Bau mint menyeruak ke indera penciumanku dengan begitu cepat. Saat melirik ke belakang, dada telanjang itu masih tertempel di punggungku. Tidak! Sekeras apapun usahaku untuk memberontak, bekapan tangan Kent tidak menunjukkan tanda akam merengang.
Belum sepenuhnya mengerti apa yang terjadi, wajah Kent mendekat hingga ke sisi wajahku. Apa yang mau dia lakukan sekarang? Jangan-jangan.... Tidakkkk!
Aku memejamkan mataku. Keringat dingin bercucuran dari kening dan juga telapak tanganku.
"Ngapain teriak-teriak sih? Bikin malu aja," bisik Kent terdengar kesal.
Napasku masih naik turun tidak beraturan. Butuh beberapa detik sampai aku benar-benar berhasil mencerna apa yang Kent maksud barusan.
"Gue lepasin. Asal jangan teriak. Ngerti?" bisiknya lagi.
Aku mengangguk di tengah usahaku mengatur deru napas.
Saat Kent melepaskan bekapannya, dengan segera aku menjauh dari Kent dan keluar dari kamar ganti. Aku merebahkan diri di sebuah sofa putih yang mengarah pada ruang ganti. Apa perlunya sih dia sampai membekapku seperti itu hanya untuk membuatku diam? Dasar idiot!
Lima menit sudah berlalu namun jantungku masih berdegup kencang. Pipiku terasa panas. Si Kent justru melangkah keluar dari ruang ganti dengan santai di tengah usahanya mengancingkan kemeja.
"Kenapa?" tanyanya sambil melirik ke arahku.
Pipiku terasa semakin panas saat aku berusaha membalas tatapannya. Sial. Ini pasti efek melihat Kent tanpa atasan tadi. Jangan-jangan ini memang rencana si idiot ini untuk membuatku tidak berkutik. Aku memalingkan wajahku berusaha terlihat sibuk dengan tumpukan kemeja yang sedang aku coba rapihkan.
"Never see a topless man, huh?"
Dia pikir hal lumrah untuk melihat cowok bertelanjang dada? Dasar gila.
"Bukannya kalau artis-artis K-pop itu lebih sering lagi pakai adegan robek-robek kaus pas mangung dan cewek-cewek teriak histeris?"
Kent ini sedang melucu rupanya. Melihat aksi pangung dan berdekatan tanpa jarak dengan cowok bertelanjang dada itu jelas berbeda. Dasar aktor tidak punya otak.
"Tumben diem," celetuknya lagi menanggapi kediamanku.
Ingin rasanya aku mengatai-ngatai Kent tapi membalas tatapannya aku belum sanggup. Gambaran punggung telanjangnya selalu melintas di kepalaku saat melihat Kent.
"Aha! Jadi ini kelemahan lu?"
Kent mendekat seperti tengah menyelidiki sesuatu. Aku bergerak tidak nyaman berusaha keras menjauh dari dirinya sebisa mungkin.
Kent tidak lagi menahan tawanya. Ia terbahak-bahak sambil menunjuk ke arahku. Terlihat beberapa pegawai toko mulai mengintip ke arena ruang ganti karena tawa Kent yang begitu mengelegar. Memangnya baginya reaksiku selucu itu?
"Ada apa ini?"
Aku sampai tidak menyadari Billy, designer berbanda putih, sudah ikut bergabung bersama kami di arena ganti. Ia datang dengan setumpuk pakaian baru dalam genggamannya.
Kent mulai berusaha mengendalikan tawanya. Billy melirik ke arahku meminta penjelasan. Aku mengangkat bahu sebagai tanggapan. Bukannya menjawab, Kent justru melangkah kembali masuk ke ruang ganti.
"Sebenar ada apa, Ses?"
Aku bergeleng sebagai jawaban. Tidak mungkinkan aku bilang apa yang baru saja terjadi? Kepala Kent muncul dari balik tirai ruang ganti. Ia sedang berlagak menutupi tubuh bagian atasnya dengan tirai. Senyum usil itu muncul lagi di wajahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinder-Ana On Duty! [SUDAH TERBIT]
Teen FictionSiapa sih yang tidak pernah mendengar cerita tentang Cinderella? Sayangnya ini bukan cerita Cinderella tapi cerita soal kehidupan Ana. Ana tidak tinggal bersama ibu tiri tapi dengan Tante Rosa yang baik hati. Ana tidak dibully oleh dua saudara...