Ada kalanya aku merasa jenuh. Jenuh dengan aktivitas yang hanya itu saja.
Simple tapi cukup membosankan.
Aku ingin sedikit yang lebih rumit dan lebih berwarna seperti pelangi.
Tapi serumit apapun, aku tak berharap seperti teman-teman yang sampai kebingungan dengan masalahnya sendiri.
Simple namun berarti. Contohnya cinta.
Orang bilang cinta itu rumit, tapi serumit-rumitnya cinta , ia bisa jadi sederhana. Seperti dirinya.
Aku menengok ke arah tempat anak social berkumpul. Salah satu diantara mereka ada anak pindahan dari China.
Pertama kali mendengar kabar itu, aku langsung membanyangkan F4 boyband tampan yang hits pada masanya. Kkk lucu bukan.
Membayangkan pria tinggi nan tampan. Saat bertemu dengannya, benar saja dia tampan dan tinggi.
Namun kelakuannya cukup bisa dibilang dingin. Seorang teman pernah dibentaknya karena masalah yang cukup sepele.
Tapi untungnya dia mengomel menggunakan bahasa Mandarin yang tak kami mengerti, bisa perang jika mereka mengerti bahasanya.
Sekolah itu adalah hal simple kedua yang ternyata di buat rumit oleh muridnya sendiri. Mulai dari tugas hingga pr yang tak dikerjakan.
Guru juga yang jadi factor. Tapi menurutku guru galak lebih menyenangkan di banding guru yang super lembut.
Kembali ke masalah cinta. Sudah beberapa bulan ini murid baru itu jadi bahan gossip semua murid disekolah.
Menurut gossip dia adalah Playboy. Itu adalah hal rumit ke sekian yang di anggap simple.
Tapi di balik itu semua, dia ternyata punya sisi baik.
“gwenchana?” Kepalaku mendadak pusing.
“hmm, gwenchana” Aku menyipitkan kedua mataku. Masih terasa pusing.
“Jinri-ah, jangan berbohong” Aku merasakan ada seseorang yang memegang bahuku. Dan aku pun pingsan.
Kepalaku terasa basah. Mataku mengerjap. Aku terbangun.
Ternyata ada sebuah kain kompres yang jatuh saat aku bangun. Aku melihat sekeliling.
Sekarang aku sedang berada di ruangan serba putih. Astaga! Rumah sakit?
“Jinri-ah gwenchana?” Aku menoleh ke sumber suara.
Astaga! Mataku membulat. Kenapa orang itu ada di sini?
“Jun? kenapa kau ada disini?” Ia tertawa.
“Kau pingsan tadi. Ingat?” Aku berfikir sejenak dan aku menepuk jidatku sendiri
“Jangan bilang kau yang membawaku kemari?” Jun mengangguk.
“Siapa lagi? Hanya aku yang ada di sini” Ucapnya enteng.
“Aku ingin pulang” Aku turun dari ranjang tapi keseimbanganku oleng.
Aku terjatuh tapi sebelum itu terjadi Jun sudah berada di belakangku dan menyangga tubuhku.
“Kau harus istirahat” Ia membantuku berdiri. Aku bingung.
“Kau sedang sakit sekarang. Dokter menyuruhku untuk menahanmu beberapa hari di sini.” Aku mengok ke arahnya.
Ia tersenyum ramah padaku. Tak seperti biasanya. Ia begitu berbeda. Jun menuntunku kembali ke tempat tidur. Aku hanya menurut karena badanku tak bisa di ajak kerjasama.
KAMU SEDANG MEMBACA
SEVENTEEN (Oneshoot)
FanfictionOneshoot story! Cast : SEVENTEEN Member #524 junhui #727 youngjae