"Lu harus tanggung jawab!"
Artis kacangan ini tidak benar-benar kehilangan akal sehatnya, kan? Maksudku, aku yang korban di sini. Siapa yang baru saja kehilangan handphone? Aku!
"Gue yang jadi korban di sini. Kok gue yang disuruh tanggung jawab! Lepasin," teriakku sambil berusaha keras menarik lepas tanganku dari cengkraman Kent.
Saat kukira usahaku berhasil, Kent yang baru melepaskan pegangan berhasil memaksaku kembali naik ke mobilnya. Apa lagi sih sebenarnya maunya?Saat aku berusaha membuka pintu mobil, ia sudah melajukan mobil dengan kecepatan yang terus bertambah setiap detiknya.
"Lu mau bawa gue kemana?"
"Lu harus tanggung jawab!"
"Tanggung jawab apa? Jelas-jelas gue juga korban!"
Kent mengangkat tangan kanan yang berbalut selembar kain ke hadapanku sementara tangan lainnya masih ada di kemudi setir.
"Luka di tangan ini ada karena lu."
What?!
"Bukan gue yang bikin tangan lu..."
"Tapi semua ini terjadi karena hape butut lu itu."
"Siapa suruh lu keluarin benda itu di tengah halte! Ini jelas semuanya salah lu sendiri."
"Cukup. Pokoknya gue nggak mau tahu. Lu harus tanggung jawab, anak kecil!"
Dia masih berani memanggilku anak kecil?
"Tanggung jawab apa? Lu benar-benar nggak waras ya."
Terlihat Kent mencengkram erat kemudi setirnya sambil menarik napas dan menghembuskannya.
"Kita ke kantor management gue dan selesaikan semuanya di sana. Mungkin lu bisa mulai hubungin pengacara keluarga lu...."
What? Pengacara? Seumur-umur aku maupun keluargaku tidak pernah punya maupun berhubungan dengan yang namanya pengacara. Jika si artis ini menyebut-nyebut pengacara.... jangan-jangan dia mau melibatkan polisi dan aku tersangka utamanya? Yang benar saja. Mendadak aku terdiam. Pergi ke pengadilan saja tidak pernah. Bagaimana mungkin karena si Kent ini aku harus berakhir duduk di kursi persidangan?
"Sekarang baru takut kan lu?" gumamnya sambil tersenyum kecil.
Kuharap ini adalah bagian dari lelucon tidak lucu ala artis kacangan. Aku hanya perlu menarik napas dalam-dalam kemudian mencari jalan untuk pergi saat mobil ini terhenti nantinya. Ya. Untuk saat ini kabur saat mobil ini terhenti adalah satu-satunya rencana paling sempurna.
Mobil ini berhenti di lobby sebuah perusahaan. Di tengah usaha Kent melepaskan sabuk pengaman, wajahnya mendekat dan menatapku lekat-lekat.
"Jangan coba-coba kabur saat turun dari mobil. Selain pasti sia-sia, lu nggak mau kan jadi tontonan seantero gedung ini saat gue nyeret lu ke dalam?" Kent mengakhiri kata-katanya sambil tersenyum skeptikal.
Sial... ia mengetahui rencanaku. Sekarang apa yang harus kulakukan. Tidak mungkin aku harus terima diseret olehnya begitu saja, kan? Apa sebaiknya aku berteriak?
Kent sudah turun dari mobil. Kunci mobil yang dilempar ke udara ditangkap oleh seorang bapak berseragam dengan tulisan Valet pada bagian pundak.
Lobby ini penuh dengan orang yang berlalu lalang. Beberapa di antaranya memperlambat langkah untuk memandangi Kent. Ahhhh! Mengapa di antara banyaknya manusia di dunia ini aku harus bermasalah dengan Kent!
Pintu di sampingku mendadak dibuka dengan Kent yang sudah berkacak pinggang. Ini pertama kalinya ada seseorang yang membukakan pintu untukku. Ada rasa kaget bercampur debaran jantung yang semakin tidak terkendali.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinder-Ana On Duty! [SUDAH TERBIT]
Teen FictionSiapa sih yang tidak pernah mendengar cerita tentang Cinderella? Sayangnya ini bukan cerita Cinderella tapi cerita soal kehidupan Ana. Ana tidak tinggal bersama ibu tiri tapi dengan Tante Rosa yang baik hati. Ana tidak dibully oleh dua saudara...