10. Rasa Yang Kian Meradang (2)

51 12 0
                                    

Playlist:
1. Yovie&Nuno- Sakit Hati

.

.

.

Awan kelabu meyelimuti kota itu kala senja datang. Berbicara tentang senja, hanya sosok berambut sebahu yang terlintas dibenaknya. Satu hal yang tidak pernah terlintas dibenaknya meski sedetikpun, dulu.

Sore itu, saat mentari mulai kembali keperaduannya, dua sosok anak manusia tengah duduk di halaman belakang sebuah rumah berarsitektur eropa. Saat itu ada sebuah kejelasan yang harus diselesaikan.

"Gimana aku bisa jelasin kalau kamu terus menghindar?"  Sosok perempuan cantik berkuncir kuda tersebut menatap langit sore.

"Aku nggak bisa lama-lama berurusan dengan orang seperti kamu, Nis."

"Memang aku orang seperti apa?"
Suasana lengang sejenak.

"Apa sih yang kamu pikirkan saat itu?"

"Yang aku pikirkan ya? Saat itu, aku hanya berpikir kalau aku nggak bisa dapat apa yang aku mau, maka Mentari pun harus merasakannya."

"Tapi kenapa harus Mentari?"

"Karena dia orang yang paling kamu sayang. Sayang banget sampai kamu nggak bisa lihat orang selain dia."

Langit terdiam, begitupun dengan Anisa. Mereka sama-sama terdiam cukup lama hingga Anisa kembali bersuara.

"Harusnya kamu tahu kalau aku dan Deon sama halnya dengan kamu dan Mentari. Sekuat apapun kita berusaha, kita tidak akan pernah mewujudkannya. Kamu dan Mentari tidak akan pernah bersatu. Harusnya kamu tahu itu, Langit. Kamu menghabiskan waktu bertahun-tahun untuk mencintai sesuatu yang tidak akan pernah kamu gapai, kamu orang yang merugi."

Jantung Langit serasa diremas setelah Anisa menyelesaikan ucapannya. Langit tidak membantah segala pernyataan Anisa, karena memang begitu adanya.

"Kamu buta, Langit. Kamu melupakan semua ajaranNya yang kamu tahu demi cinta. Tidak salah memang, namun kamu terlalu berlebihan. Itu yang memicu aku iri dengan Mentari. Kita hidup di negera yang menjunjung tinggi toleransi, namun kamu sedikit menyalahgunakan hal tersebut. Akupun sama butanya dengan kamu. Aku menghancurkan persahabatan kita demi cinta. Sekarang kita sama, sama-sama orang yang merugi."

Langit masih terdiam sambil terus mencerna segala perkataan Anisa. Mengulang kembali apa yang telah dilakukannya belakangan ini. Langit memang melupakan satu hal, sesuatu yang telah diajarkan ia lupakan begitu saja demi perasaan itu. Keluarganya menganut berbagai kepercayaan, namun mereka saling bertoleransi tanpa adanya perselisihan pendapat kepercayaan.

Namun, apa yang ia lakukan untuk Mentari salah. Semua memang salah. Langit yang sudah tahu akhir hubungannya dengan Mentari malah terus memaksa agar mereka bersama. Langit bukan hanya menjerumuskan dirinya, namun ia turut serta menjerumuskan Mentari dalam lubang hitam tersebut.

"Kita sama-sama intropeksi, Ngit. Aku tulus meminta maaf sama kamu atas hal yang pernah kulakukan dan atas hal yang baru saja aku ucapkan."

Tanpa kata, Langit hanya mampu menganggukkan kepalanya. Ia terus merenungkan satu hal, mengapa ia bisa melupakan Tuhannya?

***

Senin pagi. Seharusnya hari dimana Gerhana merasa bangga mengenakan mahkota dan bepidato saat upacara bendera berlangsung. Namun pada kenyataannya, semua tinggal harapan. Sudah tidak ada semangat dalam diri Gerhana.

Maka saat pidato berlangsung, Gerhana hanya mampu berkata singkat. Tidak sampai 5 menit ia sudah undur diri.
Kehidupan Gerhana berubah sejak kemarin. Dan saat ini pula Gerhana dapat melihat seperti apa sosok yang berada disekitarnya.

Gerhana&Langit (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang