali bangkit berdiri dan menjulang tinggi di hadapanku. Bau mint yang menguar dari tubuhnya terasa semakin pekat. Memangnya dia menguyah berapa banyak permen mint sih sampai aromanya sekuat ini? Lagi-lagi aku kehilangan fokus. Apa pertanyaannya tadi? Oh ya. Aku ingat sekarang.

"Artis FTV kacangan," sahutku acuh tak acuh.

"Kalau nggak tahu apa-apa, mending lu diem deh, anak kecil."

What? Anak kecil? Aku tahu persis umur si artis kacangan di depanku ini tidak berbeda jauh denganku dan sekarang dengan seenaknya ia menyebutku anak kecil?

"Heh! Lu sadar nggak sih kalau kita lagi terkurung di sini dan kita harus melakukan sesuatu,"

"Tadi juga udah dibilangkan ada teknisi yang sedang bekerja,"

"Tapi bukan artinya kita bisa diam aja dan duduk manis. Pokoknya gue mau keluar!"

"Lu pikir lu doang yang mau keluar? Gue juga pusing satu ruangan sama anak kecil yang bisanya cuma merenggek kayak lu,"

"Kenapa lu nggak duduk aja dan biarin apa yang mau gue lakuin?"

"Karena lu mengganggu ketenangan gue."

"Musibah buat gue terjebak dalam lift sama artis tenggil kayak lu,"

"Stop ngasih gue nama-nama aneh! Gue punya nama."

"Lu juga seenaknya manggil gue anak kecil, kan?"

"Apa namanya kalau bukan anak kecil. Udah jelas-jelas dibilang untuk sabar menunggu malah teriak-teriak kayak ada kebakaran."

Cinder-Ana On Duty! [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang