Gadis itu terbangun dari tidurnya karena mendengar suara yang lebih berisik dari malam malam sebelumnya dan kasur yang bergerak. Gempa? Gadis itu membuka matanya perlahan dan menemukan anak kecil sedang berlompat lompat di atas kasurnya sembari berteriak. Gadis itu berpikiran bahwa anak kecil yang di depannya ini adalah seorang tuyul, tetapi anak kecil di hadapannya ini membantah dan berkata bahwa ia adalah Ghea. Ara langsung menyalakan lampu tidur dan benar saja Ghea berada di hadapannya. Ghea? Ah tidak, ini mimpi buruk bagi Ara.
"Ka R, besok kita dekorasi rumah ya", ucapan Ghea membuat Ara memutar bola matanya, kesal. Pasalnya, dekorasi rumah yang Ghea maksud adalah menaruh barang barang yang Ghea inginkan di setiap dinding dan sudut rumahnya.
"Ka R, besok anterin aku ya", permintaan Ghea yang kali ini membuat Ara menghela nafas pasrah.
"Ka R, aku laper", ini kalimat yang paling tidak disukai Ara. Jika jaman Ara kecil akan memakan masakan yang orang tuanya buat. Nah, anak kecil di hadapannya ini tidak mau makan makanan yang biasa dibikin oleh Bi Ima, pasti selalu meminta antar untuk ke restaurant, ini menyebalkan.
"C'mon, im hungry" kata Ghea sembari mengerucutkan bibirnya.
"Okay, wait a minute", setelah mengatakan hal tersebut, Ara mengambil kunci mobil di atas nakas dan bergegas menuju garasi diikuti oleh Ghea.
Ara menjalankan mobilnya setelah tadi menyuruh Bi Ima menutup gerbangnya. Sesekali Ara mendesah kesal karena tingkah Ghea yang tidak bisa diam. Bahkan, Ghea sempat menyalakan radio dengan volume yang besar sehingga membuat beberapa pengendara menoleh ke arah mobil Ara. Setelah melewati jalanan Jakarta yang macet, akhirnya mobil Ara sampai di sebuah restaurant.
"Ghe, what you want?", tanya Ara sembari membolak balikkan buku menu di hadapannya. "Double chicken katsu with french fries", kata Ghea sebelum menyandarkan punggungnya pada sandaran kursi. Ara menelan ludahnya mendengar pesanan yang Ghea maksud. Benarkan? Huh, Ghea selalu memakan makanan yang melebihi porsi makan anak seumurannya. Ara memanggil seorang pelayan dan mengucapkan pesanan Ghea, lalu pelayan itu mengulang kembali pesanannya dan pergi dari pandangan Ara.
Tidak perlu menunggu lama, akhirnya pesanan datang dengan dibungkus kantong plastik berwarna putih berlogo nama restaurant tersebut. Setelah membayar, Ara mengajak Ghea untuk pulang.
Tepat saat mereka melangkahkan kakinya keluar, Ghea menahan tangan Ara, membuat gadis itu terpaksa menghentikan langkahnya. Senyum Ghea mengembang saat matanya mengarah ke sebelah kiri, Ara mengernyitkan dahinya lalu mengikuti arah pandang Ghea. Terlihat disana—di depan super market, 5 lelaki sedang duduk duduk di bangku yang disediakan di depan super market tersebut. Ara yang mengenali dua orang diantaranya langsung menarik tangan Ghea agar memasuki mobilnya dan bergegas untuk pulang.
Ara langsung memasangkan seatbeltnya saat sudah berada di dalam mobilnya, lalu ia menjalankannya keluar dari parkiran menuju rumahnya. Ghea yang tidak terima atas perlakuan sepupunya tadi, mendengus kesal, "ih ka R gimana sih? Tadi tuh G lagi ngeliatin cogan tau", Ghea berkata seraya melipat kedua tangannya di depan dadanya. Ara bersikap seolah olah hanya ada ia sendiri di dalam mobilnya.
Ara memberikan makanan yang dibelinya pada Ghea, lalu memasuki kamarnya tanpa mengatakan apapun lagi. Gadis itu masih mengantuk karena tadi terpaksa membuka matanya disaat sedang tertidur.
Sinar matahari menerpa wajah gadis itu, perlahan matanya membuka menyesuaikannya dengan cahaya di sekelilingnya. Ia mengusap matanya dan berjalan kearah jendela untuk membukanya agar udara berganti.
Lalu, gadis itu melangkahkan kakinya ke arah dapur dan mengambil segelas air putih untuk mengumpulkan separuh jiwanya yang masih berada di alam mimpi. Baru saja ia akan menaiki tangga menuju kamarnya, namun sebuah tangan menahannya membuat Ara menghentikan langkahnya.