4. Angger?

210 20 4
                                    

Aluna baru menyadari ada yang salah disini, pikiranya mulai kacau mendengar ini rumah tante yang saat ini bicara dengannya.

"Tante, ini rumah Angger kan? Pemilik rumah ini tante Ambar ibunya Angger, dan aku calon menantunya tante Ambar bukan calon mantu tante " cerocos Aluna yang lagi-lagi membuat ibu dan anak menjadi paham maksud dari kesalah fahaman Aluna.

"Tristan Mamah harap kamu bisa urus gadis cantik ini karna Mamah mau lanjut membuat kue percobaan yang sempat tertunda , ohiya Aluna kalo kamu beneran mau jadi menantu tante, tante gak keberatan loh" Tamara berlalu setelah mengatakan itu pada Aluna dan meninggalkan dua manusia yang masih sama-sama kebingungan.

" Ini maksudnya apa si ? ini rumah Angger kan? Kenapa jadi rumah lo? Lo siapa hah? Terus Angger dimana sekarang? " Aluna meninggikan suaranya dan menunjuk kearah Tristan Aluna mulai kesal dengan kebingungan yang sedari tadi tidak ada ujungnya, rasanya kepalanya ingin pecah memikirkan rumah ini bukan lagi rumah Angger lalu dimana Angger?.

" Maaf nona Aluna, ini rumah saya dan keluarga saya bukan rumah Angger. Saya sudah tinggal di rumah ini selama 3 tahun. Saya harap anda bisa sopan karna ini rumah saya. " sepertinya Tristan tidak terima diperlakukan seperti itu di rumahnya sendiri.

Memang perlakuan Aluna bisa dibilang sangatlah tidak sopan walaupun masih dalam batas wajar.

" Tapi ini rumah Angger dulu, lalu dimana Angger? Angger sekarang dimana?"

butiran air bening mulai muncul di pelupuk mata coklat Aluna, ia terlalu pusing dengan kenyataan harus mencari cintanya itu.

Harapannya ingin memeluk Angger dan mengucapkan seribu kata rindu untuk Angger hanyalah hal yang tidak terlaksanakan, dan membuat Aluna semakin ingin menangis dengan kencang.

Tristan yang melihat keadaan gadis cantik dihadapannya menagis tersedu, merasa kasihan dan memutuskan untuk menghampiri Aluna, tapi belum sempat Tristan sampai Aluna sudah berlari dan menabrak bahu kekar milik Tristan dengan Air mata yang masih membasahi pipinya.

" Hey Aluna tunggu" Aluna terus berlari tanpa menghiraukan teriakan Tristan.

Tristan jadi merasa sedikit bersalah kepada Aluna, tidak seharusnya ia membentak gadis yang salah rumah seperti tadi.

Untuk menebus rasa bersalahnya Tristan menghubungi seseorang yang ia yakini akan membuat gadis salah rumah itu lebih baik atau mungkin menjadi sangat baik.

" Aluna memang gadis yang menarik" ucap Tristan tersenyum geli mengingat Aluna yang begitu menarik menurutnya, datang dengan wajah yang ceria dan penuh semangat tapi pulang dengan air mata dan wajah yang sembab emosinya gampang sekali berubah seperti anak -anak fikirnya.

Aluna menyambar sepadanya dan langsung mengemudikannya dengan kencang, Aluna tidak tahu mau pergi kemana ia mau menemui Angger tapi wajah Angger sekarang saja Aluna tidak tahu.

Ternyata bayangan ia akan menemui Angger setelah tiba di Indonesia hanya khayalan karna pada akhirnya Aluna harus mencari Angger terlebih dahulu sekarang.

Disepanjang jalan Aluna melihat banyak pasangan yang bergandengan tangan, rangkul-rangkulan ada pula yang sedang sekedar duuduk berdua. Apa maksud semua ini batin Aluna begitu sakit mengingat ia tidak bisa melakukan hal itu bersama Angger, hal yang sudah lama ia impikan duduk berdua di taman, bercanda bersama, Angger mengacak rambut Aluna dan tertawa bersama. kenapa hal itu hanya mimpi? Kehidupan yang Aluna bayangkan selama ini hanya mimpi.

Aluna terus memacu sepedanya entah ia ada dimana sekarang gedung, taman dan jalan raya sudah dilewatinya sekarang ia hanya menggayuh sepedanya tanpa tenaga tanpa ada niat untuk berhenti walaupun pegal di kakinya sudah sangat tidak tertahan.

Sepedanya semakin oleng kakinya sudah terlalu lelah untuk mengkayuh, Alunapun terjatuh dengan lutut mencium aspal.

" LUNA!!!" teriak seorang dari belakang saat melihat Aluna terjatuh, langsung disambut dengan netra coklat yang melihat ke arah pria dibelakang, iya yang memanggil Luna itu pria tampan yang sepertinya Aluna kenal, pria itu berpenampilan khas bad boy, kaos polo warna putih dengan jeans hitam sobek di bagian lutut badannya kekar dan tinggi dengan wajah yang tampan sempurna fikir Aluna .

Pria tampan itu berlari menghampiri Aluna yang masih terperangah tanpa bisa melepas pandangannya dar wajah tampan itu.

Dengan cekatan pria itu membersihkan luka Aluna dengan Air mineral yang sejak tadi ia pegang.

Tidak ada suara manusia disana yang ada hanya suara gemercik air yang diguyurkan ke luka. Entah kenapa Aluna seperti tidak merasa perih dan tidak meringis sedikitpun.

" Rupanya kamu bukan Aluna yang cengeng lagi "

suara lembut dan senyum pria itu menyadarkan Aluna yang sedari tadi membisu seribu bahasa bak patung, tanpa disadari bibir Aluna membentuk huruf U yang sangat cantik di wajahnya.

RemindTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang