Tidak ada baju lain lagi yang harus aku pakai. Jadi, aku terpaksa membuka lemari Alpha untuk meminjam bajunya. Aku tahu ini seperti memakai barang orang tanpa ijin.Well, seperti yang Alpha katakan. Bahwa rumah ini adalah rumahku maka biasakanlah. Sepertinya itu yang berusaha aku lakukan sekarang ini.
Aku mengambil sweater abu-abu yang cukup besar dibadanku. Sweater ini hanya menutupi setengah dari pahaku. Dan aku yakin saat ini aku pasti terlihat mengerikan dengan sweater kebesaran. Tetapi aku tidak peduli. Aku menyisir rambutku dengan cepat. Tadi aku mencuci rambutku dan sekarang masih basa, tetapi aku tidak tahu dimana letak hairdryernya. Jadi aku hanya mengelapnya dengan handuk.
Hari sudah gelap ketika aku duduk di balkon. Aku memandang sisa warna jingga yang ditinggalkan matahari. Aku merenungkan nasibku yang terkurung di istana ini bersama pria seksi yang katanya bernama Alpha. Sesungguhnya aku tak yakin dia bernama Alpha. Sebab rasanya tak sopan pelayan dan pengawalnya memanggilnya dengan nama saja.
Angin malam mulai menusuk kulitku yang tak tertutup sweater dan aku langsung masuk lalu menutup pintu balkon kamar. Sepertinya ini sudah waktunya makan malam. Tetapi, kenapa Alpha belum selesai rapat? Apakah ada masalah dengan rapatnya? Mengingat ekspresi Alpha yang dingin ketika terakhir kali aku meninggalkannya, sepertinya memang ada masalah. Tapi..... apakah dia sudah makan?
"Shit..., kenapa aku mengkhawatirkannya? Jauhkan rasa khawatirmu, Jessy. Ingat dia telah menculikmu dan mengurungmu. Dan lagi, kau sudah memiliki Juno. Ingat itu Jessy." Aku berteriak untuk memlawan pikiranku yang kacau.
Aku tidak tahu jika Alpha sudah berdiri didepanku. Gerakannya dan cara dia masuk benar-benar tak terdengar dan terlihat olehku.
"Siapa Juno?" Tanyanya tegas dan aku melihat bola matanya berubah menjadi biru gelap dalam hitungan tak sampai sedetik. Dan aku terlonjak kaget. Tuhan, jantungku mulai tak normal lagi.
"Di.. dia pacarku" Aku bingung dengan pertanyaanya. Dia menarik daguku dengan ibu jari dan telunjuknya dengan tangan kananya. Memaksaku untuk melihat tatapannya yang dingin dan tajam.
Aku takut dengan tatapanya.
"Lupakan dia. Aku tidak ingin kau memikirkannya lagi. Dan, aku sudah memberitahumu. Kau. Milikku. Dan. Milikku. Tak. Akan. Pernahku. Bagi." Katanya penuh penekanan pada akhir kalimat.
"Ak.. aku... hmmm...." Dia menciumku sebelum aku menyelesaikan kalimatku. Aku membelalakkan mataku. Kaget atas ciumannya. Jantungku tak dapat berdetak noramal, maksudku sangat tidak normal yang mana detakkannya membuat dadaku sakit.
Semoga dia tidak mendengar detakkan jantungku.
Dia semakin mempedalam ciumannya. Ciuman yang keras dan menuntut yang membuatku tersengal dan susah bernafas. Aku berusaha untuk menjauhkan wajahku darinya. Sialnya, dia menarik tengkukku dan menaring pinggangku dengan sekali tarikan. Rasanya seperti dia memelukku. Lidahnya memaksaku untuk membuka mulutku, namun aku tak kunjung membukanya lalu dia menggigit bibir bawahku. Dan aku langsung membuka mulutku. Tanpa basa-basi dia langsung memasukkan lidahnya dan memilin lidaku. Terdengar bunyi basah dan erangan tak jelas keluar dari mulit kami. Dia mengusapkan tangannya dipunggungku. Mengirimkan gelenyar aneh dan panas dibawah sana. Astaga, ada apa ini?
Tanganku yang awalnya diam di kedua sisi pinggangku kini sudah berpindah kearah lehernya. Aku memeluk lehernya sebab tubuhku melemas seperti jelly. Dan dia semakin memperdalam ciumannya. Semakin lama ciumannya semakin lembut dan tak tergesa-gesa lagi. Lidahnya mengabsen seluruh mulutku. Tak memberikan celah bagiku untuk menanggapi ciumannya lagi. Namun aku tak mau kalah untuk membalas ciumnaya, aku menggigit bibir bawahnya dan membuatnya semakin mengerang dan mempererat pelukannya. Aku hanya merasakan perasaan senang, tidak lebih tepatnya bahagia. Bagaimana mungkin aku bahagia di cium oleh pria asing? Entahlah.
Setelah selesai menciumku dengan cukup lama. Dia mengecupku, dia tidak hanya memberikan kecupan-kecupan kecil di ujung bibirku tetapi di setiap bagian wajahku. Mulai mata, hidung, kelopak mata, pipi, rahang, kening. Dan semuanya tak lepas dari ciumannya. Aku masih memeluk lehernya. Dan tubuhku masih melemas. Dia melonggarkan pelukannya sedikit. Namun bibirnya masih berada didepan bibirku.Nafasku masih tersengal-sengal dan jantungku masih berdetak keras. Aku hanya memejamkan mata menikmati semuanya. Tuhan, aku sangat bahagia.
"Jangan pernah menyebutkan nama pria lain didepanku." Katanya didepan bibirku. Nafas panasnya nmenerpa bibirku. Dan aku hanya menutup mata lalu menangguk lemah.
"Kau membuatku gila, Jessy." Katanya sedikit mengerang.
Dia tahu namaku?kenapa dia masih memanggilku Luna? Aku harus mendapat jawaban dari teka-teki ini.
Kemudian dia mengangkat tubuhku dengan bridal stylenya. Aku memekik karena terkejut dan melingkarkan tanganku dilehernya lagi. Lalu membenamkan wajahku dilekukan lehernya. Tubuhnya wangi maskulin. Wangi yang sebelumnya hanya dapat ku rasakan dalam mimpi kini bisa kuhirup sepuanya. Aku semakin dalam membenamkan wajahku dilehernya dan semakin rakus mencium bau tubuhnya. Aku menyukai bau tubuhnya bahkan di dalam mimpipun aku sudah menyukainya. Aku mendengar dia sedikit menggeram. Apa menggeram?
Dia menidurkanku di ranjang dan menarik selimut sampai batas dada. Lalu mengecup keningku lembut dan cukup lama. Aku memejamkan mata lagi.
Ketika aku membuka mata aku melihat bibirnya sedikit bengkak. Apakah itu akibat dari ciuman tadi? Apa? Berarti aku mencium balik dia? Jika aku menciumnya juga mungkin aku tak sadar. Ya, tak sadar.
"Aku hanya mandi. Sebentar saja. setelah itu kita makan malam." Katanya lalu masuk ke kamar mandi. Aku masih memikirkan yang terjadi tadi. Ciuman? Mencium balik?
Kata-katanya yang selalu terngiang-ngiang dipikiranku, "Kau membuatku gila, Jessy."
*****
Kami telah selesai makan malam. Dan saat ini aku menyikat gigiku. Itulah kebiasaanku sehabis makan. Aku tak tahu Alpha kemana. Tadi dia bilang bahwa dia harus menyelesaikan pekerjaanya. Apa waktu seharian tadi masih kurang untuk menyelesaikan pekerjaanya? Entahlah aku tidak peduli.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Man Is Alpha
WerewolfPERINGATAN 18++ Semuanya berawal dari mimpi.Mimpi yang sering aku alami saat di Australia.Perlahan-lahan mimpi itu menjadi seperti kenyataan.Membuat aku menjadi gila karena merindukan sentuhan Pria yang ada didalam mimpi itu. Suatu hari ada seorang...