Gadis cantik bernama Ara Talia Hasna yang akrab disapa dengan sebutan Ara berusia 15 tahun yang bisa disimpulkan bahwa ia kelas 11 di Pelita Harapan School. Ara itu seorang anak tunggal yang tinggal bersama Papanya. Mamanya meninggal setahun yang lalu.
Kegiatan sehari-hari Ara layaknya gadis lainnya, seperti bermain di dunia maya, mendengarkan musik, membaca buku. Bahkan, kalau ia sedang serius membaca novel kesukaannya pun orang yang sedang berbicara di dekatnya tak ia tanggapi.
Sejak kecil ia mempunyai seorang sahabat. Ia seorang laki-laki yang pindah keluar negeri untuk melanjutkan belajar di sana karena pekerjaan orangtuanya.
***
Selama di perjalanan, mobil Tasha diselimuti dengan keheningan, kedua gadis itu sama-sama terlarut dengan pikirannya masing-masing. Ara menikmati semilir angin yang masuk lewat jendela di sebelah kirinya, sedangkan Tasha yang sibuk memperhatikan jalanan di hadapannya. Sesekali Ara memejamkan matanya, ia mengantuk.
Tepat saat Ara membuka kedua matanya, mobil Tasha sudah berada di komplek rumah Ara. Ara melihat tiga lelaki yang duduk dengan mulut yang sesekali tersenyum ataupun tertawa, Ara yakin mereka sedang mengobrol. Yang terlihat aneh di matanya, yaitu untuk apa dua lelaki yang tidak dikenalnya sedang bersenda gurau dengan papanya? Mungkin hanya salah satunya karena yang satunya lagi terlihat tidak senang dengan pembicaraan yang sedang menjadi topik.
"Ra, mereka siapa?" pertanyaan Tasha membuat Ara tersadar dari pikirannya. Gadis itu cepat-cepat menoleh ke arah Tasha yang duduk di sebelahnya.
"Papa. Dan dua lagi gue enggak tau," pernyataan Ara dibalas dengan anggukan dan mulut yang berbentuk huruf 'O' dari Tasha.
"Gue duluan, Sha. Makasih tumpangannya," pamit Ara seraya turun dari mobil Tasha. "take care!" lanjutnya setelah diluar mobil.
Kaos putihnya yang pas dengan warna kulit putih pucatnya, vest merah muda polos dengan logo bertuliskan 'PHS' di belakangnya, skirt hasil gradasi warna merah muda dan putih dengan panjang sepaha di tubuh Ara, dan rambut diikat seperti ekor kuda membuatnya lebih feminim dengan pakaiannya.
Ara melambaikan tangannya pada Tasha, semakin lama mobilnya tidak terlihat di matanya pertanda Tasha sudah jauh dari keberadaan rumahnya.
Ara melepas ikatan yang mengikat rambutnya, dibiarkan rambut panjang sepunggungnya terurai. Gadis itu berjalan dengan perlahan mendekati papanya dan kedua orang yang tidak ia kenal.
Ara menghentikan langkah tepat di halaman depan rumahnya, membuat gadis itu dapat melihat jelas kedua orang yang tidak dikenalnya. Ara melihat ke setiap sudut tubuh dua pria tersebut secara bergantian.
"She is my daughter!" seru papanya sembari berjalan mendekati anak semata wayangnya dan menarik salah satu tangan Ara supaya lebih mendekat ke arah bangku yang tersedia di depan rumahnya.
Ara mengerutkan kening, ia benar-benar bingung melihat sikap Papanya yang berbeda dari biasanya.
"Feminim," celetuk seorang laki-laki yang bisa diperkirakan umurnya tidak jauh dengan Papa Ara. Namun, itu sukses membuat Ara semakin bingung.
"Ini! Kenalin anaknya temen Papa," perintah Papa Ara seraya melirik kedua temannya--orang yang tidak Ara kenal.
"Ara," ucap Ara dengan tersenyum kikuk, pasalnya ia selalu berpikir dua kali untuk mengajak orang lain untuk berkenalan.
"Damara," laki-laki yang lebih muda dari papanya membalas perkenalan Ara dengan wajah datarnya.
"Pa," seperti tahu apa yang akan Ara pertanyakan, Papa Ara langsung memotong pembicaraan anaknya.
"Papa mau jodohin kamu sama Damara, anak temen Papa," kata Papa Ara tanpa ragu.
Seketika Ara membelalakkan matanya.
***
Apa yang akan kalian rasakan jikalau kalian dijodohkan? Senang, kecewa, marah, sedih, atau terkejut dan melarikan diri seperti yang sedang Ara lakukan saat ini?
"Ini menyebalkan," gerutu Ara saat ia sedikit memelankan langkah kakinya yang cepat untuk menghindari kejaran Damara yang mengejar Ara karena disuruh.
Ara benar-benar tidak percaya. Bukankah ini sudah bukan zaman saat papanya remaja dulu? Bahkan, banyak remaja yang lebih melanjutkan pendidikannya dibandingkan mengurusi urusan percintaan yang sungguh memuakkan.
Saat Ara sedang mengambil nafasnya, tiba-tiba sebuah tangan menyentuh lengan kiri Ara. Membuat gadis itu menengok ke arah belakang.
"Why did you follow me?!" sontak Ara melepaskan genggaman laki-laki menyebalkan itu. Namun, bukannya melepaskan tangan Ara, Damara berdiri dengan menatap tajam pada Ara. Ara yang awalnya mendongak ke arah Damara yang notabenenya lebih tinggi dari dirinya pun langsung membuang pandangan ke arah lain.
"Lo," belum sempat Damara melanjutkan perkataannya, Ara sudah memotongnya.
"Apa?!" jawabnya galak.
"Enggak, ikut gue!" perintah Damara sebelum Ara mengatakan sesuatu.
"Heh! Denger, ya! Gue gak mau dijodohin," tegas Ara pada lelaki yang kini menatapnya dengan datar.
"Emangnya gue mau?" tanya Damara dengan ekspresi datarnya seolah mengatakan bahwa ia meremehkan Ara.
"Lo tinggal minta bokap lo buat batalin,"
Ah, cowok tengil ini!
Entah bagaimana, akhirnya Ara mau mengikuti Damara untuk menuju rumahnya. Lagi pula, ia akan makan dan tidur dimana kalau Ara tidak pulang?
"Nah! Itu anaknya datang, kalau begitu saya permisi dulu," pamit Ayah Damara pada teman sejak kecilnya.
"Damara! Cepat pamit pada Ayah Ara!" dengan malas Damara berjalan ke arah teman ayahnya lalu pamit dengan sedikit membungkukkan badannya.
Damara dan ayahnya memasuki mobil pribadinya dengan Damara yang duduk di kursi kemudi. Lalu ia menyalakan mesin dan menjalankannya, perlahan mobilnya sudah tidak terlihat di pekarangan rumah Ara.
"Gimana anak temen Papa? Ganteng, 'kan?" Papa Ara bertanya sembari membukakan pintu utama rumahnya.
Setelah pintu dibuka, Ara berlari menaiki tangga meninggalkan papanya untuk memasuki kamarnya. Tanpa membalas pertanyaan ayahnya.
Ara melemparkan tubuhnya ke atas kasur. Ia mengambil remote air conditioner yang ada di atas nakas, lalu mengatur pendingin suhu di kamarnya. Gadis itu benar-benar lelah, baru saja pulang setelah melakukan aktivitasnya di sekolah, ia langsung disambut dengan hal yang berbau perjodohan? Hidupnya benar-benar berperaturan.
Ia membutuhkan seseorang untuk bercerita, seseorang yang benar-benar mengerti perasaannya, seseorang yang bisa membawanya bebas dari peraturan hidupnya.
"Ara kangen Mama,"
***
A/n :
Quotes of The Day :
• Apa yang akan kalian lakukan kalau kalian jadi Ara?