"Apa yang sedang kau lakukan di sini?" tanya Filk.
"Kau sendiri sedang apa?"
"Bekerja. Kalau kau?"
"Sama."
"Jadi... Apa pekerjaanmu?"
"Pe-penjaga museum."
"Bohong, penjaga museum tidak mungkin pakai jas. Kau pasti dari clan Ore?"
"Ke-ke-kenapa kau bisa tahu?"
"Tujuan kita sama, tapi beda cara."
"Ja-jangan-jangan, kau dari clan Ure."
"Salah, aku hanya partner. Temanku lah yang dari clan Ure."
"Teman? Di mana dia?"
"Itu dia masalahnya, dia tiba-tiba menghilang. Padahal dia takut sendirian di tempat seperti ini."
Suara dobrakan pintu yang terhalang sofa, terdengar.
"Baiklah, sebaiknya kita cari tempat yang lebih aman. Ngomong-ngomong, kau masuk dari mana?"
"Dari pintu masuk."
"Ternyata benar-benar untuk umum."
"Tapi kenapa hantu harus mendobrak pintu? Bukankah mereka bisa menembus pintu?"
"Mereka bukan hantu, tapi patung lilin yang hidup." Suara dobrakan pintu semakin keras. "Sebaiknya kita pergi." Mereka berlari keluar, lewat pintu yang sebelumnya Adrian gunakan.
Mereka berlari di lorong, melewati beberapa pajangan yang ada. Di depan mereka ada rolling door yang terbuka. Tanpa pikir panjang, mereka memasukinya dan menutup rolling door itu.
"Kau bawa senter?" tanya Filk, karena di sini cukup gelap.
"Bawa." Adrian menyalakan senter. "Kita ada di mana?" Adrian mengarahkan senter ke langit ruangan.
"Kuharap mereka semua tidak hidup. Tapi, seingatku saat aku berharap di situasi seperti ini, pasti tidak dikabulkan."
"Apa maksudmu?"
Filk menunjuk ke arah samping depan mereka. Adrian berusaha mengamati apa yang ditunjuk oleh Filk, karena tidak jelas, dia menyinari tempat yang ditunjuk Filk. Ternyata yang ditunjuk adalah jajaran patung zombie. Dengan cepat Adrian mematikan senternya.
"Apa yang kau lakukan?!"
"Memakan batu! Tentu saja mematikan senter!"
"Maksudku, untuk apa?"
"Supaya keberadaan kita tidak diketahui."
"Kau ini bodoh atau apa. Mau gelap atau terang, mereka pasti mengetahui lokasi kita."
"Baiklah, akan aku nyalakan." Adrian menyalakan senter kembali. Tapi, tiba-tiba lampu di sini menyala. Hal yang paling mengejutkan adalah, para zombie itu sudah ada di sekeliling mereka.
"Lihat, akibat dari perbuatanmu."
"Berisik, ini juga salahmu!"
"Kenapa aku yang disalahkan!?"
"Tentu saja, karena kau tidak memberi..."
"Kau langsung saja mematikannya!"
Mereka terus berdebat tanpat mempedulikan apa yang ada di sekitar mereka. Zombie-zombie itu hanya bisa melihat mereka dengan bingung.
Sementara itu, di ruangan misteri. Susan sedang bersandar di sofa, atau tepatnya ketakutan.
"A-a-a-a-a-aku di-di-di-di mana?" Dengan tangan yang menutup kedua telinga, mata ditutup, keringat mengalir, dan gemetaran. Dia terus mengulangi kalimat tanya itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
HARAPAN YANG BERPUTAR S1 & S2 (Slow Update)
FantasyFilk, siswa SMP biasa yang tidak takut dengan hantu, dan tidak percaya dengan mitos-mitos. Keyakinannya berubah setelah bertemu dengan Susan Nail, gadis dari clan Ure, clan yang bertuga memulangkan roh penasaran ke alam baka dengan memenuhi harapan...