8 - Assistant in Need

8.7K 924 22
                                    

"Good afternoon, Ana. Elsa di sini..." suara Asep terdengar disertai lengkingan tawa yang semakin lama semakin meninggi. Sepertinya Asep senang sekali dengan lelucon yang ia ciptakan sendiri. Aku tidak punya banyak waktu untuk berbasa basi.

"Bang Asep, ini kenapa gue juga jadi harus nemenin Kent sepulang jam sekolah? Perjanjiannya kan cuma selama jam sekolah."

"Bang? Enak aja. Dikira abang-abang nasi goreng apa. Call me Elsa aja, dear."

Bukannya langsung menjawab, tawa Asep lagi-lagi terdengar di sebrang sana.

"Bang!" ujarku semakin tidak sabaran.

"Ana adik asisten eike, bos Victor belum ngabarin situ ya. Selama eike berhalangan jadi asisten bos Kent, situ yang bakalan gantiin eike."

Apa?!

"Tapi..."

"Nggak ada tapi-tapi, Ana. Lagipula kata Bos Victor itu sudah tertulis di kontrak yang kemarin situ tanda tangani."

Mendengar hal itu aku segera merutuki diriku yang membubuhkan tanda tangan di atas materai tanpa membaca kontrak secara keseluruhan. Aku dijebak. Jelas aku dijebak kalau seperti ini jadinya. Kebodohan dan kepolosanku memperparah semuanya. Seharusnya aku tahu bahwa tidak mungkin kontrak berlembar-lembar itu tidak ada apa-apanya.

"Selain itu ada apa lagi, Ana? Kalau nggak ada Elsa mau back on duty lagi. Di sini rame banget, Cin."

Aku mulai bergidik ngerti mendengar semua kata-kata Asep. Berdebat dengan Asep tidak akan pernah habisnya. Aku harusnya berbicara engan Victor. Rasanya memang mustahil untuk mundur atau malayangkan protes sekarang. Sepulang nanti aku akan membolak balik setiap lembar kontrak yang kutandatangani kemarin. Kuharap hanya satu point ini yang kulewatkan.

Tatapan -kubilang juga apa- dari Kent menyambutku saat telepon genggam turun dari daun telingaku. Sial. Dia menang lagi. Seharusnya aku kabur saja saat bel pulang tadi berbunyi bukannya mengikuti perintah Kent untuk bertemu di parkiran seperti tadi siang.

"Jadi?" tanyanya terlihat menahan senyum usil di wajahnya.

"Gue pastiin lu akan menyesali keputusan lu untuk menyeret gue sampai sejauh ini."

Kent justru tertawa kecil mendengar ancamanku barusan. Dia kira aku main-main? Hey. Bukannya dia sebal ya dekat-dekat denganku dan sekarang mengapa dia bersikeras agar aku mengikutinya pasca selesai sekolah? Jangan-jangan si artis tenggil ini sedang menyusun rencana busuk untuk mengerjaiku.

Kuremas rok abu-abuku sebagai upaya menelan semua kekesalan sebelum aku melangkah malas mengikuti Kent yang masuk ke dalam mobil. Here we go again. Another day with the most idiotic person on earth.

"Jadi kita mau kemana?" tanyaku saat masuk ke bagian belakang mobil Kent.

"Perlu berapa kali gue bilang sih kalau gue bukan supir," gerutunya sambil menatapku kesal dari kaca yang berada di bagian tengan.

Menyebalkan. Apa susahnya sih membiarkan aku duduk di belakang? Dengan engan aku segera mengambil tempat di sampingnya.

"Dan satu lagi, jangan banyak tanya. Yang perlu lu lakuin adalah menjadi tangan kanan gue."

"Ishhhh..... ngasih tau aja apa susahnya sih?"

"Stttttt..... be quite!" ucap Kent sambil meraih headset putih dari saku celananya kemudian menautkan benda itu di kedua telinga.

Aku segera memalingkan pandangan ke arah jendela. Jangan-jangan si artis satu ini ke ge'eran mengira aku ingin sekali mengobrol dengan dirinya. Amit-amit.

Cinder-Ana On Duty! [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang