Pagi-pagi sekali Aluna menyambar sepeda di garasi, sepeda yang akan menjadi kesayangannya karena memiliki model yang cantik dan sangat manis yang pastinya hadiah dari sang ayah atas kepulangannya kemarin.
Niatnya unntuk menemui Angger hari ini sudah final, Aluna berencana mendatangi rumah Angger yang tidak terlalu jauh dari rumahnya tapi tidak dekat juga.
Aluna masih hafal jelas jalan ini. pohon-pohon besar di pinggir jalan, bunga yang mempercantik pagar dan bangunan-bangunan yang megah burung-burung kecil berkicauan seperti mewakili perasaannya yang sangat senang sekaligus berdebar.
Diantara deretan bangunan megah itu adalah rumah tempat Aluna bermain dulu alias rumah yang sekarang ia tuju rumah siapa lagi kalau bukan rumah Angger.
Aluna berhenti di depan rumah dengan gerbang hitam, Aluna mencari keberadaan seseorang namun tidak ada, akhirnya ia memarkirkan sepedanya disamping gerbang dan mencoba membuka gerbang yang kebetulan tidak dikunci.
Akhirnya Aluna kembali menaiki sepedanya dan segera masuk karna gerbangnya dengan enak hati ia buka, rumah ini masih megah seperti dulu air mancur yang cantik menyejukan hatinya, hanya saja cat yang digunakan sungguh bukan ciri khas keluarga Mahardika. Catnya hanya ada perpaduan hitam dan putih beda dengan dulu. Dulu rumah ini berwarna orange menyerupai warna buah papaya yang sedang matang-matangnya karna itu selera Ambar ibunya Angger.
" Permisi! Angger! Tante Ambar! Om Mario! "
dengan penuh semangat Aluna meneriaki nama Angger, padahal itu hal yang tidak perlu karna sudah tersedia bel rumah yang tinggal ia tekan.
Setelah merasa lelah berteriak akhirnya Aluna memutuskan untuk menekan bel yang tadi ia abaikan.
"Ting ..nong..ting..nong..ting..nong "
Setelah bunyi bel yang ketiga akhirnya seseorang di dalam membukakan pintu Aluna yang sejak tadi menunduk langsung melihat penampakan kaki yang muncul dengan perlahan Aluna mengangkat kepalanya sambil memperhatikan seseorang dihadapannya mulai dari kaki sampai wajah Waittt, wajah ya wajah, Aluna tahu betul ini bukan wajah yang ia cari tapi ini wajah yang tampan dan satu yang jelas pria ini jangkung.
Apakah Angger setinggi pria di hadapannya sekarang? itulah hal yang pertama Aluna pikirkan karna jika iya Angger pasti keren.
"Maaf saya sedang berhadapan dengan siapa ya? " pria jangkung itu bertanya dengan menundukan kepala ke arah Aluna sambil menatap netra coklat milik Aluna yang indah.
"Kenalin Aku Aluna, pacarnya yang punya rumah ini, Angger . Pasti kamu temannya Angger kan? Oiya Angger di dalam ya? Emm makasi udah bukain pintu" Aluna menepuk dua kali pundak pria jangkung itu dan menyerobot masuk ke dalam.
Masih dengan cengiran kudanya Aluna berlalu meninggalkan pria jangkung yang masih mematung kebingungan di ambang pintu.
Aluna melihat-lihat setiap inci rumah ini yang sudah ia hafal sejak dulu, namun banyak sekali perubahan di sini.
Selagi asik melihat-lihat, mata Aluna berhenti pada sosok wanita paruh baya yang membawa senampan kue kecil.
Masih memakai celemek dengan kacamata yang menempel dengan cantik membingkai matanya, sepertinya bukan pembantu karna wajahnya masih terlihat cantik di usia sekitar 40an. Mungkin itu Tantenya Angger fikir Aluna .
" Hallo Tante!! Anggernya ada ?" dengan sok akrab Aluna menyapa wanita paruh baya itu. Tapi sepertinya wanita itu masih bingung dengan pertanyaan Aluna dan masih menebak-nebak siapa Aluna.
"Oh iya kenalin Tante, aku Aluna calon menantu di rumah ini, aku baru pulang dari Sydney dan langsung datang kesini loh tapi boong deh" cerocos Aluna sambil mesem-mesem karna dengan percaya diri memperkenalkan diri sebagai menantu di rumah ini.
Wajah kaget langsung tampak pada wajah wanita paruh baya yang sejak tadi masih kebingungan, begitupun dengan pria jangkung yang masih ada di ujung pintu.
"Tristan apa ini calon istri kamu hmmm? " wanita paruh baya itu bertukar pandang dengan pria jangkung di ujung sana.
" Mamah mana mung" belum sempat Tristan melanjutkan sang Mamah memotong.
" kamu cantik sekali tapi kalian masih kecil sayang belum waktunya istri-istrian" Tamara ibunda Tristan malah mendekati Aluna, sekarang giliran Aluna yang masih mencerna omongan dua orang diantaranya kini.
" Tristan? Mamah? Menantu mamahnya Tristan ? " gumam Aluna yang masih terdengar jelas oleh Tamara sambil menujuk Tristan, Tamara dan dirinya secara bergantian.
"Iya sayang kamu bilang kamu calon menantu di rumah ini kan? Ini rumah tante jadi kamu calon menantu tante? "
Votmen jangan lupa 😘

KAMU SEDANG MEMBACA
Remind
Teen FictionBukan salah siapapun, hanya aku yang begitu bodoh. Begitu bodoh sampai begitu yakin akan bersama dengan seseorang yang telah lama aku tinggal pergi. Aku terlalu mempercayainya hanya karena satu janji yang mungkin sudah terlupakan.