1.0

189 11 5
                                    

She's with him, I'm in the back seat, know it's not right but it hurts when they're laughing, and I've never been where they are

- B-e-a-utiful, Meghan Nicole -

Ia terus berjalan cepat di tengah koridor sekolah menuju kelasnya. Sambil menyeka air matanya yang terus-menerus mengalir, ia tetap berjalan sambil menunduk. Tanpa peduli tatapan aneh dari murid lain.

"... Dia sama sekali ga cocok buat kamu. Apalagi penampilannya, sama sekali ga kayak orang berpendidikan."

Kata-kata yang di lontarkan Allin tadi padanya terus berputar-putar di otaknya. Apa benar, penampilannya ini tidak seperti orang berpendidikan? Apa benar, dia sama sekali tidak cocok bila berpacaran dengan cowok seperti Gio yang notabenenya adalah cowok terpopuler di sekolah?

Berbagai pertanyaan yang merendahkan dirinya bermunculan di kepalanya.

Bisa-bisanya Gio menyukai cewek seperti Allin yang sifatnya benar-benar terbanding terbalik dengan Vio. Apalagi sampai meminta bantuan Vio untuk menjadi pacar bohongannya hanya untuk memastikan perasaannya dan cewek itu.

Tunggu. Kenapa ia malah benci dengan cewek yang Gio cintai?

Ia sama sekali tidak ada hak untuk menghakimi cewek itu apalagi perasaan Gio pada Allin. Toh, semua ini adalah urusan Gio, bukan dirinya.

Begitu Vio berbelok ke tikungan dekat kelasnya, tak sengaja tubuhnya tertabrak dengan seseorang. Vio meringis begitupun dengan oranag itu. Perlahan ia mengangkat kepalanya untuk melihat orang yang menabraknya. Bukannya marah atau membentak, raut wajahnya yang tadinya sedih berubah menjadi senang.

"Hai. Akhirnya kita ketemu lagi, ya." Keheningan yang tadinya memenuhi mereka kini di pecahkan dengan sapaan cowok itu. Vio tersenyum senang karena bisa mendengar suara cowok itu lagi.

"I---iya. Walaupun pas ketemu caranya ga enak," kata Vio sedikit gugup.

Bak kakek tua yang mempunyai janggut panjang, cowok itu mengelus-elus dagunya. "Pasti lo maunya kita ketemu dengan cara yang lebih romantis, kan? Em... misalnya lo hampir ketabrak mobil dan tiba-tiba gue dateng nyelamatin lo terus kita tatap-tatapan, gitu. Bener, kan, gue?" Vio tertawa kecil mendengar lelucon dari cowok di hadapannya.

"Itu namanya nantang maut, tau."

Cowok itu tersenyum teduh sebelum berkata, "yaudah, kalo gitu gue duluan, ya. Udah mau bel juga." Saat cowok itu sudah berjalan menjauh dari Vio, ia baru ingat sesuatu. Vio belum tahu siapa nama cowok itu.

"Tunggu bentar! Gue belom tau nama lo siapa!" seru Vio lantang. Beruntungnya, cowok itu mendengar seruan Vio dan segera berbalik badan.

"Panggil gue Alvin!" balas cowok bernama Alvin itu tak kalah lantang. Kejadian teriak-teriakan di tengah koridor sama sekali tidak mengundang banyak perhatian murid lain. Mereka justru masih sibuk dengan urusan masing-masing.

Alvin.

Vio akan terus mengingat nama cowok itu. Seandainya ia bertemu lagi dengannya, ia tidak akan bingung untuk memanggilnya dengan sebutan apa. Lalu cewek itu berbalik dan pergi ke arah kelasnya.

Dengan mudahnya melupakan kejadian menyakitkan yang baru ia alami sebelum menemui Alvin.

***

"Vio!" Belum sempat Vio menginjakkan kakinya di lantai kelasnya, seruan dari arah belakang membuatnya menoleh. Sania dan Risha berlari ke arahnya dengan raut wajah panik seperti habis dikejar setan.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 13, 2016 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

GivioTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang