0.5

171 18 6
                                    

There's lots that I could say, but just hold me now, cause our love will light the way

- Heaven, Meghan Nicole feat. Boyce Avenue -

"Jadi, sejak kapan lo serumah sama adek kelas lo?"

Rafa, Evan, Bimo, Gio, dan Vio duduk melingkar di atas karpet hijau di kamar Gio. Debaran di jantung Vio tidak bisa di pelankan ketika tertangkap basah sedang bermain "colek-colek sambal" dengan Gio. Ia terus tertunduk, tidak ingin menatap langsung ketiga kakak kelasnya yang kini ada di hadapannya. Tangannya memain-mainkan karpet lembut milik Gio.

Gio menghela napas pelan. " Ok, gue tinggal sama Vio udah sekitar 2 bulan."

"Vio?"

"Itu nama dia, Bim," jawab Gio sambil melirik gadis di sebelahnya. Bimo mengangguk-angguk mengerti.

"Lanjut," kata Rafa yang daritadi tampaknya serius dengan cerita Gio.

"Setelah ibu gue cerai sama ayah gue, dia memilih untuk menikah lagi. Dan, kebetulan saat itu, ayah Vio emang udah duda. Ibunya meninggal karena kecelakaan. Ibu gue sama ayah Vio pertama kali ketemu di supermarket. Awalnya ayah Vio bantu ibu gue buat nganterin belanjaannya ke rumah. Sampai akhirnya mereka deket dan memutuskan untuk menikah. Waktu bulan Januari kemarin, mereka akhirnya nikah.

"Awalnya, gue maupun Vio ga setuju sama pernikahan mereka. Kita kayak berantem, tapi padahal kita ga saling kenal waktu itu. Karena ga enak kalo berantem dan diem-dieman terus, akhirnya kita coba untuk nerima semua ini. Dan sekarang kalian bisa liat sendiri, kita akur kan?" Gio merangkul tubuh Vio yang membuatnya menegakkan tubuhnya. Vio tersenyum kaku.

"Dan kenapa lo ngerahasiain ini dari kita?" pertanyaan itu sudah dari tadi ingin Rafa lontarkan, tapi baru kali ini dia bisa bertanya.

"Gue sebenernya mau ceritain ini ke kalian, tapi..." Gio menggantungkan ucapannya.

"Tapi?"

"Ini semua kemauannya Vio." Kini matanya menatap Vio yang menunduk. Merasa diperhatikan, Vio pun mengangkat wajahnya. Mendapatkan mata hitam Gio yang sedang memperhatikannya.

"Kenapa lo ngerahasiain ini, Vi?" tanya Rafa sopan.

"Aku cuma gamau jadi pusat perhatian, kalo semua anak sekolah tau aku ini adik tirinya Gio. Apalagi, Gio kan populer, aku takut nanti aku malah di pandang aneh kalo aku ngaku jadi adik tirinya Gio, kak."

Sontak tawa keempat laki-laki di hadapan Vio meledak. Mereka memegang perut masing-masing untuk menahan tawanya. Vio bingung dengan reaksi mereka berempat, kenapa malah ketawa? Kan, dia berkata serius.

"Ih, kok malah ketawa sih? Kan, aku serius," protes Vio.

"Vi, ngomongnya jangan formal gitu dong, pake gue-lo aja kali. Dan jangan pernah manggil kita dengan sebutan 'kak'. Kita anti sama gituan, hahaha," ucap Bimo sambil menahan tawanya.

Vio hanya menatap mereka bingung. Ada ya, orang seperti mereka yang tidak ingin dipanggil "kak" dengan adik kelasnya sendiri. Apa mungkin terkesan tua?

"Jadi gara-gara itu, lo mau ngerahasiain hubungan kita?" tanya Gio yang memang baru tahu alasan Vio merahasiakan ini semua.

Vio mengangguk.

"By the way, kok kalian tau rumah gue yang baru?"

"Kita tanya ibu lo lewat sms."

Tak lama setelah itu, pintu kamar Gio terbuka. Tampak figur seorang wanita yang sedang membawa nampan berisi lima gelas sirup dan semangkuk keripik singkong.

"Ini makanan sama minuman buat kalian ya," ujar Gisha lembut.

"Wah, makasih tante, maaf nih jadi ngerepotin. Banyak banget lagi makanannya. Gausah banyak-banyak kali, tante, nanti makanan di rumah ini habis lagi," oceh Evan sok sopan.

GivioTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang