5-Menjadi Lebih Baik

1K 31 0
                                    

(No Edit)


Malam semakin larut membuat sebagian orang bergelung nikmat di bawah selimut, beristirahat sejenak dari kesibukan di siang hari. Tapi tidak untuk Farhan yang masih sujud di atas sajadah sambil berdoa kepada sang pemilik hidup, Allah. Farhan tidak pernah meninggalkan shalat malam, secapek apapun dirinya, selelah apapun dirinya, dia selalu menyempatkan diri untuk shalat di sepertiga malam. setelah dua puluh menit, Farhan mengakhiri sholatnya. Dia bangkit dan menuju kasur dimana Anjani tidur dengan pulas. Farhan duduk di sisi ranjang kemudian mulai membangunkan Anjani.

"Anjani..." Farhan mengelus pelan lengan Anjani.

"Anjani bangun dulu." Anjani menggeliat, merubah posisi tidurnya ke kiri. Farhan menghela napas, dia sangat tahu kalau Anjani sangat susah dibangunkan. Farhan kemudian menunduk, mendekati wajah Anjani dan meniup kedua mata Anjani. "Hmmm Mas jangan ganggu ih.."

"Makanya bangun, ayo.." Farhan meraih kedua tangan Anjani dan menariknya sehingga Anjani terduduk dengan lemas. Farhan menahan punggung Anjani agar istrinya tidak kembali berbaring. "Bangun, kalau tidak matamu itu akan ditindih setan." Bukannya membuka mata, Anjani malah menyandarkan kepalanya di dada Farhan, membuat dirinya semakin nyaman dan semakin mengantuk.

"Ngantuk Mas..."

"Dipaksa Jan, ayo" setelah sekian lama akhirnya Anjani menyerah dan memaksakan dirinya untuk ke kemar mandi mengambil wudhu.

____

Anjani POV

Pagi ini aku kembali menjalani rutinitasku sebagai mahasiswa. Aku diantar oleh Mas Farhan sampai di depan gerbang kampus setelah itu Mas Farhan pergi ke kampusnya.

"Anjaniiiii" baru saja aku menginjakkan kaki di depan kelas teriakan dua sahabatku langsung terdengar.

"Pengantin baru lama banget baru masuk." Tanpa menghiraukan godaan Naya, aku langsung memeluknya.

"Tau ajalah pengantin baru kan pengennya dekat-dekat terus." Aku bergantian memeluk Rani. Rasanya kangen sama mereka.

"Kemarinkan habis pindahan jadi harus ngurus keperluan rumah dulu." Aku berjalan masuk kelas diikuti oleh dua sahabatku.

"Kalian sih enggak pernah ke rumah." Keduanya cuma tersenyum aneh.

"Bukannya enggak mau main ke rumah mu tapi kita ini lagi banyak tugas." Timpal Rani.

"Oh ya, tugas apa?" tuh kan baru aja masuk, tugas sudah menunggu.

"Ini kita di kasih tugas sama Pak Anwar, membuat desain baju terserah temanya mau apa."

"Kumpulnya minggu depan dan desainnya itu kita bukukan. Masing-masing satu orang satu buku dan satu buku isinya sepuluh gambar." Sambung Naya dengan dramanya.

"Minggu depan ya?" aku mengangguk-ngangguk. Mendesain baju memang sudah jadi hal yang biasa bagiku. Aku memang punya cita-cita ingin jadi designer ternama. Untuk itu aku mengambil kuliah Fashion Design.

"Aku enggak mungkin bisa menyelesaikan sepuluh gambar itu dalam waktu satu minggu." Naya mulai lagi dramanya.

"Optimis aja Nay, kalau kamu mengeluh terus memang enggak akan bisa."

"Kamu enak Jan, udah pintar dari dulu."

"Husstt, enggak ada orang yang pintar atau bodoh. Selagi kalian mau berusaha dan percaya pasti bisa. Kalau kalian malas-malasan terus mengeluh ya enggak akan jadi apa-apa. Allah suka dengan umat-Nya yang mau berusaha dan berdoa." Nah kan mereka akan diam kalau aku sudah ngomong panjang lebar gini.

____

"Assalamualaikum" Aku masuk ke dalam rumah dengan perasaan ragu.

"Waalaikumsalam" Suara Mas Farhan terdengar berat di telingaku.

"Dari mana kamu? Kenapa pulang jam segini?" kulihat Mas Farhan berdiri di dekat sofa sambil bersedekapkan tangan. Hari ini aku diajak oleh Naya dan Rani mencari referensi untuk desain baju tapi karena keasyikan aku lupa kalau hari sudah hampir maghrib. Jadi, aku buru-buru pulang.

"Maaf Mas, tadi aku cari bahan buat tugas mendesain."

"Kenapa enggak menelpon? Kamu tau Mas cariin kamu tadi di kampus. Kamu pergi tanpa izin dari Mas, Anjani." Baru kali ini aku dimarahi oleh Mas Farhan. Sungguh aku tidak ingin membuatnya khawatir. Aku hanya menundukkan kepalaku, agak takut melihat sifat Mas Farhan yang seperti ini.

"Hp ku mati Mas, jadi..."

"Jadi kamu tidak bisa menghubungi Mas gitu? Apa Rani dan Naya tidak punya hp?"

"Mas, aku benar-benar lupa, kenapa sih Mas Farhan segitu marahnya. Aku tuh ngerjain tugas Mas bukan kelayapan enggak jelas." Aku mulai terpancing juga dengan Mas Farhan. Ini pertengkaran pertama kami, ternyata sifat emosional remaja kami membuat ego kami besar saat kepala tak lagi bisa berpikir tenang.

"Anjani.. Mas paling tidak bisa mentoleransi sikap kamu yang seperti ini apalagi kamu melalaikan waktu sholat. Mas tanya apa kamu sudah sholat maghrib?" Astaghfirullah ... aku belum sholat maghrib. Niatku tadi ingin langsung sholat saat sampai rumah. Aku menggeleng pelan dan menunduk menyadari kesalahanku.

Ku dengar Mas Farhan menghela napas, "Sholat sana." Suara Mas Farhan tidak lagi tinggi ketika menyuruhku sholat. Aku pergi meninggalkannya di ruang tamu dan masuk kamar.

Ketika selesai sholat, aku melihat Mas Farhan duduk di pinggir kasur. Aku melipat mukenahku kemudian menghampirinya. Rasanya aku ingin menangis entah karena apa. Ada sesuatu yang membuatku sesak saat melihat Mas Farhan dengan tatapan seperti itu. Sedih, kecewa, bersalah. Aku duduk di sampingnya dan mengambil tangannya untukku ku cium.

"Mas maaf" Suaraku sedikit bergetar dan rasa sesak di dadaku semakin terasa.

"Mas juga minta maaf ya tadi marah-marahin kamu." Mas Farhan menggenggam tanganku erat. Aku menggeleng, Mas Farhan memarahiku karena aku salah tetapi tetap saja aku takut dan sedih melihat Mas Farhan yang seperti tadi.

"Dengar sayang, Mas hanya ingin mengingatkanmu dengan kewajibanmu. Mas hanya tidak suka kamu lupa dengan sholatmu." Rasa sesak itu semakin tak tertahankan seiring dengan perkataan Mas Farhan dan berhasil keluar melalui isakan kecil dariku.

"Mas juga tidak melarangmu pergi kemanapun asalkan kamu bilang. Mas sangat khawatir tadi saat kamu tidak ada di kampus dan hp mu tidak bisa dihubungi." Sungguh hatiku terasa hangat dan tentram saat Mas Farhan menasehatiku. Aku beruntung memilikinya.

"Mas... hiks.. maafin Ja..Jani hiks.. tegur Jani kal..kalau salah. Tapi jangan bentak Jani hikss aku takut Mas." Ucapku susah payah karena isakanku yang semakin menjadi.

"Sssttt enggak papa sayang. Mas juga minta maaf. Kita sama-sama masih belajar, kita saling mengingatkan jika ada yang salah." Mas Farhan membersihkan wajahku yang entah seperti apa sekarang menggunakan lengan kaosnya. Setelah itu, dia menarikku kepelukannya yang hangat. Terima kasih Ya Allah, Engkau telah memberikanku pendamping hidup yang sholeh, yang bisa menuntunku dengan baik. Aku mencintainya karena Engkau Ya Allah ...   


****

Vote dan Comment ya...

ANJANITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang