Name tag, tali rapia kepang, Topi segilima, Tas koper dari kardus, dan serba-serbi barang khas Masa Orientasi lainnya berjajar rapih di bawah meja belajar. Tiga hari kedepan, Dara akan mulai kembali menjadi junior, setelah baru beberapa saat merasakan gimana rasanya jadi senior di Sekolah Menengah Pertama. Setidaknya Dara pernah merasakan jadi Senior yang harus membimbing adik kelas yang fikirannya masih kekanak-kanakan banget. Fikirannya menerawang kembali menginggat kejadian satu tahun silam itu.
Seperti saat Latihan Dasar Kepemimpinan, dan dimana saat jerit malam adalah hal yang paling seru. Seperti yang sudah dijadwal, jerit malam akan dimulai jam 12.30 malam atau jam setengah satu dini hari. Susah pakai banget pokoknya bangunin junior tuh.
"hey, jangan ngelamun. Kamu kenapa dek?" tanya Farah, teman satu Ekstrakurikuler Dara, ke salah satu anak perempuan yang ada di tenda. Dia menepi dengan mempoposikan kedua tangan diatas lutut yang ia tekuk. Wajahhnya ia tenggelamkan didalamnya. Setelah mendengar pertanyaan dari Farah, ia sedikit menegadahkan kepalanya dan mengintip malu-malu.
"Dara.. sini dulu deh. Ada yang ngga mau ikut jerit malam nih" Farah memanggil Dara yang kebetulan berjalan melewati tenda. Farah menghampirinya dengan kening berkerut, karena ia tak melihat siapapun kecuali Farah, di tenda.
"Mana? Ngga ada siapa-siapa juga, far"
"Di dalem ra. Tuh, dia dipojok" Farah menarik tangan Dara dan membawanya ke dalam tenda.
Dara mendekati anak tersebut dan berjongkok, menyamakan posisinya.
"Ra, gue mau jaga pos dulu ya. Nanti lo nyusul sama dia" Pamit Farah pada Dara, dan mendapatkan anggukan dari Gadis cantik ini.
Tangan kanannya beralih mengusap rambut panjang anak itu."Hey, jangan nunduk dong. Wajah cantik kamu ngga kelihatan tau" Perlahan tapi pasti anak itu menegadahkan kepalanya. Kali ini, wajahnya terlihat jelas.
"Oh, Avinda. Kamu kenapa? Ngga ikut jerit malam sama yang lain?" Ya, Dara memang tau nama semua Juniornya, tak terkecuali Avinda. Ia terkenal sebagai anak yang pendiam, ia sulit sekali bersosialisasi. Tapi kemampuannya dalam Ekstrakurikuler sangat baik. Apalagi jika sudah berhubungan dengan Piano. Tapi satu hal yang masih membuat Dara binggung. Ia sebelumnya tak tau jika Avinda turut serta dalam acara LDKS ini, bagaimana bisa orangtuanya memberi izin?
"Aku kangen mama ka" Decit anak itu dengan suara yang hampir tak terdengar, layaknya Lilly si manusia insang dalam Film Pitch Perfect.
"Apa?" Dara menajamkan pendengarannya. Ia benar-benar tak mendengar apa yang dibicarakan anak itu, tapi iya yakin anak itu bicara sesuatu.
"Aku kangen mama"
"Apa dek? Suara kamu kecil banget. kakak ngga bisa denger"
"Aku kangen mama ka" Dengan usaha super karena suasa disana cukup ramai, Dara akhirnya bisa mendengar suara Avinda pada kali ketiga ini.
"Oh, Kangen mama" Dara menggelengkan kepalanya, lucu sekali salah satu Juniornya ini. Padahal baru tadi siang mereka sampai disini, dan mereka pun akan pulang besok.
"tapi kan disini masih ada kakak, temen-temen kamu, guru-guru juga. Nikmatin aja kebersamaan disini, kamu ngga bakal dapetin ini loh kalo dirumah."
"Biasanya jam segini aku masih tidur ka. Aku ngga suka dibangunin malem-malem"
"kamu ngga pernah bangun jam segini? Masa?"
"Iya lah ka. Palingan juga waktu aku masih kecil. Kata mama, dulu aku sering bangun tengah malem" Kata Avinda mencoba menginggat-ingat masa kecilnya.
Dara tersenyum, sepertinya ia perlu memberikan asupan moral pada gadis kecil ini. "Nah, pasti kamu waktu bangun kamu nangis dan minta dibuatin susu kan sama mama. Ayo ngaku.."
"Iihh.. kakak ya emang semua anak kecil kaya gitu. Kakak ini lucu ya" terdengar suara tawa renyah dari mulut Avinda.
"Coba sekarang kamu bayangin kamu yang ada di posisi mama kamu waktu itu. kamu harus bangun malem-malem, ngeberentiin tangisan anak kecil yang suaranya ngebangunin orang serumah, terus buru-buru ngebuat susu biar tangisannya berenti. Dan itu ngga cuma tengah malem. Kapan pun dan disituasi apapun mama kamu harus terjaga dari tidur indahnya demi kamu" Seketika Avinda berhenti dari tawanya. Sepertinya ia menyadari sesuatu. Matanya mulai berkaca-kaca.
"Kamu ngerti maksud kakak kan?" Avinda mengangguk. Sedetik kemudian ia memeluk Dara. Erat. Sangat Erat.
"Iya ka, saya ngerti apa yang kakak maksud. Selama ini saya Cuma bisa jadi anak yang manja. Saya nggak mikirin gimana susah dan repotnya orangtua saya selama ini, terutama Mama. Saya nyesel ka" Dara merasakan Pundaknya mulai basah terkena air mata Avinda, pundak yang kali ini ia rangkul pun bergerak naik-turun.
"Hsstt.. kamu ngga boleh ngomong kaya gitu. Sekarang yang perlu kamu lakuin adalah berusaha jadi anak yang lebih baik, dan ngga lagi nuntut yang macem-macem sama orangtua kamu. Bisa kan vin kamu janji sama kakak?" Avinda mengangguk dalam pelukannya.
"Sebagai hadiah dari kakak karena kamu udah janji mau berubah. Sekarang kamu telephone mama kamu nih" Dara menjauhkan pelukannya, ia mengambil benda berbentuk persegi dari saku jaketnya.
Avinda tersenyum.Perlahan tangannya mulai menggetik beberapa digit angka yang sudah ia hafal diluar kepalanya. Dan ketika telephon itu diangkat, terlihat Avinda kembali meneteskan air mata. Tapi Dara berusaha memberikode agar ia tak lagi menangis. Dara berfikir pasti kali ini mama Avinda sedang kebingunggan menghadapi sikap anaknya yang tiba-tiba berubah seperti itu.
Terimakasih yg mau geser halaman buat baca yg selanjutnya.
Ini masih jauh dari kata sempurna. So, I need your support guys!
Please vote&comment💕
KAMU SEDANG MEMBACA
Adara Crush
RandomAdara Adeeva Rauni. Tak seperti namanya yang sangat anggun, gadis yang biasa dipanggil 'Dara' ini justru tomboy. Kecantikannya tetap terpancar walaupun ia berpenampilan apa adanya. Selain itu cara bicaranya yang ceplas-ceplos juga membuat dirinya mu...