Suara adzan membangunkanku. Aku melirik jam dinding dan ternyata sudah jam lima. Aku bangun dan bergegas ke kamar mandi. Saat keluar aku melihat Mas Farhan masih terlelap. Sepertinya obatnya benar-benar membuat tidurnya nyenyak. Aku mendekati tempat tidur dan membangunkan Mas Farhan tanpa menyentuhnya. Biasanya, saat shalat subuh atau magrib, Mas Farhan akan shalat di masjid.
Tak cukup lima menit, Mas Farhan bangun dan melangkah ke kamar mandi.
Allahumma inni as-aluka 'ilman naafi'a, wa rizqon thoyyiba, wa 'amalan mutaqobbala
Selesai shalat, aku turun untuk membuat sarapan. Sedangkan Mas Farhan kembali tidur katanya untuk memulihkan tenaganya. Mas Farhan juga tidak kuliah karena masih lemas.
"Pagi Bunda" Sapaku saat melihat Bunda sudah di belakang penggorengan. Aku masih di rumah Bunda karena Bunda tidak membiarkan aku dan Mas Farhan pulang. Katanya biar ada yang bisa dimintai bantuan kalau Mas Farhan masih sakit.
"Pagi Sayang.." Aku mencium pipi Bunda.
"Dek, tolong siapin piring dong" aku segera mengambil piring dan membawanya ke meja makan. Selesai menata piring, aku membantu Bunda membawa nasi goreng sementara Bunda sedang menggoreng telur.
"Gimana keadaan Farhan?"
"Alhamdulillah sudah baikan Bun. Cuma sedikit lemas aja"
"Lebih baik kamu buatkan bekal untuk suamimu biar kejadian seperti ini tidak terulang lagi." Kata Bunda. Aku mengangguk setuju dengan usulan Bunda. Sepertinya aku memang harus membuatkan bekal untuk Mas Farhan.
"Pagi.." Sapa seseorang yang suaranya sangat aku kenal.
"Bang Fahriii...." aku menatap sebal pada Bang Fahri yang langsung memelukku.
"Pagi Bundanya Fahri" Bang Fahri beralih ke Bunda dan mencium pipi Bunda.
"Ihh Bundanya Jani kali.." aku melepas pelukan Bang Fahri pada Bunda dan berganti aku yang memeluk Bunda.
"Ekhhmm.. Ini Bundanya Ayah" Aku berbalik dan menemukan Ayah berdiri dengan setelan kantornya menatap kami dengan alis terangkat.
"Hehehe Ayah menang" kataku serempak dengan Bang Fahri. Beginilah kami setiap pagi saat aku masih tinggal dengan mereka dulu. Selalu ada candaan di setiap awal hari di meja makan.
"Sudah-sudah. Ayo kita sarapan" Bunda mengangkat piring berisi telur ke meja makan.
"Farhan mana dek?" Tanya Ayah saat menyadari Mas Farhan tidak ikut bersama kami.
"Tidur Yah. Katanya masih lemas." Ayah hanya mengangguk.
Selesai sarapan, Ayah pamit ke kantor sementara Bang Fahri pergi entah kemana. Aku naik keatas menuju kamarku sambil membawa nampan berisi nasi goreng dan segelas susu serta air putih. Aku membuka perlahan pintu kamar dan mendapati Mas Farhan masih tidur. Aku meletakkan nampan di nakas kemudian aku masuk ke kamar mandi. Saat keluar dari kamar mandi aku lihat Mas Farhan sudah duduk bersandar di kepala ranjang.
"Mas Farhan mau sarapan?" tanya ku.
"Nanti saja. Mas mau mandi dulu." Aku mengangguk dan berjalan menuju lemari untuk mengambil baju setelah itu aku kembali masuk ke kamar mandi.
Selesai berpakaian, aku menyiapkan baju Mas Farhan sementara Mas Farhan mandi. Aku menunggu Mas Farhan selesai mandi karena sebentar lagi aku harus ke kampus.
"Pulang jam berapa hari Jan?"
"Sebelum Dhuzur Mas." Mas Farhan mengangguk.
"Nanti Mas jemput ya" sekarang aku yang mengangguk.
KAMU SEDANG MEMBACA
ANJANI
SpiritualJika kita jatuh cinta maka cintailah sang pemilik hatinya, pemilik cintanya, Allah. Insya Allah kau akan dipersatukan dengannya karena cinta Allah.- Farhan Aku mencintaimu karena Allah.- Anjani